Dan akhirnya polisi bertindak tegas sesuai dengan kewenangannya. Tidak seperti gubernur Anies yang menutup Alexis hanya dengan secarik kertas, polisi tegas menahan Arseto Pariadji dengan borgol lengkap dengan seragam khas tahanan. Masuk juga tu barang!…
Inilah kalau orang tidak bisa membedakan dan memilah-milah mana hoaks, mana fitnah dan mana opini. Tidak ada yang melarang orang lain beropini karena opini tidak salah sepanjang tidak menghina dan merendahkan martabat atau mencemarkan nama baik orang lain.
Setiap orang boleh dan bebas beropini, tetapi menyebar kabar hoaks apalagi fitnah orang lain jelas akan ada konsekuensi hukumnya.
Dan sayangnya yang dilakukan Arseto Pariadji jelaslah bukan opini. Arseto jelas menghina dan memcemarkan nama baik presiden. Mentang-mentang anak orang besar, gagah-gagahan mengatakan Jokowi menjual undangan kawinan anaknya seharga 25 juta, ini jelaslah fitnah tanpa dasar.
Bukan hanya itu saja, pria yang bernama lengkap Arseto Suryoadji Pariadji, bahkan menuding Jokowi dan pendukungnya semua adalah koruptor, fitnahan yang sangat keji.
Sangat disayangkan, seorang anak muda anak yang juga adalah putra dari seorang pemuka agama yang seharusnya memberi teladan yang baik dan berhati-hati dalam bersikap malah melakukan tindakan murahan memfitnah presiden.
Sebagai publik figur, tindak tanduk Arseto pastilah akan dicontoh banyak orang. Anak seorang pemuka agama mustinya memiliki kelakuan moral yang baik untuk menjaga nama baik orang tuanya. Bukan malah sebaliknya.
Saya malah teringat ungkapan bung Karno berikan aku 10 anak muda dan aku akan mengguncangkan dunia.
Tentu yang di maksud anak muda oleh bung Karno dalam ungkapan tersebut adalah pemuda yang berkarakter kuat dan cinta akan tanah airnya, bukan pemuda seperti Arseto ini yang malah cuih..cuih.. Menghina presiden…
Kalau seperti Arseto ini mah bukan mengguncangkan dunia, tapi malah mempermalukan orang tua nya, parah!!!.
Bahkan sangkin malunya si orang tua, dalam salah satu statementnya menyatakan “Sdr Arseto Suryoadji tidak memiliki hubungan apapun dengan nama Pariadji”, apakah yang dimaksud adalah tidak memiliki hubungan darah, atau tidak diakui lagi sebagai anak?. Hmmm.. mungkin yang mengeluarkan pernyataan itu saja yang tahu maksud kalimat tersebut.
Jika anak seorang pemuka agama saja melakukan tindakan seperti itu, sepertinya anak-anak muda generasi saat ini sedang krisis keteladanan. Padahal disaat yang sama, bangsa ini sedang membutuhkan tenaga dan pemikiran para anak muda untuk membangun negara ini. Merekalah tulang punggung yang akan menentukan maju mundurnya bangsa ini di masa depan.
Lantas pertanyaannya dimana letak permasalahannya?. Menurut saya banyak faktornya, tidak semata-mata salah si anak, peran orang tua yang gagal menjadi teladan bagi anaknya serta pengaruh lingkungan yang tidak benar sangat mempengaruhi pemikiran, emosi, rasionalitas dan mental si anak kelak di masa depan.
Lihat saja contoh yang dilakukan oleh Arseto, memaki-maki dahulu, menyesal belakangan. Padahal kalau dia mau lebih mengutamakan rasionalitas, mungkin kejadian seperti itu tidak akan terjadi.
Pendidikan tinggi saja ternyata bukan merupakan indikasi bagi kedewasaan berpikir dan mental yang matang.
Kegagalan bertemu Jokowi dan melamar sebagai staf presiden (menurut pengakuannya), bagi Arseto yang merupakan lulusan Hotel Institute Montreaux Swiss, serta peraih gelar Master Theologia di Institut Theologia Solo, harusnya diterima dengan lapang dada sambil instropeksi dimana letak kesalahannya. Bila ada yang dirasa tidak benar, laporkanlah sesuai jalur hukum yang berlaku.
Bukannya malah petangtang-petengteng marah-marah ke Presiden bahkan sampai menyebarkan fitnah yang sangat keji, akibatnya borgol dan penjara pun menjadi ganjarannya.
Pada akhirnya, nasi telah menjadi bubur, apa yang dialami oleh Arseto tentu harus dia pertanggungjawabkan. Semoga dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi yang lainnya, untuk cerdas beropini berdasarkan bukti dan fakta, bukan hanya emosi semata.
Untuk Arseto, selamat bercuih-cuih ria di dalam penjara.
Special Thanks, Contribute by Danang Setiawan