Sekjen Forum Umat Islam Al-Khaththath (untuk selanjutnya saya sebut Al-Gatot saja, untuk mempermudah penulisan) mengungkapkan kekecewaan Alumni 212 terhadap PKS-PAN-Gerindra. Pria yang nama aslinya Gatot Saptono tersebut, mengungkapkan, dari 5 tokoh yang ditawarkan Alumni 212 ke PKS-PAN-Gerindra, tak satu pun diusung menjadi calon kepala daerah. Salah satunya adalah di Pilgub Jatim, di mana alumni 212 mendukung La Nyalla Mattalitti.
Selain Jatim, wilayah lainnya yang disorongkan oleh Presidium 212 untuk direkomendasikan sebagai kepala daerah pilkada 2018 adalah Kota Bogor dan Kota Cirebon.
Di Kota Bogor sendiri, Alumni 212 menyodorkan nama Nur Sukma. Namun yang diusung oleh PKS dan Gerindra adalah Ahmad Ruyat. Sedangkan PAN mengusung kadernya sendiri, sekaligus incumbent Bima Arya. Menurut PAN, Bima juga merupakan alumni Aksi 212.
Dan di Pilwalkot Cirebon, alumni 212 juga menyorongkan nama Dede Muharam. Namun, PAN lebih memilih Siswadi jadi cawalkot Cirebon.
Sebelum saya lanjutkan, kita flashback ke belakang sedikit. Sebenarnya saat demo 212 dulu itu, banyak orang sudah menyadari bahwa demo tersebut kental dengan muatan politis. Namun tentu saja tuduhan tersebut selalu disanggah oleh kelompok 212 dan para pendukungnya yang mengatakan demo tersebut adalah murni untuk membela agama. Benarkah demikian?, baca terus sampai kebawah.
Seperti yang kita ketahui, ketika Ahok menjabat, banyak yang tidak senang terhadap beliau, selain pengusaha hitam dan oknum pemprov, anggota Dewan juga banyak yang kelaparan karena kerannya tersumbat sehingga tidak bisa korupsi.
Berbagai cara pun dipakai untuk menjatuhkan Ahok, namun semua mengalami kegagalan. Hingga akhirnya Ahok terselip lidah tentang Al-Maidah. Musuh-musuh Ahok pun memanfaatkan celah tersebut dengan menggoreng isu penistaan agama serta memperalat aksi-aksi demo yang dilakukan oleh kaum radikal.
Aksi demo berjilid-jilid pun di gelar, bertopengkan tuduhan penistaan agama dan alasan membela agama, para pengikut kaum radikal mampu dikelabui. Sebagian berkeyakinan bahwa demo yang dilakukan adalah murni demi agama, tidak banyak pendukungnya yang menyadari bahwa di atasnya mungkin telah ada deal-deal tertentu. Pemberian dana sudah pasti ada, namun yang diluar dugaan kita ternyata juga mencakup deal-deal politik.
Coba perhatikan apa yang dikatakan oleh Al-Gatot
“Jadi, dari lima nama, salah satunya Mas La Nyalla, itu tidak satu pun yang diberi rekom. Kita kan menganggap para ulama sudah memperjuangkan dengan pengerahan Aksi Bela Islam 212 yang sangat fenomenal dan kita di Jakarta sudah berhasil memunculkan Gubernur Anies-Sandi,” ujar Al-Gatot kemarin.
Al-Gatot juga mengatakan Habib Rizieq sudah menitip pesan kepada tiga ketum agar mengusung calon yang direkomendasikan oleh para ulama. Al-Gatot kemudian mempertanyakan karena calon-calon itu tak jadi diusung.
“Pesan Habib Rizieq ketika saya pergi ke Mekkah, meminta kepada tiga pimpinan partai supaya meng-copas (copy-paste) yang ada di Jakarta supaya mendapatkan kemenangan di provinsi-provinsi lain. Nah, tentunya saya nggak tahu apakah ada mispersepsi seolah-olah kita mendukung dengan cek kosong. Mungkin pemahaman mereka seperti itu,” tutur Al-Khaththath.
Dari kalimat yang disampaikan, kita bisa mengambil kesimpulan sebagai berikut. Demo 212 terhadap Ahok yang dilakukan dulu bukanlah demo “cek kosong” karena demo tersebut sarat kepentingan titipan dari parpol untuk menjatuhkan Ahok. Jadi demo tersebut adalah demo yang ada “imbalannya”.
Agar demo bisa meraih simpati masyarakat, lalu dibalutlah dengan istilah membela agama. Bahkan cara-cara licik dengan memprovokasi masyarakat tentang isu agama, mau diulangi (copy-paste) lagi di daerah-daerah lainnya sesuai pesanan si Rizieq.
Bisa jadi yang dijadikan isu bukan agama saja, melainkan suku, kelompok atau golongan. Dengan kata lain, menghalalkan segala cara agar masyarakat bisa terprovokasi dan memihak kepada mereka. Anggapan mereka, masyarakat itu bodoh, gampang dihasut dan diperalat untuk kepentingan politis mereka. Kalau di Jakarta yang merupakan kota besar saja mereka mampu, berarti di daerah diasumsikan juga pasti mampu. Sudah terbaca niat jahat si Rizieq kan?.
Kalau mereka memang murni membela agama, tentu tidak ada istilah “seolah-olah kita mendukung dengan cek kosong” serta “si Rizieq yang menitip pesan kepada 3 ketum”. Setelah tujuan tercapai dengan dipenjarakannya Ahok, ya berarti selesai, tidak ada buntutnya.
Namun kenyataannya berbuntut minta balas jasa. Salah satunya dengan cara menyodorkan lima nama untuk diperjuangkan di pilkada 2018, yang untungnya ditolak dan tidak diusung oleh koalisi 3 partai (PAN-Gerindra-PKS).
Tentu saja ketiga partai tersebut lebih memilih memperjuangkan kadernya, daripada memperjuangkan orang titipan Presidium 212, toh rencana menjatuhkan Ahok sudah tercapai. Dan para partai tersebut juga menyadari, memperjuangkan orang-orang titipan tersebut seperti memelihara harimau, setelah berhasil belum tentu dapat dikendalikan, bisa-bisa malah menerkam balik mereka.
Jadi daripada mengambil resiko, ya lebih aman memperjuangkan kader sendiri yang jelas jelas pasti akan membela partai pendukung dan partai tempat bernaungnya.
Nah bagi para pendukung dan simpatisan Presidium 212, masih kah berpikir orang-orang berkedok ulama itu benar-benar murni berjuang membela agama?