Tanah abang adalah suatu fenomena yang berhasil didisiplinkan oleh dua mantan Gubernur sebelumnya Jokowi dan juga Ahok. Bisa dikatakan, daerah Tanah Abang di masa mereka berhasil mengeliminir para PKL yang berjualan di trotoar. Meski ada saja yang membndel, tetapi dengan segera mereka akan ditertibkan sebelum semakin ramai.
Bukan hanya PKL, para preman pun tidak bisa berbuat apa-apa karena Gubernurnya pada saat itu lebih preman dari mereka. Bahkan Ahok saja siap beradu argumen dan mop-mopan sama mereka di daerah Tanah Abang. Ya, kalau menghadapi preman memang harus kuat-kuatan suara dan mental. Nah, Ahok adalah juaranya. Hehehe..
Sejak Tanah Abanag tahu bahwa Ahok tidak lagi memimpin dan Djarot bukanlah tipe orang yang bisa berbuat banyak dalam sisa waktu 5 bulan, PKL dan preman pun mulai berseliweran di Tanah Abang. PKL mulai memenuhi trotoar dan preman mulai melakukan pekerjaan mereka mengintimidasi.
Pemberitaan mengenai Tanah Abang yang semrawut malah diresponi dengan kurang baik oleh Gubernur Anies Baswedan. Saat diwawancara, Gubernur Anies malah menyindir masalah foto yang digunakan adalah foto bulan Mei. Dan Gubernur Anies akan melihat ke lapangan terlebih dahulu baru bisa memberikan komentar selanjutnya.
Sontak, para media pun menjawab sindiran dan nyinyiran Gubernur dengan memberikan liputan asli dan terkini atau sekarang disebut jaman now. Mulai dari kompas yang memberikan foto terkini dan juga detik yang bahkan mengalami intimidsi saat akan mengambil gambar. Cekidot..
Tak hanya PKL yang semrawut, preman Tanah Abang pun intimidasi wartawan. Seperti apa kejadiannya? Simak di sini: pic.twitter.com/LIirXFantk
— detikcom (@detikcom) October 25, 2017
Nah, apakah dengan liputan ini Gubernur Anies tidak nyindir dan nyinyir pemberitaan kondisi tanah abang now?? Ataukah masih berpikir bahwa Tanah Abang baik-baik saja dan aman terkendali?? Tanah Abang is back bukan isapan jempol dan bukan juga pemberitaan usang. Tetapi memang terus terjadi dan semakin menjadi-jadi.
Parahnya, seorang penguasa tanah abang, malah memberikan sebuah foto tandingan yang anehnya adalah tempat yang jalannya sempit dan sepi yang tidak ada satu orangpun di dunia mau berjualan di daerah situ. Ya, Haji Lulung yang disebut-sebut orang sebagai kepala preman disana menampilkan foto Tanah Abang sunyi di jalanan sempit.
Sebagai Gubernur, seharusnya Anies tidak perlu menyindir pemberitaan memakai foto lama. Malah kalau ternyata sampai sekarang masih semrawut, Gubernur Anies seharusnya malah menjadikan kondisi ini menjadi salah satu prioritas masalah. Apalagi kalau terus dibiarkan, maka jalan Tanah Abang tersebut akan kembali macet parah. Ataukah Gubernur ANies takut sama Haji Lulung?? Entahlah. Sampai saat ini yang berani sama Haji Lulung yah cuman Ahok. Hehehe..
Ahok tidak takut kepada siapapun asal itu sesuai dengan konstitusi. Dan Gubernur Anies seharusnya begitu. Trotoar adalah hak pejalan kaki dan bukan hak para pedagang. Jangan sampai nantinya Gubernur Anies malah mempermasalahkan para pejalan kaki seperti salah satu pedagang berikut ini.
Dear @pandji Juru Bicara @aniesbaswedan
Ini orang lebih keren dari lo dji
Hebat emang jungjungan lo dji
K E B E R P I H A K A N pic.twitter.com/Q5fGzpP8Fr— el diablo (@digembok) October 24, 2017
Mungkin model-model beginilah die hardnya Anies Baswedan. Bego maksimal tidak mau setengah-setengah. Masak yang disalahin malah pejalan kaki. Mau sebanyak apapun pejalan kaki tetaplah trotoar adalah hak mereka. Dan hal seperti inilah menurut saya yang harus berani Anies tegaskan. Jangan sampai, nanti lama-lama, Jakarta banjir malah airnya disalahkan karena kebanyakan yang datang. Sinting!
Memang beginilah jadinya kalau kegilaan menjadi pemenang. Ketidakwarasan menjadi-jadi dan semakin menyebar kemana-mana. Yang tidak waras akan terus berkuasa dan semena-mena. Terus bagaimana nasib kita yang waras?? Siap-siaplah menjadi ikut tidak waras atau memilih untuk melawan ketidakwarasan tersebut.
Repot memang kalau ketidakwarasan menang dan malah kini menjdi Gubernur dan Wakil Gubernur di Jakarta. Kita akan lebih capek dan lebih repot mengawal dan menjaga perubahan Jakarta. Tetapi selama kita masih waras dan hidup, perlawanan itu harus terus dilakukan. Karena perlawanan dan pergerakan itulah yang menjadi bukti kita masih waras dan hidup.
Semoga saja kita tidak lelah dan terus punya kekuatan menahan pemberitaan penuh ketidakwarasan di Jakarta selama 5 tahun. Kalau perlu bawa plastik hitam kemana-mana buat jaga-jaga siapa tahu pengen muntah dengar pemberitaan Gubernur dan Wakil Gubernur minions. Karena kita harus terus beritakan ketidakwarasan mereka supaya semakin banyak yang waras dan tidak mau lagi terulang memilih pemimpin model banyak bacot.
Gubernur bukannya tahu kondisi now malah bisanya nyinyir. Dasar Gubernur Nyinyir.
Salam Nyinyir.