Pembangunan LRT (Light Rapid Transportation) beberapa waktu belakangan sungguh memberi harapan baru bagi warga DKI Jakarta dan sekitarnya, yaitu kelak tidak lagi harus bermacet-macetan sadis di kota Jakarta. Giatnya pembangunan LRT memang berdampak pada meningkatnya kemacetan. Hebatnya, warga DKI Jakarta dan sekitar merespon dengan sikap sabar. Mungkin karena selalu mengingat perkataan Ahok saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta: “Silahkan bersakit-sakit dahulu dalam kemacetan, tapi saat LRt beroperasi, sukacita akan menghampiri.” Maupun karena menyaksikan secara langsung kemajuan nyata dari pembangunan proyek LRT dari hari ke hari. Baik ruas Cibubur menuju Cawang, maupun ruas Bekasi menuju Cawang. Tidak ketinggalan ruas Cawang menuju Pancoran, Kuningan, dan Dukuh Atas.
Apa lacur? Harapan ber-LRT ria guna terbebas dari kemacetan sadis di Jakarta dalam waktu dekat. Khususnya pengguna rutin ruas Cawang-Pancoran-Kuningan-Dukuh Atas, kini hanya tinggal harapan! Alias buyar pret. Loh kok bisa? Ya, bisalah. Gara-garanya, sejak menjadi Gabener, eh maaf, maksudnya Gubernur DKI Jakarta, Anies mendadak “keminteran” soal pembangunan LRT. Loh kok? Entahlah! Mungkin kerasukan “jin” kue APBD yang teramat lezat. Mungkin kerasukan “jin” kontrak politik. Atau, mungkin kerasukan “jin” cemburu sama Jokowi, Ahok, dan Djarot. Ah, entahlah. Hanya saja, satu hal yang pasti. Tidak ada angin tidak ada hujan. Anies mendadak memangkas usulan penyertaan modal daerah dengan PT. Jakarta Propertindo selaku pelaksana pembangunan proyek LRT. Dari Rp. 3.4 triliun dipangkas Rp. 1.2 triliun sehingga tinggal Rp. 2.2 triliun. Sebuah nilai yang sangat fantastis dan signifikan buat keberlanjutan sebuah proyek bernama LRT.
Terkait dengan kebijakan Anies tersebut, Dirut PT. Jakarta Propertindo segera merespon. Tanpa tedeng aling-aling, sang Dirut menyampaikan bahwa pembangunan proyek LRT, khususnya ruas Cawang – Dukuh Atas, akan TERTUNDA a.k.a MOLOR lor. Artinya, suka atau tidak, mau atau tidak, warga DKI Jakarta dan sekitar harus memperpanjang rasa sabar terhadap kemacetan sadis. Terlebih untuk ruas Cawang-Pancoran-Kuningan-Dukuh Atas yang terkena dampak langsung. Dengan kata lain, di saat warga DKI Jakarta dan sekitar yang tengah merajut tenun kebangsaan, eh maaf, maksudnya merajut tenun sukacita menanti hadirnya LRT dalam waktu dekat. Anies justru dengan enteng mengoyak tenun harapan kebahagiaan tersebut. Padahal saat berkampanye, Anies getol menggunakan jargon: “Maju Kotanya, Bahagia Warganya.”
Realitas pahit yang harus warga DKI Jakarta dan sekitar alami terkait molornya pembangunan LRT, khususnya ruas Cawang-Pancoran-Kuningan-Dukuh Atas. Memaksa muncul penilaian terkait eksistensi Anies sebagai seorang PEMIMPIN alias Gabener, eh maaf, maksudnya Gubernur DKI Jakarta, yaitu antara lain:
Anies = NOL Besar
Sah-sah saja Anies menyandang gelar akademik tertinggi Ph.D. Sah-sah juga kalau Anies “jago” dalam berteori, bahkan merajut kata demi kata nan indah. Sayang bertriliun sayang, dalam praksis NOL BESAR, khususnya dalam konteks pembangunan LRT. Bukti tak terbantah adalah memangkas penyertaan modal daerah sebesar Rp. 1.2 triliun yang berakibat:
- Anies dengan sadar dan secara langsung membuat pembangunan LRT ruas Cawang-Pancoran-Kuningan-Dukuh Atas jadi tertunda alias MOLOR lor lor lor;
- Anies dengan sadar dan secara langsung sesungguhnya memperpanjang masa kemacetan sadis lalu lintas di ruas tersebut;
- Anies juga dengan sadar dan secara langsung berperan aktif dalam menambah PENDERITAAN warga yang ia pimpin karena harus memperpanjang hidup dalam kemacetan sadis. Khususnya yang rutin menggunakan ruas Cawang-Pancoran-Kunginan-Dukuh Atas.
Kesimpulan:
Anies ternyata oh ternyata hanya jago berteori dan menenun kata-kata indah, tapi dalam praksisnya NOL BESAR karena “KEMINTERAN.” Hal ini dijamin bukan HOAX. Bukti nyata sudah Anies berikan sendiri lewat pemangkasan penyertaan modal daerah seperti uraian di atas.
(Patut Menduga) Anies Hanya Menjadi “Boneka”
Seorang PEMIMPIN sejati harus mampu bersikap dan berdiri di atas kaki sendiri. Bukan menjadi BONEKA dari seseorang atau kelompok tertentu. Apalagi hanya gara-gara adanya KONTRAK POLITIK, sampai-sampai harus menggadaikan jati diri sebagai seorang PEMIMPIN yang berkenan tidak hanya di mata warga tetapi khususnya TUHAN.
Seorang PEMIMPIN sejati terlebih yang mengaku ber-AKHLAK, utamanya selalu mengedepankan kepentingan warga yang dipimpin. Dengan kata lain, pertama-tama selalu akan berusaha untuk menjawab secara nyata real needs dan felt needs warganya dengan cara MELAYANI. Bukan sebaliknya, DILAYANI oleh warga. Anies bukan PEMIMPIN, katakanlah seperti di Korea Utara. Melainkan di DKI Jakarta yang merupakan bagian dari Indonesia yang menganut PANCASILA dan Bhineka Tunggal Ika.
Oleh karena itu, kebijakan Anies memangkas penyertaan modal daerah dengan PT. Propertindo Jakarta, tentu menimbulkan pertanyaan:
- “Kira-kira apa ya yang melatari Anies sampai jadi KEMINTERAN sehingga tega menetapkan kebijakan memangkas Rp. 1.2 triliun tersebut?”
- “Sebagai seorang yang tidak hanya bergelar Ph.D tapi juga selalu mengaku ber-AKHLAK, apakah Anies tidak tahu akan konsekuensi dari kebijakannya tersebut? Ataujangan-jangan Anies pura-pura membutakan mata, menulikan telinga, dan mematikan nurani?”
Pertanyaan-pertanyaan di atas, sesungguhnya tidak susah untuk menjawabnya. Terlebih untuk yang waras dan bernurani. Sangat gampang malah untuk menjawabnya. Mungkin kira-kira begini: “Anies ternyata bukan seorang PEMIMPIN sejati yang AMANAH! Dirinya ternyata hanya BONEKA untuk memuaskan nafsu seseorang atau kelompok tertentu.” Kok bisa? Mohon maklum, Anies sudah terikat kontrak politik dengan seseorang atau kelompok tertentu yang punya andil besar memenangkan dirinya menjadi Gabener, eh maaf, maksudnya Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Warga DKI Jakarta dan sekitar harus memperpanjang masa penderitaan akibat kemacetan sadis? “Sebodok teing;” demikian kira-kira yang ada di benak Anies. “Pokoke, dengan memangkas Rp. 1.2 triuliun, akan banyak celah untuk bagi-bagi kue lezat APBD dan segala yang terkait, ke orang atau kelompok tertentu;” lanjut Anies.
Kesimpulan:
Patut menduga, Anies ternyata oh ternyata hanya BONEKA seseorang atau kelompok tertentu saja, sesuai dengan kontrak politik yang ia buat. Anies bukan seorang PEMIMPIN sejati yang amanah.
Pesan Moral Penutup
Untuk yang waras dan bernurani, jangan mencontoh Anies dengan segala “KEMINTERAN” nya. Pemimpin yang tengah mencoba untuk menyuburkan kembali praktik dan budaya KKN. Semua ini hanya akan menghadirkan KESIA-SIAAN BELAKA, baik di dunia maupun di akhirat. Agar tidak SIA-SIA, teladani seorang Ahok. Ya, Ahok yang saat ini harus dipenjara akibat ulah bodoh sebagian manusia Indonesia. Ahok YANG selama menjabat menjadi Gubernur DKI Jakarta selalu mengedepankan kepentingan warganya. Ahok yang selalu berusaha menjawab secara konkrit apa yang menjadi real needs dan felt needs warganya, selama berada di koridor hukum. Oleh karena itu sekali lagi ditegaskan: Teladanilah Ahok! Jangan sebaliknya, meneladani Anies. Sebab Anies sungguh tidak ada apa-apanya dibanding seorang Ahok.
Sumber:
https://metro.tempo.co/read/1036589/pmd-dipangkas-anies-sandi-jakpro-tunda-percepatan-proyek-lrt?utm_source=Digital%20Marketing&utm_medium=Facebook&utm_campaign=DlvrIT
Aliquid mali propter vicinum malum (Something bad from a bad neighbor!)
Hidup PANCASILA. Hidup BHINEKA TUNGGAL IKA!
Ever Onward No Retreat. GOD Bless NKRI Tercinta, Jokowi, Ahok, & Djarot always & more.