Indovoices.com-Penyebaran wabah virus corona COVID-19 dari China ke seluruh dunia sebagian besar terjadi karena perpindahan virusnya yang tampak seperti siluman. Tidak mudah terdeteksi dan gejala awalnya yang tidak terlihat begitu parah.
Ketidakpastian mengenai penularan patogen dan virulensi ini membuat efektivitas upaya yang dilakukan para peneliti menjadi tidak mudah. Apalagi gejala yang ditimbulkan ada yang ringan, kritis, dan bahkan tidak tampak sama sekali, membuatnya sulit untuk diketahui.
Para ilmuwan dari Mailman School of Public Health di Columbia University pun mencoba menggali lebih banyak informasi tentang COVID-19. Mereka menggunakan simulasi komputer canggih yang secara matematis memodelkan penyebaran virus corona jenis baru. Percobaan ini mereka tulis dalam sebuah makalah yang diterbitkan Jurnal Science.
“Ledakan kasus COVID-19 di China sebagian besar didorong oleh orang-orang dengan gejala ringan, terbatas, atau tanpa gejala yang terdeteksi. Bergantung pada penularan dan jumlahnya, kasus yang tidak terdeteksi dapat mengekspos bagian yang jauh lebih besar populasi daripada yang seharusnya terjadi,” kata Jeffrey Shaman, rekan penulis studi tersebut dari Mailman School of Public Health di Columbia University.
“Kami menemukan fakta tentang COVID-19 di China bahwa banyak individu yang terinfeksi ini ternyata tidak terdeteksi dan mampu menularkan. Transmisi tersembunyi ini akan terus hadir. Tantangan besar untuk penahanan wabah ini ke depan,” sambungnya.
Seperti yang telah kita ketahui, virus corona jenis baru yang dikenal sebagai SARS-CoV-2 muncul pertama kali di Wuhan, China, menjelang berakhirnya 2019. Virus itu dengan cepat menyebar hingga ke seluruh China, kemudian secara global. Para ilmuwan memperkirakan awal penularan dan proporsi infeksi dari virus corona di China ini sebenarnya tidak terdokumentasikan selama minggu-minggu sebelum ataupun sesudah penutupan perjalanan masuk dan keluar dari Wuhan pada 23 Januari lalu.
Diperkirakan ada 86 persen orang yang sudah terinfeksi dan tidak terdata sebelum penutupan perjalanan dari Wuhan. Akibatnya, orang per orang yang terinfeksi ini tanpa diketahui setengahnya telah menularkan virus kepada mereka yang sekarang terdata sebagai suspect. Sehingga dapat dikatakan mereka yang terinfeksi penyakit saat ini merupakan dua pertiga dari semua kasus infeksi virus corona.
Akan tetapi, para peneliti memuji upaya pemerintah China dalam memperlambat penyebaran virus dengan peningkatan kesadaran akan wabah, peningkatan perlindungan pribadi, dan pembatasan perjalanan.
Hal ini telah membantu mengurangi kekuatan infeksi secara keseluruhan. Walaupun belum diketahui pasti apakah tindakan tersebut cukup untuk sepenuhnya membendung dan menghentikan secara permanen penyebaran virus.
Namun, menurut Shaman, jika coronavirus baru mengikuti pola pandemi influenza H1N1 yang terjadi pada tahun 2009, ia juga akan menyebar secara global dan menjadi coronavirus endemik kelima dalam populasi manusia.
“Aturan dasar yang kasar adalah bahwa sekitar setengah dari populasi dunia akan terinfeksi oleh pandemi influenza dalam dua tahun. Jika COVID-19 mengikutinya, itu sekitar 3,5 miliar infeksi, 500 juta kasus yang dikonfirmasi, dan 11,5 juta kematian,” ujar Shaman.
“Ini adalah batas atas dan tidak mengasumsikan kemajuan dalam perawatan point-of-care dari kasus yang dikonfirmasi, tidak ada terapi baru, dan tidak ada vaksin. Vaksin yang efektif atau terapi baru akan sangat mengurangi angka kematian.” (msn)