Pembangunan energi di Indonesia dihadapkan pada masalah pokok berupa kesenjangan antara potensi sumber energi (energi primer) dan konsumsi berbagai jenis energi.
Sebagai contoh, rasio antara tingkat produksi dan potensi cadangan minyak bumi sangat besar, sedangkan rasio panas bumi pemanfaatannya lebih lama karena sifatnya sebagai energi terbarukan. Tingginya pemanfaatan energi final per jenis energi masih belum proporsional.
BPPT melalui Pusat Pengkajian Industri Manufaktur, Telematika dan Elektronika (PPIMTE) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Penyusunan Roadmap Industri Manufaktur Komponen dan Usulan Kebijakan untuk Meningkatkan TKDN Industri Pembangkit Surya” sebagai salah satu bentuk tugas pokok dan fungsi pengkajian kebijakan industri manufaktur.
Dikatakan oleh Deputi Bidang Teknologi Pengkajian Kebijakan Teknologi (PKT) BPPT Gatot Dwianto, bahwa Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis, perlu memanfaatkan energi surya yang saat ini tengah dikembangkan oleh berbagai pihak. Pemerintah Indonesia disampaikan olehnya, melalui berbagai kebijakan telah mendorong tumbuhnya manufaktur komponen pembangkit tenaga surya di dalam negeri.
“Contohnya adalah penerapan TKDN bagi procurement perangkat tenaga surya yang dilaksanakan instansi pemerintah dan BUMN untuk mendorong tumbuhnya industri komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di dalam negeri,” ungkapnya saat memberikan sambutan pada acara FGD tersebut yang digelar di Jakarta.
Lebih lanjut dikatakan, pemanfaatan energi surya dengan menggunakan teknologi solar photovoltaic (PV) atau sel surya, menjadi salah satu sumber sumber energi pilihan.
“Teknologi PV atau solar photovoltaic ini diharapkan mampu menjadi pilihan untuk menggantikan sumber energi primer untuk dikonversi menjadi tenaga listrik,” ujarnya.
Kejar TKDN
Pemanfaatan energi oleh konsumen rumah tangga, industri, dan transportasi terbilang jauh dari kata efisien. Hal ini tercermin dari perilaku pemilihan jenis energi untuk berbagai sektor yang belum efektif dan konsumsi energi yang lebih konsumtif serta rendahnya tingkat efisiensi peralatan.
Diutarakan Direktur Pusat Pengkajian Industri Manufaktur Telematika dan Elektronika (PPIMTE) BPPT, Andhika Prastawa, menurut prediksi German Federal Government terkait sumber energi primer dunia hingga tahun 2100, menunjukkan bahwa mulai tahun 2030 sumber energi primer yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dunia (minyak, batubara dan gas bumi) akan mengalami penurunan drastis dan akan digantikan dengan sumber energi terbarukan terutama energi surya.
FGD ini sebutnya, menjadi ajang untuk bertukar gagasan terkait penyusunan Roadmap dan kebijakan pengembangan industri manufaktur pembangkit dan komponen PLTS.
“Roadmap tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan menyusun kebijakan pengembangan industri manufaktur komponen PLTS di Indonesia. Selain menjadi alternatif sumber energi ramah lingkungan, dan menggantikan sumber energi primer untuk dikonversi menjadi tenaga listrik,” jelasnya.
Mengenai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), pada kesempatan ini juga dibahas rencana pengembangan industri nasional bidang energi surya atau PV, serta kebijakan peningkatan TKDN.
“Terkait TKDN inipun akan lebih mempertimbangkan atau mengaitkan proses kepemilikan intelektual (process based) dibandingkan dengan perhitungan biaya (cost based),” katanya.
Untuk potensi dan permasalahan pengembangan industri sel surya, inverter dan batere di Indonesia, diharapkan FGD ini dapat menghasilkan masukan substansi teknis dan non teknis dari narasumber dan pemangku kepentingan, serta tercipta kesepakatan dalam konsep roadmap dan kebijakan pengembangan industri manufaktur pembangkit dan komponen PLTS.
“Dengan itu, optimalisasi pemanfaatan tenaga surya dapat menjadi solusi pemenuhan kebutuhan listrik di masa mendatang, di lain pihak manufaktur perangkat pembangkit tenaga surya dapat menciptakan lapangan kerja baru serta efek ganda terhadap perekonomian,” pungkasnya. (Humas/HMP)
source: https://ristekdikti.go.id/bppt-rekomendasikan-energi-surya-sebagai-sumber-daya-kelistrikan/