Manuver-manuver politik untuk meraih simpati publik dan peluang di Pilpres 2019 memang tidak akan berhenti dilakukan oleh para pesaing Presiden Jokowi. Presiden Jokowi yang memang punya peluang besar untuk kembali maju dalam Pilpres 2019 dan bahkan punya peluang besar menang harus dibombardir mulai sekarang.
Tidak sedikit yang memang ingin menjatuhkan dan mengalahkan Presiden Jokowi. Kelakuan Presiden Jokowi yang tidak bisa diatur dan sangat susah untuk bermain politik dan terlalu sibuk berkerja membangun sangatlah tidak disukai oleh para mafia dan koruptor. Mereka ingin supaya Presiden Jokowi bisa diatur dan bersama-sama menikmati APBN.
Presiden Jokowi memang menjadi sasaran tembak para lawan karena dia terbukti benar-benar berpihak kepada rakyat. Hal yang paling tidak disukai oleh para mafia yang sudah berkarat menguasai negeri ini adalah pembangunan di daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang sangat mereka tidak sukai. Karena pembangunan tersebut akan membuat rakyat semakin cerdas.
Cerdasnya rakyat Indonesia tentu saja akan berkorelasi positif dengan semakin banyaknya rakyat yang sadar bahwa selama ini telah dibodoh-bodohi. Disumpel dengan namanya uang bantuan tetapi tidak sadar bahwa mereka hanya dapat recehan sedangkan yang memberi dapat cek dengan nol yang banyak.
Strategi inilah yang sebenarnya dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk membangun Indonesia lebih baik. Tetapi dia malah terus kena nyinyir dan diserang dengan isu-isu tidak benar. Bahkan para kativis ikut menyinyir karena pembangunan yang dilakukan Presiden Jokowi tidak ada gunanya.
Kini, Presiden Jokowi juga berbenturan dengan Panglima TNI yang sepertinya sedang digosok-gosok dengan puja puji oleh para lawan politik Presiden Jokowi dari kaum ekstrimis. Mereka tidak sungkan menyebut bahwa Panglima TNI adalah calon Presiden yang ada di hati kaum muslimin.
Bahkan yang sangat jelas juga adalah bagaimana situs resmi Kodam dipakai mengomentari kasus Rizieq Shihab dan juga mempromosikan si Panglima. Benturan ini dilakukan demi menggoyang pemerintahan Jokowi. Panglima yang tergoda pun sepertinya merasa senang dan ikut berpolemik dan berpolitik.
Panglima bahkan memunculkan isu pembelian 5000 pucuk senjata sehingga kegaduhan terjadi di dalam kabinet Presiden Jokowi. Meski sudah diperintahkan untuk tidak membuat kegaduhan dan fokus kepada fungsi masing-masing, tetap saja Panglima berkomentar aneh-aneh.
Kini, dalam kesempatan berpidato dalam hari peringatan Dirgahayu TNI, Presiden Jokowi kembali memberikan sebuah pesan penting yang harus terus diingat oleh semua prajurit TNI dan tentu saja oleh sang Jenderal, Panglima TNI. Presiden Jokowi mengingatkan para prajurit untuk setia kepada sumpah prajuritnya.
Presiden Jokowi mengingatkan bahwa seorang prajurit wajib menjaga NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Presiden Jokowi juga mengingatkan TNI harus waspada terhadap rongrongan dari dalam yang mengganggu Pancasila sebagai dasar negara kita.
Pesan Presiden Jokowi ini semakin penting karena adanya indikasi kaum radikal dan ekstrimis sedang ingin menjadi panglima dan militer sebagai cara baru mereka untuk terus melancarkan aktivitas merongrong NKRI. Pada aksi 229 saja jelas terlihat mereka menyeret-nyeret militer padahal modusnya menolak Perppu Ormas yang melarang HTI serta ormas bertentangan dengan Pancasila.
TNI harus mengingat peran penting dan sumpah mereka ini serta jangan sampai malah jadi kendaraan kaum radikal ekstrimis tersebut untuk membuat kegaduhan. Bahaya dari dalam yang ingin merongrong NKRI tersebut harusnya menjadi tanggung jawab TNI, bukan malah ikut berpolemik.
Semoga dengan usia 72 tahun, TNI semakin dewasa. Panglima harus menjadi contoh bagi prajurit lain supaya tidak lagi ada manuver-manuver tidak perlu yang membuat kegaduhan. Panglima malah seharusnya belajar dari AHY, yang keluar dari militer sebelum akhirnya berpolitik.
Semoga saja melalui pesan tegas Presiden Jokowi ini, TNI kembali adem dan ingat selalu apa yang menjadi tugasnya. Seperti apa juga yang dikatakan oleh Jenderal Moeldoko, kalau TNI berkerja dan fokus pada fungsinya, maka tidak akan ada kesempatan untuk berpolitik. Semoga bukan karena memang tidak lagi setia pada sumpah prajuritnya.
Salam Sumpah Prajurit.