Terkejut. Publik terhenyak, ketika Erick Thohir (48) menerima pinangan Joko Widodo sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional. Selain tidak ada jejak rekam di dunia politik, nama Erick baru moncer, setelah sukses sebagai ketua panitia pelaksana Asian Games 2018 yang usai awal bulan ini.
Kedekatan Sandiaga tak hanya kepada Erick, tapi juga keluarga besarnya, Mohammad Teddy Thohir. Pria yang biasa disapa Thohir ini merupakan profesional pertama yang membangun PT Astra International Tbk bersama sang pendiri, William Soeryadjaya. Lepas dari Astra, Thohir mendirikan usaha sendiri, PT Trinugraha Thohir (TNT). Bisnis pakaian, makanan, dan perumahan mengawali usaha TNT di Tanah Air.Di bawah pimpinan Garibaldi Boy Thohir (kakak Erick), TNT semakin menggurita dengan memiliki banyak sektor usaha di Indonesia.
Dalam beberapa kasus, perusahaan keluarga Thohir (TNT Group) sering kongsian dengan Sandiaga Uno. Yang fenomenal, kongsian Sandi dengan TNT, TP Rachmat, Benny Soebianto, dan Edwin Soeryadjaya untuk membeli 60 persen saham PT Adaro Energy Tbk pada 2005. Kongsian itu dapat cuan tinggi, karena investasi itu naik setara US$ 1 miliar dalam tempo lima tahun.
Kini Adaro adalah perusahaan tambang batu bara kedua terbesar di Indonesia dengan pendapatan usaha US$ 1,6 miliar dan laba US$ 195 juta per Juni tahun ini. Kongsi tersebut juga membuat TNT naik kelas, menjadi kelompok usaha papan atas di Indonesia.
Majalah Globe Asia dalam edisi “100 Top Groups”, terbit Agustus tahun ini, menempatkan TNT di peringkat 40 dengan profit usaha mencapai US$ 1,1 miliar. Namun, pada 2009, Garibaldi Thohir pernah menyebutkan total pendapatan usaha TNT sekitar Rp 40 triliun. Yang mana bisnis batu bara menyumbang terbesar; sekitar Rp 35 triliun.
“Jujur saja, Erick selalu berdiskusi dengan saya setiap ada ide bisnis. Saya juga kenal baik dengan teman-temannya,” ujar Boy Thohir kepada penulis saat diwawancarai untuk majalah Globe Asia beberapa waktu lalu.
Tetapi masuknya Erick dan Uno kedalam dunia Politik, yang satu menjadi Ketua TKN Nasional, yang satu menjadi Cawapres kubu sebelah, merubah semuanya. Kesetiaan Thohir kepada kepolosan dan keihklasan Presiden Jokowi dalam bersikap dan bertutur kata, pembuat dia gerah, ketika grup sahabatnya sendiri mulai bermain isu isu liar, sandiwara demi sandiwara mulai dilancarkan. Rasa persahabatan Thohir mulai memudar seiring dengan kepiawaian dia dalam menyerap dan memahami Politik yang kabarnya Kampanye damai lambat laun berubah menjadi Politik Lawan yang terkesan ugal-ugalan dan liar. Sesuai dengan Shionya, Thohir tidak rela jika presiden pilihannya dihina, difitnah dan dinistakan. Otak cerdasnya mulai berputar, dia tidak bisa lagi menggunakan strategi Defensive, jika dalam pertandingan bola, tim lawan terkesan agresif dan mulai main gila-gilaan. Tak ada jalan lain selain melawan sekaligus bertahan. Melawan semua tuduhan fitnah dan bertahan agar tidak kebobolan oleh “Tendangan lawan”
Tim Lawan dimana disitu ada sahabatnya Uno, mulai menyiapkan Bola untuk menyerang. Satu Bola seolah olah bertuliskan “KOTA PINANG” dan Bola lainnya bertuliskan “PEKANBARU- RIAU”. Saat Tim Uno, sahabatnya mulai menggocek tim Jokowi dengan bola “KOTA PINANG”.
Ya Kota Pinang, Saat Sandi Uno pamer penolakan pedagang, Erick Thohir membaca itu serangan pada timnya, serta merta diserang balik bahwa itu sandiwara tak bermutu. Tim Sandi kelabakan dan menghentikan penyebaran sinetron tersebut, karena bukti sudah ditangan TKN. Bola berhasil di “tendang” Thohir sehingga menjauhi gawang Pertahana.
Serangan berikutnya adalah dari Bola bertuliskan “Pekanbaru – Riau” dimana baliho SBY dan Partai Demokrat dirobek robek di Jalan Sudirman Pekan Baru Riau. SBY dan jajarannya langsung bermain dengan victim playing, diramaikan oleh BPN. Ada tuduhan seolah dilakukan oleh PDIP yang menjadi arus utama pilar Jokowi. Sikap Erick jelas, tangkap dan periksa pelakunya, jangan sok baperan… Peluru kedua juga sudah jauh dari gawang pertahana, lengkap dengan data Pribadi si Aktor “Pelaku Perobekan Baliho” yang ngaku disuruh Kader PDIP, ternyata Jeroan Medsosnya isinya video, broadcast, artikel, sumpah serapah menghina Presiden Jokowi, yang jelas menjadi bukti konkrit, tidak mungkin ada Pelaku ngaku suruhan PDIP tapi menghina Presiden pilihan partainya.
Thohir tentu bukan anak Kemaren sore yang baru masuk “sekolah Politik”, secara tidak langsung, dia pernah mencicipi Politik rasa Luar negeri. Jangan lupa, Keberaniannya membeli saham Inter Milan sebesar 70 % tahun 2013, menunjukkan siapa dia. Klub Nerazzuri ini yang bermarkas di Milan, pasti diganggu oleh mafia mafia bola Italia, dan itu salah satu alasan Moratti menjual sahamnya. Thohir melawan Mafia Italia loh yang senjatanya bukan Hoax dan Fitnah, tapi bisa jadi hujaman pisau atau tembakan senjata mesin dari para Italiano Mafioso, apalagi sekarang yang dihadapi cuman Mafia ecek-ecek yang senjatanya cuman Sandiwara, Hoax dan Fitnah.
Apa yang bisa dipelajari dari kasus diatas? Ya Permainan Darat, kita bermain Sepakbola di darat dan bukan di Udara apalagi di Laut.
Jika hanya perang di media, sepertinya malah gak terlalu efektif. Media sudah dibanjiri perdebatan yang selalu panas. Orang saling melemparkan opini. Seringkali bahkan bukan opini, tetapi cenderung omongan kosong tanpa data.
Lagipula media sosial hanya menjangkau paling 30 persen orang. Sisanya gak tergarap dengan baik. Cara satu-satunya harus turun langsung ke lapangan.
Anggap perang opini media itu adalah serangan udara. Semua berlaga di udara. Tapi serangan udara gak akan bisa memenangkan pertarungan. Yang bisa memenangkan pertarungan adalah serangan darat.
Dalam perang opini pasukan Prabowo-Sandi sering memelintir data. Bayangkan, Sandiaga datang ke pasar. Tengak-tengok sebentar. Keluar dari pasar dia teriak harga-harga mahal. Entah dapat omongan dari mana.
Pernyataan Sandi ditopang oleh para penari hula-hula politik yang ikut meramaikan kebohongan tersebut. Lalu mereka teriak rakyat makin susah? Rakyat yang mana?
Balik ke angka, kemiskinan tinggal satu digit. Pertama dalam sejarah, hanya di zaman Jokowi bisa ditekan serendah itu. Pertumbuhan stabil di atas 5 persen di tengah gejolak dunia yang menggila. Pembangunan infrastruktur gila-gilaan. Sementara bantuan sosial juga gak kalah dan tepat sasaran. Artinya uang negara memang digunakan untuk masyarakat.
Tapi realita ini dipelintir sedemikian rupa. Seolah-olah negara kita sedang menghadapi masalah. Padahal cadangan devisa kita tinggi. Desifit transaksi berjalan makin kecil. Kemampuan Indonesia membayar utang makin bagus. Tapi mereka bicara tanpa fakta dan data. Sama seperti sering memfitnah Jokowi anti Islam.
Perang udara seperti ini bisa ditangkis dengan membeberkan fakta-fakta via media atau media sosial. Masalahnya gak cukup sampai di situ. Sebab yang terpapar masalah itu adalah mereka yang mungkin saja tidak punya akses media sosial.
Di sinilah dibutuhkan orang-orang yang lebih militan untuk memerangi opini yang disebabkan gerombolan pemfitnahan itu di darat. Temui masyarakat langsung dan beberkan faktanya. Hadir di forum-forum ke masyarakat. Turun ke masjid dan rumah ibadah yang kini banyak berubah jadi ajang menyebarkan berita bohong dan fitnah.