Kekhawatiran bahwa adanya kesepakatan terlarang antara Anies-Sandi untuk menjadikan Jakarta syariah sepertinya tidak lagi sekedar isu dan rumor. Beberapa kali kita melihat wacana-wacana tersebut sudah digaungkan. Bahkan sempat ada namanya Pajak Haram, yang akhirnya diklarifikasi oleh Gubernur Anies adalah pajak dari usaha melanggar ketentuan.
Tetapi penjelasan Gubernur Anies tidak serta merta menghilangkan bahwa pasangan ini memang sedang membawa sebuah gerakan Jakarta Syariah. Apalagi Gubernur Anies telah sah menjadi Gubernur FPI dan kemarin menjadi Gubernur 212 dalam acara reuni 212. Sebuah pertanda, bahwa Jakarta Syariah sedang mereka perjuangkan.
Bahkan dalam acara tersebut, Rizieq Shihab, dengan tegasnya berpidato mengenai NKRI bersyariah dengan kembali kepada Piagam Jakarta. Dalam memahami NKRI Bersyariah engan Pancasila piagam Jakarta, maka contoh yang bisa kita lihat adalah apa yang diterapkan di Aceh. Ada namanya polisi syariah. Jika ini terjadi, maka kehidupan beragama umat muslim akan diatur dan diingatkan oleh negara.
Dan penerapan syariah itu sepertinya sedang dicontohkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno yang menyatakan tengah mengkaji adanya kebijakan tentang aturan ornamen Natal ketika dipasang di pusat keramaian. Dasar kebijakannya adalah supaya tidak terjadi pergesekkan.
Karena menurut Sandiaga, pengaturan kebijakan mengenai ornamen Natal yang dipasang di pusat perbelanjaan dan tempat usaha hiburan lainnya dikarenakan sering terjadi perdebatan, bahkan tidak sungkan melakukan sweeping. Dan apa yang akan dilakukan ini menurut Sandiaga adalah demi mempersatukan warga.
Logika apa yang menyebutkan bahwa dengan membuat kebijakan mengatur ornamen Natal untuk mempersatukan warga?? Yang sering mempermasalahkan saja orang-orang yang tidak toleran?? Kalau ada seruan dari MUI, kembali kepada bagaimana para umat mentaatinya, tidak perlu sampai ada sweeping dan buat gaduh. Seolah-olah ini sudah jadi daerah syariah dimana seruan MUI harus dikawal penerapannya oleh lakon petugas syariah bernama FPI.
Kalau dasar Sandiaga mengatur adalah demi mengakomodir keinginan kaum intoleran hobi sweeping, maka sudah jelas ini bukan persoalan mempersatukan warga, tetapi ini adalah persoalan keberpihakan. Bukankah dalam sebuah peraturan, tidak boleh ada namanya mayoritas dan minoritas, semua sudah diatur sesuai dengan hak-hak Warga Negara.
Jangan sampai kebijakan berat kepada kaum minoritas tetapi ringan kepada kaum mayoritas. Bahkan jangan sampai peraturan sangat mengakomodir kaum intoleran untuk bisa demo dengan bungkus agama di Monas, tetapi untuk urusan agama lain malah dipersulit. Malah Alexis jadi 4play juga dibiarkan hanya jadi pemanis janji.
Inilah yang ditakutkan dari penerapan Jakarta Syariah. Keadilan jelas tidak lagi diterapkan dengan baik dan benar. Bukan lagi mempersatukan tetapi menekan yang minoritas dengan kebijakan yang berat sebelah. Dan ini adalah sebuah implementasi keberpihakan yang dimaksudkan oleh Gubernur Anies.
Jadi, jika sudah begini apakah kita masih percaya bahwa Jakarta ke depan tidak akan disyariahkan?? Ini baru satu contoh dari usaha mereka mensyariahkan Jakarta, masih banyak lagi. Dan mereka ini adalah kubu dari kaum yang ingin menjadikan Indonesia syariah. Padahal masalah ini sudah selesai dalam perdebatan penyusunan Pancasila dan UUD.
Semoga saja, penerapan Jakarta syariah ini bisa dibendung. Karena kalau tidak, saya kahawatirkan ini akan jadi pemicu NKRI Bersyariah, dan juga akan menjadi pemicu bubarnya NKRI. Dan pilihan ini adalah pilihan paling baik menurut saya daripada kita harus perang saudara seperti Suriah. Kalau tidak bisa dibendung lagi, lebih baik pisah baik-baik.
Lalu tinggal dibuktikan sekali lagi, mana sistem yang paling baik untuk membangun negeri. Kalau sudah begitu, palingan juga mereka menyesal karena akhirnya mereka mengalami gurun pasir dan kita mengalami keadilan sosial. Tidak percaya, silahkan pelajari sejarah kemajuan beberapa negara di dunia.
Jadi, anda akan pilih NKRI Bersyariah atau NKRI?? Tentukan pilihanmu dari sekarang.
Salam Syariah.