Beban berat memang dipikul oleh Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Bukan hanya karena beban dan persoalan Jakarta yang menumpuk, tetapi juga karena level yang tinggi yang sudah dicanangkan para kepala daerah profesional semacam Jokowi dan Ahok. Karena mereka yang gantikan, mau tidak mau, suka atau tidak suka, mereka akan dibandingkan.
Ibukota Jakarta saat ini memang sedang terjadi pembangunan dengan kecepatan tinggi. Bahkan demi pembangunan yang cepat tersebut, warga yang pro pembangunan sudah rela bermacet-macet ria asal pembangunan terus dilakukan. Dan warga-warga inilah yang berharap bahwa Gubernur Jakarta tetaplah Ahok. Bukan apa-apa soal kecepatan membangun, Ahok jagonya.
Sayangnya kini Jakarta malah dipimpin oleh Gubernur Anies. Bukannya cepat berkerja, Anies malah lebih cepat bicaranya dan lebih cepat cari-cari kesalahan (walau sudah benar) dari gubernur-gubernur sebelumnya.Kalau ditanya apa solusinya, maka Gubernur Anies meminta para Walikota yang memikirkannya. Kalau tidak bisa?? Harus bisa pokoknya TITIK!
Hahaha.. Saya yakin para pria kalau sudah membaca dialog “POKOKNYA TITIK!” akan teringat dengan pengalaman berdebat dengan pacar atau isterinya. Apalagi kalau lagi datang bulan, wah lebih baik mengalah daripada tidak dapat jatah, jatah makan maksudnya. Apakah ini maksudnya Gubernur Anies mirip perempuan lagi PMS?? Renungkan saja masing-masing. Tapi jujur saja, “jabir”nya Gubernur Anies kalah-kalah emak-emak satu komplek.
Jadi, daripada dia terus ngoceh tidak karuan, mendingan diiyakan saja. Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede sudah kena batunya saat bertanya gambaran ide tentang rumah lapis. Gubernur Anies pun menyindir dan meminta Mangara sebagai Walikota yang mencri solusinya, karena untuk itulah jadi Walikota. Terus Gubernur ngapain?? Nyantai dong bro… Hehehe..
Nah menariknya persoalan rumah lapis ini sempat kembali heboh. Meski saat Pilkada juga sudah diungkapkan mengenai rumah lapis ini, tetap saja rasanya lucu. Rumah lapis seperti kue lapiskah?? Hehehe.. Ternyata setelah dijelaskan, Gubernur Anies menyebutkan bahwa terminologinya sama saja dengan rumah susun. Hanya beda nama saja.
Hahahaha.. Ternyata sama toh dengan rumah susun. Kenapa harus gengsi pakai istilh rumah susun?? Apakah malu dikatain sama saja dengan konsep Gubernur sebelumnya?? Yah kalau bagus, kenapa juga harus gengsi pakai istilah yang sama. Ganti nama tetapi konsep sama, tidak menunjukkan diri lebih baik. Malah jadi memalukan.
Konsep rumah susun memang adalah solusi terbaik dan sudah ada sejak jaman Foke. Jokowi dan Ahok tidak malu tetap memakai istilah itu. Masalahnya cuman satu, tidak mungkin dapat lahan di dekat daerah pemukiman yang direlokasi. Dan itu sudah dicari solusinya selama Ahok jadi Gubernur. Kalau masih di daerah situ, mau Gubernur Anies 3 kali periode pun tidak akan selesai permasalahan ini.
Jelas bahwa tata kota sudah sangat semrawut, bantaran sungai sudah salah alih fungsi menjadi pemukiman. Mau menata di sekitaran itu sudah sangat susah. Karena sudah ada juga warga yang memiliki rumah dan tanah disana. Apa iya mereka mau relakan tanahnya dan dibangun rumah susun?? Mau berapa lama dan butuh berapa duit untuk membebaskan lahannya??
Gubernur Anies memang benar-benar melakukan misi kemustahilan. Kemustahilan yang diusungnya, tetapi meminta Walikota yang memikirkan solusinya. Ini sama saja dengan dia yang mikir, tetapi orang lain yang mengerjakan. Sudah itu, tidak mau tahu pula kalau memang tidak bisa diterapkan.
Saya sangat setuju dengan komentar salah satu pembaca di Facebook. Dia bilang masalah Jakarta hanya akan selesai di masa Anies-Sandi dengan satu syarat, Anies-Sandinya perbaiki diri terlebih dahulu. Tetapi mau sampai kapan?? Orang seusia mereka sudah susah dibentuk dan diarahkan. Kalau dah busuk, sampai tua pun akan busuk.
Jadi, satu-satunya harapan kita adalah terus mengawal mereka dan berharap lebih sedikit uang tersia-siakan dengan proyekan tidak jelas dan operasional tidak tercatat. Dan terus gembar gemborkan supaya Gubernur Anies terus giat berkerja dan menyelesaikan proyek yang ada. Bisa malu kita jadi tuan rumah Asian Games kalau Ibukota masih semrawut.
Mari kita dukung mereka dengan terus mengingatkan dan memblow up kalau ada anggaran dan proyek tidak jelas.
Salam Rumah Lapis.