Saya pikir awalnya ada terobosan yang luar biasa terkait solusi semrawutnya daerah Tanah Abang dengan PKL dan premanismenya. Ketika Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, menyebutkan bahwa akan memberikan solusi out the box dari yang biasanya, saya berpikir akan ada hal yang memang betul-betul out of the box.
Ternyata pikiran saya itu salah besar. Ternyata apa yang dipikirkan oleh Gubernur Anies adalah on the box, bukan out of the box. Kalau berpikir out of the box adalah cara berpikir yang diluar kotak atau hal yang biasa, maka seharusnya Gubernur Anies mampu memikirkan cara yang luar biasa menyelesaikan semrawutan Tanah Abang.
Sayangnya, apa yang dilakukan Gubernur Anies adalah pemikiran di dalam kotak dengan membuat daerah semrawut tersebut masuk ke dalam sebuah kotak dengan cara menutup jalan yang macet dan semrawut tersebut. Kalau solusi menyelesaikan masalah Tanah Abang tersebut dengan menutup jalannya sama saja bohong. Itu namanya bukan menyelesaikan melainkan menyetujui para PKL dan premanisme merajalela.
Gubernur Anies sendiri sudah mengakui bahwa dirinya memang tidak akan menggusur PKL tetapi akan memfasilitasi. Dan hal itu pun diterapkannya di Tanah Abang. Apakah semua tempat akan difasilitasi oleh Gubernur Anies seperti ini?? Sayangnya tidak. Gubernur Anies tidak akan memberikan fasilitas seistimewa ini untuk wilayah lain.
Beberapa wilayah di Jakarta jangan harap bisa mendapatkan keistimewaan PKL menutup jalan dan difaasilitasi seperti di Tanah Abang. Karena yang bisa membuat wilayahnya bisa merasakan seperti di Tanah Abang hanyalah seorang Haji Lulung. Penutupan jalan Tanah Abang untuk jualan para PKL mau tidak mau tidak lepas dari pengaruh Haji Lulung.
Ketika Wagub Sandiaga menyatakan akan meminta solusi dari para preman terkait masalah Tanah Abang, tentu arahannya sudah jelas meminta masukan dan solusi dari Haji Lulung yang merupakan premannya Tanah Abang. Nah, karena meminta pendapat dari haji Lulung, maka sudah sangat jelas bahwa solusinya adalah yang menguntungkan bagi Haji Lulung.
Apakah tidak enak bagi Haji Lulung, kalau akhirnya jalan di Tanah Abang ditutup sehingga para PKL bisa berleluasa menjajakan dagangannya dan para preman mengutip uang keamanannya?? Bayangkan saja jika nanti ada 400 PKL berjualan dan dikutip paling sedikit 10 ribu perhari. Maka sehari bisa dapat 4 juta. kalau dikali 30 hari saja maka dapat 120 juta perbulan.
Bukankah ini bisnis yang maknyooss?? Tanpa melakukan apa-apa, dapat omset sebesar itu. Apalagi kalau bukan perusahaan pengamanan Haji Lulung. Uang keamanan supaya para preman tidak mengganggu dagangan mereka. Apakah ini benar-benar modusnya?? Entahlah, saat ini saya tidak lagi bisa percaya dengan Gubernur Anies.
Tetapi yang bisa kita pastikan solusi yang dilakukan oleh Gubernur Anies adalah sebuah penyerahan kekuasaan jalan Jatibaru Tanah Abang kepada PKL untuk berkuasa disana dan premanisme yang menjaga mereka. Gubernur Anies bisa membantah kalau premanisme tidak akan melakukan apapun, tetapi tidak ada yang bisa jamin, mereka tidak dapat uang masuk.
Selamat kepada para PKL dan premanisme disana yang sudah berhasil mengeksekusi satu wilayah untuk ditutup demi mengikuti keinginan mereka. Lalu bagaimana dengan pasar-pasar lain?? Seperti yang saya katakan di atas, tidak akan mungkin dibuat seperti Tanah Abang kalau tidak punya orang seperti Haji Lulung.
Semoga solusi ini cukup hanya diterapkan di Tanah Abang. Karena kalau hal ini diterapkan ke semua masalah kesemrawutan, maka lama-lama semua jalan akan ditutup. Hehehe..
Salam Tanah Abang tutup.