Dalam berpolitik tidak ada salahnya memang kalau saling berjumpa dan saling menemui. Apalagi dalam berpolitik, lebih baik mencari banyak teman daripada banyak musuh. Karena itu, janganlah heran saat orang-orang yang berasal dari garis politik dan ideologi berbeda pada akhirnya bisa saja berkoalisi.
Hal ini juga sepertinya sedang dilakukan oleh Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Siti Hediati Hariyadi atau dikenal Titiek Soeharto. Setelah sebelumnya bertemu dengan Presiden Jokowi, kini Mbak Titiek bertemu Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kediaman pribadinya, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2017).
Mbak Titiek tidak datang sendiri melainkan bersama Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI). Mengapa Mbak Titiek harus ikut serta dalam kunjungan yang sebenarnya adalah untuk menyampaikan undangan kepada Megawati menghadiri Apel Kebangsaan Bela Negara FKPPI pada Sabtu (9/12/2017) besok?? Nah ini yang harus coba kita telaah betul.
Karena belum apa-apa, pertemuan Mbak Titiek dengan Presiden Jokowi saja sudah dianalogikan sebagai sebuah konsolidasi politik tingkat tinggi. Padahal kalau mau jujur, dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi, Mbak Titiek selalu hadir bukan dalam rangka pembicaraan politik, melainkan mengenai FKPPI dan juga peresmian venue panahan dimana Mbak Titiek adalah Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Panahan Indonesia (Perpani).
Tetapi apakah pertemuan tersebut hanya akan diberitakan sebagai pertemuan tanpa pembicaraan politik?? Tentu saja tidak. Meski mengaku hanyalah sebuah acara yang tidak ada kaitan dengan politik, pertemuan tetap saja akan dimaknai sebagai sebuah manuver politik. Karena hal itu akan melekat dalam semua tindakan politisi.
Itulah mengapa, saat saya dengan sangat keras mengubek rencana perayaan Natal di Monas. Kalau bukan seorang politisi yang mengusulkan dan malahan ini dari sesama Gerindra yang meminta ijin dan memberi ijin, maka saya paling tidak setuju. Ini sudah sangat jelas hanya akan dijadikan ajang pencitraan politik. Dan bagi saya ini adalah hal yang sangat rendah karena termasuk kategori jualan agama dalam politik.
Kalau acara Natalnya yang akan mengadakan bukan dari seorang politisi sih saya akan dukung. Tetapi kalau dari Gerindra sudah bisa dipastikan ini adalah kepentingan pencitraan politik. Seperti yang sudah saya tuliskan, ini adalah untuk membersihkan image Gubernur 212.
Karena itu, pertemuan Mbak Titiek ke Presiden Jokowi dan juga Megawati mau tidak mau, suka atau tidak, akan dikaitkan dengan memanasnya suhu politik Golkar menuju Munaslub pemilihan Ketua Umum Golkar pengganti Setya Novanto. Apalagi praperadilan Novanto sepertinya akan gagal karena KPK sudah gerak cepat untuk menyidangkan Novanto.
Apakah Mbak Titiek akan maju menjadi calon Ketua Umum?? Apakah Mbak Titiek akan kembali merebut Golkar kembali ke pangkuan Cendana setelah Tommy Soeharto gagal melakukannya?? Inilah yang menarik untuk dinantikan. Semua saat ini masih cair dan manuver Airlangga Hartanto juga menarik untuk diamati.
Kalaulah seandainya Mbak Titiek menjadi Ketum Golkar, apakah Golkar tetap mendukung Presiden Jokowi?? Kalau masih mendukung, siapkah kita melihat ada Cendana dalam kesuksesan Presiden Jokowi?? Sebuah pertanyaan yang menurut saya harus kita renungkan dengan cara Nelson Mandela mendamaikan Afrika Selatan saat dia menjadi Presiden dan membangun negerinya.
Walau saya juga masih terluka dengan dosa Bapaknya Mbak Tutut, tetapi kalau benar-benar berubah dan mau bersama-sama membangun Indonesia dengan cara yang benar, maka tidak ada salahnya mendapatkan dukungan mereka. Karena jujur saja, kalau tidak ditarik, Cendana ini bisa jadi masalah. Lihat saja bagaimana Ahok berhasil mereka jatuhkan melalui aksi 212.
Siapkah para pendukung Jokowi?? Saya ragunya sih pasti banyak yang tidak siap. Bagaimana dengan anda??
Salam Dua Periode.