Seorang Netizen dengan sangat telak menohok logika bodong bin kosong dari Wakil Gubernur, Sandiaga Uno, terkait penghapusan laporan pertanggungjawaban (LPJ) RT dan RW. Meski pernyataan penghapusan ini sudah diubah dengan memodifikasi dan mengubah, tetap saja pada prinsipnya Anies-Sandi tidak ingin RT/RW direpotkan dengan urusan administrasi.
Netizen dengan nama akun Ryyan Soma Al Qolbi @Ryyan08 dengan telak menyindir pernyataan Sandiaga yang menyebutkan bahwa laporn LPJ RT dan RW hanya menjadi tumpukan yang tidak bermakna sama sekali. Ryyan pun meresponinya seperti berikut ini..
Pak
@sandiuno usulin donk ke@mendiknas hapuskan skripsi S1 krn cuman jd TUMPUKAN TIDAK BERMAKNA di kampus cc pak@aniesbaswedan
Apa yang dinyatakan oleh netizen ini dalam logika bodong bin kosongnya Sandiaga menjadi sesuatu yang masuk akal. Kalau memang LPJ itu hanya akan menjadi tumpukan yang tidak bermakna sama sekali, maka sama saja sedang menyatakan semua laporan tertulis juga seperti itu, bahkan juga dengan skripsi.
Dan kalau memang Sandiaga tahu betapa susah dan ribetnya mengerjakan skripsi, maka sudah seharusnya Sandiaga juga mengusulkan ke Mendikbud untuk menghapus soal skripsi tersebut. Kalau mau dibandingkan, RT Jakarta ada 33.000 dengan mahasiswa di Indonesia yang jumlahnya jutaan, maka usul Sandiaga lebih bermanfaat jika diterapkan oleh Mendikbud.
Tetapi saya ragu kalau Sandiaga ini model orang yang mengerjakan sendiri skripsinya. Mungkin saja, dengan kebodongan logika dan nalarnya, Sandiaga ini termasuk orang yang membayar jasa pembuatan skripsi mulai dari S1 sampai S2nya. Karena kalau memang dia mengerjakan skripsinya, maka dia akan paham mengapa pentingnya melakukan pelaporan tersebut.
Saya juga meragukan kualitas Sandiaga sebagai seorang pengusaha jika menganggap bahwa LPJ tersebut hanya menjadi tumpukan tidak bermakna sama sekali. Coba tanya sama tukang botot dan tukang gorengan, bagi mereka itu akan menjadi tumpukan yang sangat bermakna dan bisa menghidupi anak isteri.
Sandiaga bisa mensortir laporan satu tahun tersebut dimasukkan dalam laporan yang lebih besar dan kemudian masukkan dalam file, lalu amankan dalam data base dengan data penyimpanan besar. Lalu tumpukan tersebut bisa diberikan kepada tukang botot atau tukang gorengan. Dan itu akan membuat semua bisa menjadi bermakna.
Sandiaga seharusnya sadar bahwa sebagai seorang pengusaha dia harusnya adalah orang yang paling ketat dalam hal pertanggung jawaban keuangan, tetapi ternyata kualitas seorang pengusahanya bukanlah pengusaha dengan mengandalkan kerja keras tetapi mengandalkan tipu menipu. Salah satu buktinya adalah pelaporan kasus pemalsuan surat dan kuitansi yang diduga dilakukan Sandiaga.
Anehnya, kebodongan dan kedunguan Sandiaga ini, malah diartikan berbeda oleh banyak orang. Ada yang bilang bahwa ini adalah strategi mereka terlihat bodoh dan mengalihkan isu. Padahal, mereka ini memang bodoh dan tidak tahu bagaimana mengelola birokrasi. Lah pengalaman saja tidak ada dan rekam jejak mereka ini malah suka tipu-tipu.
Kita harus bedakan mana yang memang bodong otaknya dan mana yang strategi. Terlalu natural kalau mereka ini akting menjadi orang bodong dan dungu. Memang mereka tidak kapabel menjadi seorang kepala daerah dan parahnya mereka tidak mau belajar malah sok tahu.
Karena itu, tidak heran orang-orang awam seperti netizen tadi bisa menelanjangi kebodohan dan kedunguan Sandiaga. Dan inilah yang akhirnya menjadi lagi sebuah bukti bahwa gelar pendidikan tidak menentukan kecerdasan dan logika kita. Buktinya Menteri KKP Susi Pudjiastuti saja bisa punya logika dan kepintaran melampaui pendidikannya.
Jadi, stop bilang mereka ini sedang akting atau lagi melakukan strategi, ini jelas-jelas adalah memang mereka yang bodong dan aslinya suka tipu-tipu anggaran.
Salam Bodong.