Saya yakin, saat ini Ahok adalah orang yang paling tidak tenang. Meski di dalam penjara, saya tahu betul hatinya tidak akan pernah tenang melihat warga Jakarta yang sudah dianggapnya seperti “anak-anaknya” diperlakukan tidak benar oleh om dan tante yang merebut hak asuh dengan main ancam dan demo berjilid-jilid. Dan di dalam penjara itu, Ahok pasti kesal karena dia tahu bagaimana solusinya tetapi dia terkukung.
Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, sepertinya tidak belajar dari apa yang selama ini sudah dilakukan oleh Ahok. Sudah diingatkan bahwa memimpin Jakarta tidak bisa hanya dengan kata-kata manis dan memotivasi, tetapi harus dengan kata terukur dan tegas. Kalau tidak, hanya akan dianggap angin lalu saja.
Dan bodohnya, karena merasa yakin bahwa dengan kata-kata semua bisa digerakkan, Gubernur Anies pun mengandalkan apel siaga dan memberika instruksi di lapangan monas. Dengan pidato penuh kata-kata retorika dan beruntai-untai, Gubernur Anies memberikan sebuah instruksi Gubernur.
Setelah itu dia pun sibuk mengerjakan hal lain tanpa melakukan kontrol apakah sudah dilakukan atau tidak. Gubernur Anies mau belajar mempercayai para bawahannya tanpa melakukan pengawasan. Sama seperti saat dia juga ingin menghapuskan LPJ RT/RW, Anies mengedepankan kepercayaan. Benarkah dengan kepercayaan tanpa pengawasan mereka berintegritas dn sungguh berkerja??
Tidak tahu bagaimana nanti dengan para RT/RW, tetapi Gubernur Anies sudah kena batunya karena tidak mau belajar dari apa yang sudah dilakukan oleh Ahok. Belum membudaya di Jakarta ini para pejabatnya yang giat berkerja. Para pejabat Pemprov sekarang masihlah para ASN jaman old dengan budaya malas bergerak dan Asal Bapak Senang (ABS).
Itulah mengapa Ahok dalam periode keduanya sudah mempersiapkan orang-orang yang nantinya akan membuat kerjanya lebih ringan karena sudah punya idealisme yang berbeda. Dan sekali lagi, Gubernur Anies dalam kegengsiannya tidak belajar dari pengalaman Ahok dan akhirnya mengalami kekecewaan.
Bagaimana tidak kecewa, sudah tampil penuh gagah perkasa di tengah mimbar di Monas memberikan instruksi, malah akhirnya menemukan bahwa intruksinya tidak dilakukan. Ya, Gubernur Anies akhirnya menemukan masalah pompa air di daerah dukuh atas hanya berfungsi dua dari enam pompa yang tersedia. Dan menurut Gubernur Anies ini sudah hampir dua bulan tidak dieksekusi perbaikannya.
Melihat fakta ini, Gubernur Anies pun akan segera memanggil pejabat terkait dan akan memberikan tindakan tegas. Apakah Gubernur Anies akan main pecat seperti Ahok?? Sepertinya tidak akan. Paling juga hanya akting. Dan lihat saja nanti, Gubernur Anies tidak akan pernah tampil tegas dan pada akhirnya akan jdi bulan-bulanan para bawahannya.
Apalagi prinsip Gubernur Anieskan merangkul, bukan memukul. Jadi, tidak mungkinlah dia memukul atau dalam artian lain adalah bertindak tegas. Kalau dia melakukan itu, bisa-bisa Ahok akan ijin keluar sebentar untuk tertawa di muka Gubernur Anies dan berkata, “Benarkan gue bilang, Loe sih ngeyel.. HAHAHAHAHA”
Kini, Gubernur Anies harus menghadapi apa yang dihadapi Ahok. Mengurusi para bawahan yang suka melawan dan susah diatur. Sanggupkah Gubernur Anies?? Saya yakin sanggup. Karena kalau tidak sanggup, tinggal berdoa saja. Apalagi, yang pasti Anies-Sandi dan semua pendukungnya sudah dipastikan masuk surga karena Pilkada.
Ya sudahlah. Beginilah kalau salah memilih pemimpin. Tupoksi adalah mengelola kota, kualifikasi malah bisa memimpin pengajian. Tidak pernah ada orang membangun jembatan memilih seorang pemuka agama mengerjakannya, tetapi seorang insinyur. Dan dengan logika yang sama, tidak pernah akan ad orang mampu membangun sebuah kota kalau dasar dipilihnya bukanlah kemampuan mengelola, melainkan agamanya.
Masihkah percaya bahwa memilih pemimpin agama memajukan kota dan mensejahterakan warga?? Anies-Sandi adalah bukti gagalnya. Manusia bisa ditpu dan dipermainkan dengan agama, tetapi Tuhan tidak. Gusti Mboten Sare.
Salam Banjir.