Sampai sekarang saya meyakini benar bahwa Media Sosial akan menjadi sebuah kekuatan yang menentukan perubahan negeri ini. Perubahan bisa jadi lebih baik dan perubahan bisa jadi lebih buruk. Karena itulah istilah proxy war atau perang medsos terus menjadi salah satu sarana memperjuangkan perubahan.
Itulah yang menjadi jalan yang saya ambil untuk banyak terlibat dalam perkembangan bangsa dan negara ini. Mungkin ada yang menyatakan bahwa itu semua hanya kebetulan, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang sudah kita ramaikan di medsos akan menjadi sebuah perhatian pemerintahan.
Karena itu, ketika ada isu perayaan Natal di Monas dan yang menginisiasi adalah kader Gerindra, serta merta saya langsung pasang gigi 4 untuk giat menulis dan meyerang perayaan Natal tersebut. Mengapa?? Karena kalau sudah masuk kader Gerindra maka yang ada Natal hanya akan jadi ajang pencitraan politik.
Apalagi gayung bersambut juga terjadi saat PGI berama Keuskupan Jakarta serta Pembimas ikut melakukan penolakan. Tentu saja hal ini membuat saya kembalikan menulis mengenai perayaan Natal tersebut. Tujuannya jelas, untuk membatalkannya.
Karena jujur saja sejak awal, saya sudah menduga bahwa Gubernur Anies ini akan dicitrakan sebagai Gubernur yang toleran. Hal ini penting dilakukan untuk mengimbangi citranya kepada kaum radikal. Saya pernah mengilustrasikan sikap Gubernur Anies ini seperti orang yang kapitalis tetapi mau tampak komunis. Itu namanya munafik.
Dan usaha untuk membuat Gubernur Anies dicitrakan toleran itulah yang membuat saya dengan gencar menulis supaya perayaan Natal di Monas dibatalkan. Dan ternyata, hal itu berbuah manis. Hari ini saya membaca berita online bahwa perayaan Natal di Monas dibatalkan dan akan difokuskan di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat.
Akhirnya perayaan Natal bebas dari politisasi dan batal menjadi ajang pencitraan tolerannya Gubernur Anies dalam mengijinkan Monas sebagai tempak kegiatan keagamaan. Kalau bisa sih menurut saya, tidak perlu ada umat agama lain yang memakai Monas untuk acara keagamaan mereka.
Mengapa?? Biarlah Monas hanya jadi acara politik para penjual agama yang tergabung dalam komunitas 212. Melakukan kegiatan keagamaan di Monas hanya akan merendahkan kesakralan agama tersebut. Karena Monas saat ini sudah jadi simbol perjuangan politik 212.
Gubernur Anies memang punya kepentingan supaya ada agama lain melakukan kegiatan keagamaannya di Monas supaya tidak terlihat pro 212. Padahal memang kenyataannya kiblat politik Gubernur Anies adalah 212.
Terlepas dari itu semua, saya hari ini sangat senang. Setelah beberapa orang yang mulai eneg melihat Anies-Sandi dan bahkan mulai ada larangan menulis serta menghebohkan Anies-Sandi, saya tetap konsisten menulis tentang mereka. Karena saya tetap percaya melakukan kontrol di media sosial selalu ada efeknya.
Jadi, kalau ada yang mau bergabung dan terlibat dalam menulis dan bahkan share tulisan-tulisan Indovoices saya sangat senang. Supaya kita bersama-sama terlibat dalam mengawal Jakarta dan juga Indonesia. Tidak perlu harus menulis, meramaikan juga akan sangat signifikan perjuangannya.
Kalau Gubernur Anies akhirnya membatalkan perayaan Natal di Monas karena dihebohkan di media sosial, yakinlah bahwa untuk hal lain kita juga bisa lakukan. Yang penting energi kita mencintai negeri ini tidak terbatas dan akhirnya bisa terus bersemangat mengawal Anies-Sandi.
Lalu apa kabar Gerindra?? Semoga mereka belajar dari pengalaman ini untuk tidak mempermainkan Natal untuk jadi ajang pencitraan.
Salam Natal Tidak Jadi di Monas.