Musim pemilihan kepala daerah memang ibarat musim panen bagi para pengangguran dan warga miskin. Di musim Pilkada inilah mereka diperlakukan bak anak kecil yang apa saja permintaanya dituruti (baca: kontrak politik) oleh para calon pemimpin daerah.
Saking sepoi-sepoinnya angin surga yang dijanjikan para calon, banyak orang yang kemudian berkelakar “kalau bisa pilkada diadakan setiap tahun, biar kami rakyat miskin di perhatikan terus”.
Tren seperti ini sebenarnya sudah lama terjadi. Dari tahun ke tahun gelaran pemilu, selalu wong cilik dijadikan obyek kampanye, apa saja dijanjikan bahkan yang tidak rasional sekalipun.
Puncaknya tentu saja Pilkada DKI Jakarta lalu dimana janji-janji dan kontrak politik Anies-Sandi sangat tidak rasional dan tidak mendidik.
Sebut saja Kartu Jakarta Pintar plus yang katanya bisa dicairkan. Inilah kebijakan paling buruk yang pernah saya dengar, bayangkan saja kartu yang khusus diberikan kepada siswa tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya malah mau dikasih uang tunai, pasti akan sangat rawan diselewengkan. Masih mending kalau uangnya buat beli jajan, lha kalau dibeliin pulsa, rokok, ganja atau miras oplosan apa tidak kacau nantinya.
Bukan itu saja, Anies-Sandi juga menjanjikan rumah tanpa DP di Jakarta, 200.000 lapangan kerja baru lewat OK-OC, menghentikan reklamasi, menata kampung kumuh tanpa menggusur dan masih banyak lagi yang tidak masuk akal.
Saking sulitnya dicerna dengan nalar, Ahok yang menjadi lawan debat saat itu sempat mengatakan jangan berbohong kepada rakyat hanya demi pilkada. Tetapi, faktanya justru Anies-Sandi berhasil memenangkan pilkada.
Dan seolah ingin meniru keberhasilan Anies-Sandi dengan menjual janji tak masuk akal, calon gubernur Jawa Tengah yang diusung partai Gerindra, Sudirman Said pun melakukan hal yang sama dengan menjanjikan lima juta lapangan kerja dalam lima tahun kedepan.
Hal ini diungkapkan Sudirman saat debat pertama calon gubernur dan wakil gubernur tadi malam. Sontak saja pernyataan Sudirman Said ini mendapat reaksi dari Ganjar Pranowo, lawan debatnya yang juga calon petahana. Ganjar geleng-geleng kepala sambil tersenyum tidak habis pikir dengan janji Sudirman yang nyaris mustahil.
Ganjarpun kebingungan sampai minta diajari Sudirman bagaimana caranya menciptakan lima juta lapangan kerja baru dalam lima tahun ditengah lesunya perekonomian global.
“Saya terkejut, kesempatan kerja 5 juta dalam 5 tahun. Kalau itu dilakukan, saya pengin diajari formula apa yang bisa membuka lapangan kerja. Silakan Gus Dirman.
“Mungkin yang nganggur selesai, tapi 3 tahun berikutnya untuk siapa? Membentukkan itu kayaknya enggak mungkin,”
Ganjar Pranowo-kompas.com
Untung saja Sudirman Sa’id agak kurang lihai beretorika, ditanya seperti itu oleh Ganjar jawabannya datar dan kurang meyakinkan. Coba yang ditanya begitu si Anies, sudah pasti muter sana dan muter sini jawabannya…
Gus Dirman! janji bolehlah janji, tetapi mbok ya o janganlah yang tidak masuk akal seperti itu, kasihan warga Jawa Tengah yang sudah terlalu berharap banyak nggak taunya cuma bisa melongo makan janji kaya’ warga Jakarta . Ngono yo ngono tapi mbok yo ojo ngono, Gus…
Lihatlah apa yang terjadi di Jakarta, Gus! bukannya lapangan kerja baru yang tercipta, malah para karyawan banyak yang dirumahkan…
Kekhawatiran saya ternyata menjadi kenyataan. Akibat janji tak rasional Anies dan Sandiaga bisa menang, daerah lain ikut-ikutan koplak.
Sepertinya apa yang dulu dikatakan Ahok “membohongi warga hanya demi pilkada” akan berlanjut ke pemilihan presiden tahun depan. Apalagi kalau gubernur Anies jadi maju menjadi capres atau cawapres, siap-siap saja mendengar retorikanya dalam kampanye nanti.
Seperti yang sudah pernah saya tulis sebelumnya, saya membayangkan nanti ada capres yang kampanye seperti ini :
“Jika nanti kami diberi amanah menjadi presiden kami akan memastikan tidak akan mengimpor beras dan bahan pangan lainnya karena ini menyangkut nasib petani kita, angka kemiskinan akan kita turunkan 10%”.
“Listrik akan kita gratiskan, Gas 3 Kg akan kami jual Rp 5000 saja untuk rakyat miskin, BBM akan kami subsidi 100%…Apakah bisa dilakukan? Bisa! Kami sudah membuktikan di Jakarta. Kuncinya adalah keberpihakan, ketika ada keberpihakan muncul solusi…bla..bla..bla.
Jika hal itu benar-benar terjadi, bisa-bisa 2019 ganti presiden menjadi kenyataan. Tetapi mudah-mudahan tidak, karena sepertinya rakyat sudah belajar dari pilkada Jakarta. Bagaimana menurut sahabat Indovoices?..
Selamat obral janji!