Sumber: Kaskus
Awalnya saya punya dua pilihan, apakah menulis soal sepeda motor listrik dulu sebagai lanjutan mobil listrik yang sudah saya tulis sebelumnya, atau menyoroti ojek terbangnya Sandiaga Uno, tapi kemudian saya putuskan untuk menulis mengenai ojek terbangnya Sandiaga Uno dulu mengingat berbagai program nyeleneh Gubernur Anies dan Wakilnya Sandiaga Uno sudah dikupas penulis IV yang lain, sedangkan topik ini belum tersentuh sama sekali, kasihan kalau ide konyol mereka yang satu ini tidak dibahas.
Isu ojek terbang muncul pada awal April 2017 di tengah debat program dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta. Masalah berat Ibukota yakni kemacetan lalu lintas tentu tak luput jadi bahasan. Isu ojek terbang pun menjadi viral di media sosial dan menjadi bahan mengolok-olok untuk pasangan Anies-Sandi.
Ceritanya bermula dari Dicky Dwi Triambudi asal Tangerang mengembangkan inovasi drone yang dijuluki ojek terbang menyusul pengembangan teknologi mobil terbang (aero mobile) di luar negeri Amerika Serikat dan Jepang. Sementara ini. Ojek terbang sudah diuji terbang hingga mencapai ketinggian dua meter.
Sandiaga menanggapi inovasi Dicky. “Baguslah buat teknologi. Pasti jadi solusi kemacetan,” kata Sandiaga.
Baiklah, kita bedah dengan menggunakan logika, ide utamanya adalah menggunakan drone sebagai ojek terbang.
Pertanyaannya, mungkinkah? Jawabannya sangat sangat mungkin, sebagai contoh, di dunia militer, Amerika sering memanfaatkan drone atau pesawat tanpa awak untuk menyerang tempat persembunyian para teroris ISIS, drone juga sering dimanfaatkan untuk misi mata-mata. Jadi operatornya hanya menggunakan remote untuk menggerakkan drone tersebut. Dengan demikian bisa meminimalisir korban jiwa dari pihak yang menggunakan drone. Untuk mengatasi jarak tempuh yang jauh, tenaganya berasal dari bahan bakar pesawat terbang, jadi tidak menggunakan tenaga baterai mengingat teknologi baterai saat ini masih terbatas.
Bila Sandi membaca artikel ini, pasti dia akan tersenyum senang dan dalam bathin berkata, “berarti gue gak gila dong, toh nyatanya bisa”.
Eits… jangan keburu senang dulu. Tergantung siapa yang berbicara. Bila Ahok yang bilang bisa, itu sudah pasti bisa, kenapa? Karena Ahok itu tipe perfeksionis, artinya sesuatu hal itu sudah dia pikirkan dari hulu ke hilir dan dari hilir ke hulu, bolak-balik, termasuk caranya, mekanismenya, sistemnya, apa saja hambatannya, bagaimana mengatasinya, semua sudah beliau pikirkan.
Beda kalau yang berbicara itu Anies atau Sandi, bisa mencetuskan ide, tapi yang disuruh mikirin caranya adalah walikota, camat, lurah, RT dan RW. Artinya sebagai pimpinan, mereka tidak punya konsep. Gimana mau punya konsep kalau berbicara saja, indah bunyinya tapi kosong isinya. Menutup Alexis saja tidak becus, nyatanya Alexis masih beroperasi sampai sekarang. Jakarta banjir, yang disalahkan kebun teh tanpa ada solusi. Ups, ada rupanya, yaitu lagi lagi menyuruh bawahannya bekerja 24 jam.
Ok, kembali lagi ke masalah Ojek Terbang, apakah bisa diterapkan di Jakarta? Bisa, dengan catatan.
Pertama, ojek tersebut mampu terbang diatas ketinggian minimal 300 meter sampai 400 meter karena gedung-gedung di Jakarta tingginya hampir 300 meter (gedung tertinggi saat ini adalah Cemindo Tower dengan ketinggian 286,6 meter). Untuk daerah yang tidak melewati pusat kota atau pinggiran mungkin bisa lebih rendah, katakanlah 75 meter.
Kedua, harus ada penumpang yang punya nyali untuk diangkut oleh Ojek tersebut. Karena jatuh dari ketinggian tersebut sudah pasti mati, bahkan dari ketinggian “hanya” 75 meter. Kecuali bila yang di angkut adalah Superman atau minimal Batman dan Spiderman ndeso-nya PeWe. Atau mungkin Si Gubernur dan Wakilnya berminat untuk menjadi pelopornya terlebih dahulu?
Ketiga, berapa ongkos atau biaya yang harus Anda keluarkan? Karena bila yang dipergunakan adalah bahan bakar pesawat, harganya tentu tidaklah murah, bahkan untuk jarak yang paling dekat sekalipun. Sedangkan bila yang dipergunakan adalah tenaga baterai, maka jarak tempuhnya akan sangat terbatas. Belum lagi bila baterainya tiba tiba habis daya ditengah perjalanan akibat lupa di charge.
Keempat dan yang terakhir, siapa yang berani bertanggung-jawab terhadap berbagai resiko dan kemungkinan yang terjadi? Apakah Dinas Perhubungan atau Pemprov DKI? Atau Anies dan Sandi?
Jadi kesimpulannya, untuk Anies dan Sandi, perbanyaklah bekerja, lakukan aksi nyata dan kerja nyata, kurangi omongan bullshit, merealisasikan program yang Anda berdua buat sendiri saja belum becus, bagaimana mau bicara Ojek Terbang segala? Mempertahankan hasil kerja gubernur sebelumnya saja tidak mampu, bagaimana bisa bicara hal lain?.
Bagaimana menurut Anda?