Sebenarnya memahami masalah tindakan penghinaan dan merendahkan sebuah intitusi bukanlah perkerjaan yang mudah. Apalagi sebenarnya dalam mengukur sebuah pendapat, apakah itu menghina dan merendahkan, selalu tolok ukurnya adalah sesuai tidaknya pendapat tersebut. Kalau misalnya dikatakan bahwa sebuah intitusi tidak becus dengan data yang sesuai, maka itu bukanlah sebuah tindakan penghinaan atau merendahkan.
Dan itulah mengapa saat DPR akhirnya mengesahkan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3, saya tidak akan khawatir kalau memang tolok ukur dari penghinaan dan merendahkan tersebut masih seperti pemahaman di atas. Tetapi kalau tidak, maka patut dikhawatirkan kalau pasal penghinaan tersebut menjadi sebuah pasal karet untuk membungkam kritik.
Saya yakin kita semua bisa memahami mengapa soal kartu kuning yang disampaikan oleh Ketua BEM UI karena tindakan yang dilakukannya adalah sebuah kritik yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. Bayangkan saja, saat Jokowi sudah membangun begitu banyak infrastruktur untuk mempermudah akses di Papua, Jokowi malah diberi kartu kuning karena gizi buruk Asmat.
Kartunya pun terlambat karena sudah banyak bantuan yang dilakukan. Dan akhirnya kini BEM UI tertutup dengan media dan tidak tahu apakah dana yang sudah dikumpulkan pada akhirnya memang dialihkan untuk bantuan Papua atau tidak. Kembali kepada kesadaran mereka lagi.
Kalau kita kasih kartu kuning kepada DPR karena hanya berhasil menghasilkan produk 8 UU dari 52 RUU yang ada dalam prolegnas. Bahkan kalau mau dikurangi dari inisiatif pemerintah dan juga APBN, maka hanya 6 UU yang mereka buat sepanjang tahun 2017. Itu sudah jelas sangat jauh dari jumlah RUU yang jadi prolegnas.
Kalau tahun ini masih juga begitu, maka sudah pantas mereka mendapatkan kartu merah, dalam artian yang ada di DPR sekarang tidak becus kerjanya tidak usah dipilih lagi. Apakah itu merendahkan dan menghina DPR?? Saya pikir tidak, karena memang itulah faktanya.
Karena itu, hal penting yang sebenarnya harus diatur oleh DPR bukanlah apakah masyarakat merendahkan dan menghina DPR atau parlemen, tetapi yang perlu diperkuat dan dipertegas adalah orang dalam parlemen sendiri yang tidak boleh merendahkan dan menghina parlemen dengan perlakuan dan kinerja yang tidak baik.
Faktanya sudah jelas bahwa orang parlemen sendirilah yang membuat parlemen jadi rendah dan terhina oleh rakyat yang mereka wakilkan. Dan sebagai orang yang memilih dan mempercayakan kehormatan parlemen kepada mereka itu, maka sudah pantas memberikan kritik yang tentu saja sesuai dengan kaidah yang ada.
Jadi, daripada DPR fokus kepada kritik dari luar yang tidak ada yang bermasalah, saya sarankan DPR lebih fokus membenahi diri dan para anggotanya untuk lebih baik lagi. Bayangkan saja nama seperti Fahri Hamzah yang adalah Wakil Ketua DPR saja bisa dilaporkan ke MKD beberapa kali tetapi tidak ada tindakan yang tegas.
Saya jadinya menduga, ini hanyalah aksi lempar batu sembunyi tangan, penghina parlemen teriak kepada orang lain penghina parlemen seperti maling teriak maling. Kelakuan yang sangat menyedihkan dari kumpulan orang yang menyatakan dirinya terhormat.
Salam Penghinaan.