Siapa menyangkal bahwa Jakarta macet gila-gilaan dua tahun belakangan ini. Dan tidak perlu studi banding apalagi pantauan drone untuk mencari penyebabnya. Sudah sangat clear dan gamblang dijelaskan oleh Ahok bahwa Jakarta akan macet ekstrem sampai selesainya pembangunan MRT, LRT, pembangunan pedestarian, hingga digebernya perbaikan trotoar dan saluran air hampir di seluruh ruas jalan Ibu Kota.
Tahun depan kita menyambut gelaran Asian Games sebagai Tuan rumah. Tentu akan sangat memalukan kalau kita kedatangan tamu dari berbagai negara tetapi kondisi “rumah” berantakan. Ahok dan Djarot tentunya tak mau disalahkan, maka tidak ada pilihan lain selain pengerjaannya dikebut.
Adalah aneh bin ajaib kalau Sandi, Bapak Kepala Negara eh Wakil Gubernur kita ini malah menuding bahwa pejalan kaki adalah penyebab macetnya di Tanah Abang. Tidak tanggung-tanggung, pejalan kaki menjadi “Runner up” penyebab macetnya Tanah Abang. Sedangkan PKL ada diurutan terakhir penyebab kemacetan.
Berikut hasil kajian Sandi :
“Ternyata ya kesemrawutan itu satu pembangunan jalan, nomor dua tumpahnya pejalan kaki yang keluar dari stasiun tanah abang dan banyak angkot, parkir liar, ” kata kata Sandi di Balai Kota Jakarta, Senin (6/11/2017).
“PKL ada, tapi jumlahnya enggak banyak. Cuma di bawah 300 jumlahnya, jadi kalau ditata enggak akan keluar,” ujar Sandi.
sumber: liputan6.com.
Kalau mengacu pada analisa Sandi, pejalan kaki adalah penyebab kemacetan, lalu apakah akan dilakukan penertiban pejalan kaki ? Malang benar nasib pejalan kaki
Ini terlihat menarik, Ahok memperbaiki trotoar untuk para pejalan kaki sekaligus ramah bagi difabel malah pejalan kaki oleh Sandi Uno dituding jadi penyebab kemacetan. Logikanya enggak masuk. Semua stasiun ya pastilah ramai, mobilitas masyarakat tinggi, berarti roda ekonomi sedang menggeliat. Apa mereka berjalan memakai badan jalan? Kan tidak. Kalaupun iya itu karena trotoar yang menjadi hak pejalan kaki direnggut oleh para PKL dan parkir liar.thats it !!
Saya menduga apa ini ada kaitannya dengan dilibatkannya preman dalam penataan Tanah Abang ? bisa jadi. Menyedihkan memang kalau melihat kenyataan ini. Preman,Orang yang selama ini membuat kita sengsara malah diajak kerjasama, sedangkan kita rakyat yang memilih Anies-Sandi, berharap ada perubahan nasib malah dituding sebagai biang kemacetan. Bukan cuma getir tapi juga menyakitkan.
Sudah jelas, Tanah Abang dari jaman old sampai sekarang problemnya ya itu-itu saja. Wilayah itu dikuasai preman. PKL di trotoar dan badan jalan, Parkir liar, angkot ngetem sembarangan. Tiga faktor itu menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan yang bikin semrawut Tanah Abang. Bagaikan lingkaran setan yang sulit dicari mana ujung dan mana pangkalnya.
Jika hanya penertiban dari satpol PP yang tidak berkelanjutan, akan sia-sia saja. Mengapa ? Karena yang menertibkan dan yang ditertibkan orangnya sama. Pasti akan balik lagi. ha..ha.. Makanya pada saat haji Lulung mengatakan siap membantu Gubernur membenahi Tanah Abang, saya menjadi pesimistis. Bukanya apa-apa, jika memang Haji Lulung itu tulus, mengapa baru sekarang berniat membantu, kenapa tidak sejak zaman Ahok dulu ?.
Padahal andai saja mereka ini mau sedikit belajar dari Ahok, permasalahan kemacetan di Tanah Abang ini sudah ada solusinya. Enggak usah susah- susah menganalisa dan mengkaji, Ahok sudah merintis jalannya, tinggal meneruskan penertiban-penertiban dan menempatkan petugas agar PKL dan parkir liar tidak menjamur lagi dan semua berjalan sebagaimana mestinya.
Hanya saja memang dibutuhkan konsistensi ketegasan dan keberanian untuk mengeksekusinya. Hal yang selama ini kita ragukan dari Anies-Sandi Uno.
Namun sepertinya mereka benar-benar tidak mampu. Belum ada tindakan nyata, sepertinya semua baru dalam tahap dikaji, dikaji dan dikaji, baru masalah masalah dan masalah yang akan dipetakan satu per satu. Kelamaan bapak !!
Dua putaran kampanye, blusukan ke 1000 titik, dibentuk tim sinkronisasi nyatanya hasilnya nihil. Hanya menghambur-hamburkan uang yang tidak jelas. Hampir sebulan tidak ada “gebrakan yang berarti” yang ada malah cuma “gerakan berlari”. Enggak penting banget !!
Sepertinya memang tidak ada skala prioritas dalam konsep kerja Gubernur Anies. Tidak jelas mana yang : “Urgent and Important”, ” Urgent but not Important”, “Important but not Urgent”, dan mana yang “not Important and not Urgent”. Tidak fokus akhirnya enggak jelas hasilnya. Lihat saja Sandi kelihatan bangga dengan tidak diperpanjangnya ( bukan ditutup ) Alexis. Padahal kalau menurut saya itu masuk kategori yang ” Not important and not Urgent” alias enggak penting-penting amat.hemm…Yang paling mendesak ya pastilah kemacetan dan banjir. Dua momok itulah yang seharusnya menjadi top priority Anies Sandi.
Terakhir, saya berharap Sandi segera melakukan terobosan. Tidak usah lagi memberikan penjelasan ke media jika langkah konkretnya belum jelas. Bukan apa-apa, dengan kata-kata dan penjelasan Bapak yang sulit dimengerti publik, warga akan semakin membandingkan Bapak dengan Ahok.
Namun jika soal Tanah Abang saja sudah sedemikian buntu, terobosan terasa sangat sulit dilakukan maka tidak ada jalan lain. Ada baiknya Gubernur Anies dan pak Wagub segera berkunjung ke Mako Brimob. Mau tidak mau, mereka harus menemui Ahok, “Pakar-nya Jakarta”. Siapa tahu mereka segera mendapatkan pencerahan bagaimana menghandle permasalahan Jakarta.
Selamat berkunjung ke Mako Brimob!