Akhirnya semua orang yang takut bahwa Jakarta akan mendapatkan seorang bos, bukan abdi atau pelayan masyarakat sebagai kepala daerah benar-benar terbukti. Belum saja dilantik, Gubernur terpilih, Anies Baswedan menunjukkan sikap bak bos dan raja dalam sesi pemotretan di daerah Pejaten.
Sikap Anies yang suka ngebos sebenarnya sudah banyak yang menyatakannya, tetapi sepertinya banyak warga DKI yang sudah terhasut dan pemikirannya dibutakan dengan isu SARA. Sehingga, meski sudah tahu bahwa pemimpin model Anies yang suka ngebos dan Sandiaga yang namanya terdapat di Panama Papers tetap saja memilih mereka.
Alasannya apalagi kalau bukan masalah ancaman SARA dan juga budaya Ogah Kerja Ogah Capek. Kalau Ahok-Djarot mendisiplinkan mereka untuk berkerja, maka Anies-Sandi tidak. Bahkan Anies-Sandi menjanjikan KJP bisa tunai. Hal yang tentu saja menggiurkan bagi warga. Mendidik?? Jelaslah tidak. Inilah mungkin juga penyebab Anies direshuffle dari posisi Menteri Pendidikan.
Dalam sesi foto Anies kita bisa melihat bagaimana nantinya Jakarta ke depan. Kalau Anies bilang mulai senin perubahan akan di mulai di Jakarta, maka salah satunya, menurut saya, adalah perubahan konsep kepemimpinan. Kalau dulu kita temukan Gubernur melayani dan dekat dengan rakyatnya, maka ke depan kita akan menemukan Gubernur dilayani dan jauh dari rakyatnya.
Fakta ini bisa kita lihat dari perbandingan bagaimana gaya Anies Baswedan dengan 3 Gubernur sebelumnya. Bahkan kalau mau dikatakan, Anies ini antitesisnya kepemimpinan Jokowi, Ahok, dan Djarot. Hal ini juga terang-terangan disampaikan Anies dalam sebuah kesempatan, dia mengatakan menolak konsep pemimpin yang melayani. Anies menerapkan konsep bergerak bersama.
Kalau mau jujur, konsep gerak bersama itu sebenarnya hanya modus supaya dia bisa tenang dan nyaman tanpa perlu capek. Lalu apa yang terjadi saat dia menjadi Menteri pun sangat mungkin terulang. Ada kekeliruan anggaran 23,3 triliun. Anggaran yang besar tetapi hanya dianggap sebagai kekeliruan. Padahal jelas ini adalah salah seorang pemimpin.
Anies memang bukanlah seorang yang tahu bagaimana melayani, Anies sepertinya dibentuk dalam konsep keluarga dan budaya yang membuat dirinya lebih memahami kepemimpinan dilayani daripada melayani. Sangat jauh berbeda dengan Jokowi, Ahok, dan Djarot yang hidup dalam sebuah konsep dan budaya melayani. Bahkan untuk hal yang kecil sekali pun mereka akan kerjakan tanpa bantuan.
Hal inilah yang tidak bisa dilakukan oleh Anies Baswedan. Dalam sesi foto kita melihat bagaimana seorang ajudan dengan sikap seperti bawahan yang sungkan dan enggan memberikan sapu tangan. Bahkan saat duduk di warung, Anies juga dengan sangat cueknya menerima kursi yang diganti tanpa menoleh dan mengucapkan terima kasih. Sebuah sikap yang eneg rasanya.
Dilirikpun tak, apalagi mengucap terima kasih pada bapak yang angkat kursi dan menempatkannya persis di bawah pantat sang penguasa. pic.twitter.com/cplx3wcApg
— Saidiman Ahmad (@saidiman) October 15, 2017
Saya bkn blusukan, tapi saya akan datang untuk dengar, ngobrol, diskusi. Saya tdk mau pencitraan dgn blusukan
-Anies Baswedan 19 Des 2013 pic.twitter.com/GOAaFeIjdl— el diablo (@digembok) October 15, 2017
Bagi kita yang paham benar kebutuhan dan konsep seorang kepala daerah adalah pelayan masyarakat dan bukan dilayani masyrakat, maka sebenarnya sosok Anies bukanlah sosok yang tepat menjadi kepala daerah. Anies memang lebih cocok jadi bos perusahaan atau seorang dosen saja. Anies jelas adalah sebuah bentuk kepemimpinan masa lalu dan tidak sesuai dengan kebutuhan jaman sekarang.
Tetapi apalah lagi yang bisa dilakukan jika ternyata sekarang faktanya Jakarta tidak lagi dapat seorang pelayan dan pekerja keras melainkan seorang bos yang sukanya cuman perintah-perintah. Maka siap-siaplah kalau nantinya perubahan tidak banyak terjadi. Dan siap-siaplah kita semua akan melihat adegan-adegan ngebos yang buat mual. Tetapi itu semua adalah fakta yang harus diterima.
Lalu salahkah Anies?? Tidak salah. Yang salah adalah kita yang membiarkan seorang pemimpin model ngebos jadi pemimpin di Jakarta. Dan kemungkinan besar, model begini juga akan menjadi saingan Presiden Jokowi untuk Pilpres 2019. Kalau yang tampil adalah sosok Anies, maka siap-siaplah Indonesia akan hancur. Dan ini memang sudah disiapkan.
Lalu apakah kita kembali terlambat seperti saat membela Ahok?? Saya pikir sudah saatnya kita jangan terbuai dan silent lagi. Kita harus bangkit. Biarlah Ahok jadi satu-satunya korban atas sikap apatis dan ketidakpedulian kita. Tetapi sekarang saatnya kembali kita bergerak dan kembali memenangkan persaingan. Kita berhasil tahun 2012 dan 2014 membawa perubahan di Jakarta dan Indonesia.
2017 kita kalah gara-gara SARA, maka 2019 kita harus menang. Ini demi tegaknya NKRI dan Pancasila. Kalau 2019 kita kalah maka perubahan mungkin akan hadir 10 atau 20 tahun lagi. Sekarang kita harus pertahankan momentum dan mulai maju sebagai sebuah bangsa. Mari kita bersama bergerak dan suarakan pekik NKRI dan PANCASILA. Salah satu caranya adalah gabung menulis di Indovoices dan meramaikan Indovoices.
Mari jangan sampai kita dua kali menyesal. Pemimpin melayani diganti dengan pemimpin dilayani.
Salam Pemimpin melayani.