Jangan remehkan kemampuan sebuah ucapan kebencian dan fitnah maupun hoax yang diucapkan berulang-ulang. Orang yang awalnya manusia biasa bisa jadi binatang dan membunuh manusia dengan riang gembira. Tidak perlu jauh-jauh memakai contoh Hitler di Jerman pada masa Nazi, cukup balik ke masa pembantaian PKI. Kebencian membuat manusia bisa merasa benr saling membunuh.
Karena itu, jangan pernah juga sepelekan ketika seorang pejabat publik dan seorang pemimpin yang salah bicara saja tetap menang semodel Anies Baswedan. Ketika masa kampanye saja, Anies dengan program rumah DP 0% dan juga program menolak reklamasi dipercayai, maka apapun yang diucapkan oleh Anies bisa menjadi kebenaran bagi para pemujanya.
Itulah mengapa saat Anies menyampaikan isu mengenai pribumi dan non pribumi, maka saya sontak menjadi orang yang paling sigap menyerang. Karena kalau ini tidak dilakukan, maka bisa berbahaya ke depannya. Apalagi Anies bukan orang yang berhenti dengan ambisi sebagai seorang Gubernur Jakarta, Anies punya ambisi menjadi Presiden.
Sejalan dengan pemikiran saya, seorang pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi, menilai apa yang sedang dilakukan Anies ini adalah sebuah strategi politik yang canggih. Istilahnya, Anies sedang melakukan testing the water melihat berapa besar kemungkinan dia maju Pilpres dengan melempar isu pribumi dan non pribumi. Apalagi dengan basis kemenangan mencengangkan di Pilkada Jakarta, Anies seperti sedang merasa di atas angin.
Anies pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk merengkuh ambisi terbesarnya menjadi Presiden. Dan ternyata, Anies mendapatkan sebuah angin segar untuk nanti maju sebagai calon penentang Presiden Jokowi. Beginilah hasil analisi singkat Burhanuddin Muhtadi…
Burhanuddin Muhtadi @BurhanMuhtadi
Strategi politik yg canggih. Mereka yg meributkan istilah pribumi juga bukan pemilihnya di pilkada lalu, dan juga bukan captive-nya di 2019
Anies ini memang orang yang pantang dikasih hati. Dia pasti akan minta jantung. Kalau Presiden Jokowi harus bersiap-siap menghadapi serangan Anies dengan isu pribumi dan non pribumi, maka Prabowo bakalan lebih menyedihkan, dia akan dipaksa memilih Anies maju atau akhirnya membiarkan Anies diambil porors tengah.
Prediksi saya sih kalau nanti Prabowo memaksa maju, maka akan ada 3 capres dengan dukungan PDIP, Nasdem, Hanura, PKB/Golkar mengusung Jokowi. Gerindra dan PKS/Golkar mengusung Prabowo. Terakhir Demokrat, PAN, dan PPP mengusung Anies. Kalau Anies diusung Demokrat, maka jatah wapres kemungkinan besar untuk AHY.
Nah, kejadian di Pilkada Jakarta bisa terjadi lagi. Presiden Jokowi akan diserang isu PKI, Pribumi, Asing, Aseng, Islamophobia, dll untuk menjatuhkan pamornya. Lalu bagaimanakah nasib Presiden Jokowi?? Saya tidak berani memprediksinya gara-gara kekalahan telak Ahok kemarin.
Bisa saya katakan, HTI dan FPI serta PKS benar-benar berhasil menumbuhkan Islam radikal dan ekstrimis di Indonesia. Isu SARA dan politisasi agama berhasil mereka jadikan komoditas politik memenangkan Pilkada Jakarta. Dan iklim itu coba dimanfaatkan oleh Anies Baswedan.
Dan lihat saja, setelah Anies menyampaikan isu pribumi dan non pribumi, spanduk kebangkitan pribumi muslim dipasang di Balai Kota. Sebuah strategi politik dan kampanye SARA yang sangat luar biasa. Saya sangat setuju kalau Setara menyebutkan visi politik Anies adalah rasisme.
Lalu apakah ini bisa dicegah?? Tentu saja bisa. Kita ada waktu dua tahun untuk mencegah isu rasisme ini kembali menang di Indonesia seperti saat Pilkada Jakarta. Presiden Jokowi sudah memulainya dengan mengeluarkan Perppu dan nantinya akan disahkan dengan mulus di DPR. Tetapi perjuangan itu sia-sia kalau kita tidak bergerak di akar rumput.
Itulah mengapa saya perlu dengan keras dan lantang dan bahkan akan terus mengatakannnya tanpa bosan dalam tulisan-tulisan saya bahaya laten rasisme ini. Dan berbahayanya lagi kalau rasisme ini berubah menjadi fasisme. Saya bukan sedang menakut-nakuti, tetapi saya ingin memberikan peringatan kepada kita untuk tidak berleha-leha dan bersantai-santai.
Ketika Anies sudah bunyikan genderang perang ideologi, maka kita harus jawab dengan memperkuat barisan dan mengambil kembali para swing voters dan pemilih baru di Pilpres 2019. Caranya?? Sekali lagi dengan bergerak ke akar rumput. Sekalian juga promosikan media opini IndoVoices sebagai sebuah media opini baru untuk memperluas dan memperkuat penangkal serangan mereka dan penebar kewarasan kepada yang sudah terjangkit.
Ingat kasus Ahok. Jangan kita menyesal untuk kedua kali dari para penganut paham rasisme ini. Cukuplah Ahok saja jadi korban, jangan sampai Presiden Jokowi juga kalah gara-gara kita apatis dan diam. Mari bergabung dalam gerakan melawan para rasisme ini.
Salam LAWAN RASIS!!