Memang perlu yang namanya melempar sebuah isu dan wacana dalam pertempuran politik untuk mengetahui respon lawan terhadap isu tersebut. Apalagi kalau lawannya mulai bermain kasar dan sangat tidak manusiawi. Hal ini menurut saya dengan sangat tepat dilakukan oleh Ketum PPP Romahurmuziy (Rommy) saat menyebut bahwa aksi penyerangan ulama terkait Pilpres.
Mengapa harus Rommy yang menyampaikan?? Supaya pernyataan ini bisa semakin luas dampaknya dan lawan mulai waspada terhadap serangan balik. Bahkan dengan pernyataan ini, kita jadi bisa melihat respon kepanikan dari lawan yang pada akhirnya terkena tudingan tersebut. Kalau yang menyampaikan bukan level ketua umum dan bukanlah partai basis Islam tidak akan terasa efeknya.
Dalam pernyataannya, Rommy menyebut bahwa kesimpulan yang disampaikannya berdasarkan analisis tim pencari fakta yang diterjunkan PPP yang telah mengumpulkan informasi dari sejumlah lokasi penyerangan pemuka agama. Dari fakta yang ditemukan diidentifikasi bahwa peristiwa ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Soeharto. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa negara tidak aman dan harus orang berlatar belakang militer yang memimpin supaya aman.
“Artinya, siapa mereka? Mereka adalah yang pernah menjadi orang kuat di republik ini, siapanya tentu polisi, aparat intelijen harus menggali lebih jauh fakta dan apa di balik fakta,” sebut Rommy.
Tentu pernyataan Rommy ini membuat lawan politik meradang. Karena Rommy menyebut masalah latar belakang militer, maka jelas yang terkena analisa tersebut Gerindra. Karena Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, adalah mantan militer dan terus disuarakan merupakan capres dari Gerindra.
Gerindra sendiri sebenarnya menginginkan isu ini jadi tembakan kepada pemerintahan Jokowi. Bahkan Fadli Zon sudah membuat sajak “orang gila”. Dan memang pada akhirnya pernyataan Rommy ini mereka sebut salah dan membalikkan isu orang gila ini kepada pemerintah.
“Dihubungkan kepentingan Pilpres, ya, salah itu! Justru kalau kita ingin berpikir jernih, itu sederhana berpikirnya. Kira-kira yang punya kemampuan, yang punya kekuasaan, punya akses dan lain-lain itu siapa, kalau bicara kepentingan Pilpres?” ujar Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria kepada wartawan, Kamis (22/2/2018).
“Harusnya semua kita nggak bikin polemik. Fokus kita semua mendesak aparat hukum dan pemerintah segera menyelesaikan kasus ini dengan cara membuktikan, mengungkap siapa pelakunya dan apa motifnya. Jauh lebih penting motifnya, kenapa begitu, kan luar biasa,” tegas anggota Komisi II itu.
Pernyataan Gerindra di atas sebenarnya menunjukkan bahwa analisa tersebut tidak salah. Karena memang pada akhirnya ingin memperlihatkan bahwa negara tidak aman. Kalau menunjukkan negara tidak aman di saat menjelang Pilpres, maka aneh rasanya tidak diindikasikan ke situ. Apalagi mulai bermunculan tagar #2019PemimpinBaru.
Gerindra memang pantas meradang, karena isu ini sebenarnya ingin merek goreng untuk menjatuhkan Presiden Jokowi, tetapi ketika muncul analisa dari Rommy yang notabene adalah Ketua Umum Partai berbasis Islam, maka gorengan pun menjadi garing dan bisa-bisa malah menurunkan elektabilitas mereka.
Saya sendiri tidak heran kalau kasus ini memang diarahkan ke militer. Bukan hanya gara-gara nama Prabowo, tetapi juga nama Gatot yang sebelumnya sudah digaung-gaungkan menjadi capres. Karena tiu, wajar saja kalau kubu Jokowi pun menyiapkan beberapa calon militer lain untuk cawapres Jokowi kalau memang isu itu akan dimainkan.
Lawan kini memang semakin bingung dan panik melihat strategi Jokowi yang sangat cantik tersebut. Mau diserang isu apapun sulit karena di era keterbukaan ini sulit untuk berbohong dan hoax, karena akan langsung diklarifikasi bahkan akan diusut oleh polisi.
Apakah masih ada isu lain yang akan dipakai?? Kita tunggu saja. Tetapi yang pasti isu dan gayanya tidak akan berbeda.
Salam Dua Periode.