Sebilah bambu yang diruncingkan ujungnya bisa jadi senjata yang mematikan ditangan para pejuang. Dengan tekad dan kesabaran, dengan darah dan airmata, dan hanya berbekal sebilah bambu runcing, para patriot pahlawan bangsa ini mengantarkan kita pada Kemerdekaan Indonesia yang dinyatakan pada tanggal 17 Agustus, tahun 1945.
Selayaknya, selain pada bendera rasanya tidak salah jika ada yang ingin berkhidmat pada bambu, sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan atas peran sertanya dalam merebut kemerdekaan. Tapi, kita jangan lantas mengkeramatkan dan mengkultuskan bambu yang nota bene adalah benda mati, ya? selain bodoh, kita bakal dianggap musyrik. Hahahaha…
Setelah merdeka, fungsi bambu sebagai senjata tidak diperlukan lagi, tapi sampai saat ini keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Banyak kegunaan yang bisa didapat dari sebatang bambu, dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya bambu yang sudah tua, bahkan tunas yang baru tumbuh saja bisa diolah, dijadikan lauk pauk sebagai teman nasi, namanya sayur anak bambu. Ada yang pernah makan? Saya belum pernah.
Bambu biasanya tumbuh liar di hutan-hutan, dipedesaan pohon ini juga bisa ditemukan dipinggir-pinggir jalan. Pohon bambu tidak perlu disemai, apalagi diberi pupuk dan disirami. Dia tumbuh begitu saja sebagai tanaman yang menyemak tanpa campur tangan orang, dan setelah besar akan dipangkas demi keperluan hidup manusia. Jika kita memaknai filosofi pohon bambu, yang tumbuh subur tanpa bantuan orang, tapi memiliki banyak manfaat, kita akan jadi bangsa yang kuat dan mandiri. Lepas dari ketergantungan terhadap bangsa lain.
Rata-rata orang Indonesia tahu bentuk bambu dan apa saja kegunaannya. Sebagai kerajinan tangan dan furniture, produk dari bambu terlihat cantik dan unik. Tapi tumpukan bambu yang saya lihat kemarin di jalan MH.Thamrin- Jakarta, sangat tidak meyakinkan, baik bentuk dan fungsinya. Bentuk abstrak itu ‘nangkring’ sebagai kreativitas seni berbiaya tinggi, untuk menyemarakkan pesta olahraga ASIAN Games ke18, katanya. Tapi produk seni ini tidak mewakili selera millenial yang jelas dan cemerlang. Indah bagi yang mengerti, tapi buat yang tidak faham cuma bikin terheran-heran.
Siapa pecinta bambu yang kreatif ini? Gubernur Anies! Tidak heran. Anies memang biasa mengeluarkan ide-ide yang mencengangkan. Bendera negara peserta ASIAN Games yang diikat dibelahan bambu loyo saja dia bilang bagus. Tapi idenya kali ini menurut saya tidak brilliant. 550 juta untuk tampilan selama 6 bulan, rasanya mubazir. Lebih baik bambu sebanyak itu dibagikan buat masyarakat Jakarta saja, untuk tiang bendera, atau dijadikan rakit, sebagai moda transportasi alternatif. Kalau macet didarat, ada alternatif lewat sungai. Asal sungainya jangan dikasih waring, bisa tersangkut-sangkut rakitnya nanti.
Tidak ada yang salah dengan bambu, karena bambu mewakili cita rasa Indonesia, tapi bambu-bambu yang dipasang Anies di Bundaran HI, terlihat seperti gulungan benda yang tidak jelas bentuknya. Sayang sekali