02:03 WIB
Dan saya terbangun dalam balutan mimpi,
Tentang sawah,
Para petani,
Dan kanak-kanak yang pernah saya temui di sepanjang perjalanan hidup saya ….
Terdengar suara batuk Bapak dari arah teras,
Bapak dereng sare ….
Menyambar jaket yang tergantung di balik pintu,
Dan saya berjalan ke arah Bapak …
Belum sampai tangan saya menepuk pundak Bapak,
Bapak sudah menegur saya duluan …
“Wis tangi to, Nduk?? …
Panas lagi badan mu??? …”
“Mboten, Pak …
Kebangun karena mimpi ….”
“Apik kuwi,
Wong sing jik iso ngimpi kuwi,
Jenenge isih duwe harapan sing luwih apik …”
Saya duduk di sebelah Bapak,
Merebahkan kepala saya ke pundak Bapak …
“Halah …
Mulai ngalem lo ….”
“Pak …
Ceritain tentang Marhaen lagi, Pak ….”
“Ngopo koq tiba-tiba kowe tertarik karo Marhaen?? …”
“Ndak apa, Pak …
Saya suka cerita Bapak tentang petani Marhaen …”
Bapak terkekeh,
Mematikan rokoknya.
“Marhaen …
Marhaen ….
Kenanganku waktu masih remaja kuwi, Nduk …”
Marhaen kuwi kan jenenge wong, Nduk …
Aku menemukannya di satu hari saat berjalan di selatan kota Bandung,
Tepatnya di desa Cigereleng.
Lalu saat berjalan ke tepi sawah,
Aku bertemu sedang seorang laki2 yang sedang sebidang tanah,
Aku bertanya kepadanya ;
“Bung, ini tanah siapa??”
Dia menjawab :
“Gaduh abdi”
“Pacul ini siapa punya?”
“Gaduh abdi”
Tau artinya gaduh abdi??
Saya yang punya …..
Lalu kuteruskan pertanyaanku :
“Lalu kalau sudah tanam padi ini,
Hasil padi ini untuk siapa?”
“Buat abdi”
Kubilang kepadanya :
“Wah, engkau kaya …”
“Tidak … Miskin ….
Maklum cuma begini ….
Dan meskipun tanah punya saya sendiri,
Pacul saya punya sendiri,
Hasilnya pun saya punya sendiri,
Tetapi saya miskin …
Paling miskin ….
Coba lihat gubuk itu sudah reyot,…”
Dan aku langsung berpikir ….
Orang ini miskin,
Tapi bukan proletar …
Tau arti proletar??? …
Proletar adalah yang menjualkan tenaganya kepada orang lain,
Dengan tidak memiliki alat produksi.
Sementara dia punya …
Sebaliknya,
Meskipun seseorang punya mobil mengkilap,
Tetapi dia tidak punya alat produksi,
Dan dia cuma menjual tenaganya,
Maka diaadalah proletar …
Petani itu bukan proletar,
Tetapi miskin,
Seperti 95% daripada rakyat Indonesia adalah miskin.
Saya tanya kepadanya lagi :
“Nama bung siapa??…”
“Marhaen,”
Jawab dia …
Timbul ilhamku,
Kalau begitu semua rakyat Indonesia yang miskin itu,
Aku namakan saja Marhaen.
Kemudian aku jadikan dia sebagai nama sebuah golongan,
Istilah bagi petani kecil,
Di mana dia punya alat produksi milik sendiri.
Istilah buat nelayan kecil,
Di mana diapun punya alat alat pancing sendiri.
Istilah bagi tukang gerobak kecil,
Dia tidak punya gaji,
Tapi gerobaknya dia punya sendiri,
Kudanya yang kurus itu dia juga punya sendiri …”
“Marhaenisme ….
Adalah kata pemersatu …
Aku ingin mempersatukan semua kaum melarat di Indonesia ini,
Bukan kaum buruh saja.
Sebab umpama kaum buruh saja,
Bisa menamakan dirinya proletar.
Tetapi saya ingin mempersatukan semua buruh,
Ya tani, ya pegawai, ya sopir, ya opas, ya nelayan,
Ya ini ya itu,
Semua kaum melarat Indonesia aku persatukan di dalam satu kata,
Dan Tuhan memberi ilham kepadaku,
Berjumpa dengan kawan petani yang miskin yang bukan proletar,
Dan aku beri nama kepada semua kaum melarat Indonesia itu : Marhaen …”
“Marhaen itu bukan sekedar political theory,
Bukan sekedar teori politik –
Teori untuk mempersatukan atau mencakup semua orang2 bangsa Indonesia melarat,
Tetapi marhaen adalah teory perjuangan.
Aku gak butuh orang yang cuma teori2 an,
Lha mbok kabeh wong sampe “jambul wanen” tentang hal marhaen itu,
Tau artine,
Tau asalnya,
Tau ina dan itunya,
Tapi kalo gak iso menerapkannya dalam perjuangan,
Dan tidak turut berjuang,
Maka itu bukan Marhaen sejati …”
Saya tertawa …
“Bapak kuwi,
Gawe perumpamaan jian aneh2 tok …”
Bapak terkekeh ….
“Aku karo ngerokok ya, Nduk …”
“Ah,
Bapak koyok sepur ….”
“Yen Bapak e sepur,
Lha kowe anak e dadi opo??? ….”
“Yo dadi gerbong e to, Pak …,”
Sahutku sambil tetap bersandar di pundak Bapak …
Bapak menyalakan rokok,
Menghembuskan asap nya sesaat,
Sebelum meneruskan ceritanya …
“Kalau kita hendak bekerja untuk realisasi masyarakat adil dan makmur,
Maka tiga hal yang harus tercantum dalam program kabinet itu harus kita realisasikan terlebih dahulu …
Tak dapat kita sebagai bangsa membina suatu masyarakat baru yang lengkap, modern dan adil,
Kalau rakyat tidak tercukupi,
Minimal dia punya sandang dan punya pangan.
Tak dapat pembangunan semesta untuk masyarakat adil dan makmur berjalan baik,
Kalau keamanan selalu terganggu.
Tak dapat kita mengambil manfaat 100% daripada kekayaan bumi dan air kita sendiri,
Kalau imperialisme ekonomi,
Dan imperialisme politik masih bercokol di tubuh kita.
Laksana lintah yang menghisap darah,
Atau kemladean yang membinasakan pohon.”
“Termasuk alasan Bapak dulu berjuang membebaskan Irian Barat yo, Pak?? …”
“Pinterrr, Nduk …..
Papua itu salah satu kekayaan terbesar negeri ini …
Bukan berarti daerah lain gak punya kekayaan lo, Nduk …
Freeport itu jadi incaran penjajah asing,
Makanya aku perjuangkan mati2 an dulu …..
Beruntung sekarang sahamnya sudah jadi milik kita lagi,
Walau belum 100%.
Pakde mu emang hebat …..”
“Lalu, Pak ….
Pencapaian2 lainnya apalagi,
Yang bisa dilakukan dengan paham Marhaen?? …”
“Ya banyak, Nduk …
Salah satunya ya membangun Ekonomi Kerakyatan itu,
Ekonomi yang dibangun dengan basis rakyat ….
Rakyat yang membangun,
Rakyat yang nantinya juga akan menikmati hasilnya …”
“Bukan para Koruptor ya, Pak??? …,”
Ujarku sambil tertawa …
“Nonsens!!! ….
Tidak akan ada tempat untuk Koruptor berkembang biak,
Jika rakyat semua sudah cerdas …
Rakyat yang cerdas,
artinya tidak mudah lagi untuk dibodohi …
Itulah gunanya kowe kudu bisa mendidik adik2 mu,
Untuk menjadi manusia2 yang cerdas …
Agar gak gampang dibodohi orang lain …”
“Apa ya saya bisa to, Pak?? ..”
“Pertanyaanmu kuwi sing selalu bikin aku mangkel lo, Nduk …
Apa saya bisa??? …
Ya harus bisa!!!! ….
Kalo bapak e bisa,
Mosok anak e ora bisa???? …”
“Bapak memaksakan kehendak kuwi namane …..,”
jawab saya sambil meluruskan punggung saya yang mulai pegal …
“Memaksakan kehendak demi kebaikan,
Apa salahnya??? ….
Orang hidup itu harus optimis,
Harus punya keyakinan,
Harus punya niat yang besar,
Untuk bisa mewujudkan cita2 nya …..
Kalau belum2 kamu sudah merasa gak mampu,
Gimana kamu bisa wujudkan cita2 mu??? …”
“Tapi Bapak bantu saya yoooo …..”
“Kapan Bapak mu gak bantu kowe,
Kecuali kowe punya niat melenceng dari perjuangan,
Bapak akan langsung tinggalkan kowe sendiri …”
Saya tersenyum,
Saya ambil punggung tangan Bapak lalu saya cium dengan penuh rasa hormat …
“Matur suwun, Pak ….”
Bapak tersenyum …
Senyum yang selalu mampu meneduhkan hati ……
(Dedicated for “Bapak” Ir. Soekarno – Founder Father of Indonesia)
Al Fatihah ….
_______________
Catatan di sepertiga malam ….