Program rumah DP 0 rupiah kembali menghangat setelah hari ini gubernur Anies tersenyum sumringah melakukan groundbreaking rusun tepat disamping kuburan Pondok Kelapa. Rusun ini dijadikan sebagai proyek percontohan rumah tanpa DP yang digagas Anies-Sandi semasa kampanye.
Bagi warga Jakarta yang tidak paham soal rumah tanpa DP ini pasti senang bukan kepalang. Tetapi bagi saya yang paham betul program akal-akalan ini justru merasa sedih…
Lha apa tidak sedih kalau ternyata rumah ini hanya orang kaya dan bukan untuk warga yang tidak mampu. Niatan untuk mengurangi ketimpangan antara si kaya dan si miskin, kenyataannya malah dinikmati oleh kalangan menengah atas. Sehingga ketimpangan malah akan semakin lebar.
Amran Nukman, Ketua Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta, menceritakan pengalamannya beberapa waktu lalu ketika diminta menjadi pembicara dalam acara rumah DP 0 rupiah di Balai Kota.
Dia kaget karena kebanyakan warga yang hadir mengira DP 0 rupiah ini adalah program Pemprov DKI bagi-bagi rumah gratis. Artinya, masih banyak yang tidak mengetahui apa itu rumah DP 0 rupiah. Apa tidak sedih kalau mendengar cerita ini!!
Wajarlah warga banyak yang tidak tahu, sedangkan yang membuat program saja juga tidak tahu dan mengubah-ubah skemanya. Jika kita usut dari awal, program ini sudah berkali-kali mengalami proses metamorfosis. Mulai dari rumah DP 0 %, menjadi rumah DP 0 rupiah, rumah tapak menjadi hunian vertikal. Sempat juga gubernur Anies menyinggung rumahnya ada di situs rumah123.com, terus berubah lagi bahwa ia tidak akan menyediakan rumahnya tetapi hanya pembiayaannya. Dan setelah bertubi-tubi dibully, barulah akhirnya muncul rusunami di Pondok Kelapa di samping kuburan ini.
Pertanyaan baru pun kemudian muncul. Siapa yang berhak membeli rusun samping kuburan ini? Sempat menyebut warga yang berpenghasilan minimal 7 juta, kemudian berubah menjadi yang bergaji 7 hingga 10 juta, baru kemudian muncul statemen terbaru gubernur Anies bahwa syarat mengajukan kepemilikan rusun disamping kuburan ini adalah mereka yang berpenghasilan rendah atau MBR. Sesuai Undang Undang, MBR adalah masyarakat yang bergaji dibawah 7 juta rupiah.
Lalu bagaimana dengan masyarakat berpenghasilan UMP? UMP DKI saat ini adalah Rp 3.648.000 apakah bisa? Mari kita hitung!
Karena belum ada formula yang pasti tentang skema pembiayaan, maupun syarat-syarat mengajukan kredit rusun ini, saya akan mencoba menghitung kasar sesuai dengan apa yang saya pahami selama ini tentang lika-liku KPR.
Gubernur Anies mengatakan harga rumah mulai Rp 185 juta hingga Rp 320 juta. Rusun samping kuburan ini ditargetkan rampung pertengahan 2019. Jika warga harus menabung dulu secara konsisten selama 6 bulan untuk DP, berarti proses akad kredit baru bisa terjadi di awal tahun 2020. Di tahun itu, apakah harga rusun tipe 21 masih 185 juta??
Kita tidak usah menghitung rusun ukuran 36 meter yang harganya 320 juta. Sudah jelas tidak masuk akal jika untuk yang bergaji 7 juta… Mari kita hitung untuk yang termurah saja yaitu tipe 21 Rp 185 juta.
Meski katanya tanpa DP, tetapi kan harus menabung selama 6 bulan sebagai pengganti DP, berarti ya bukan tanpa DP. Inilah yang saya maksud program akal-akalan. Jika DP 10% atau sebesar 18,5 juta maka kita harus menabung 3 juta perbulan selama 6 bulan. Bisa?
Anggaplah bisa. Berarti sekarang kita masuk pada proses akad kredit di bank. Biaya akad kredit berkisar 5-10 juta rupiah. Ada?
Anggaplah ada. Dengan DP 18,5 juta berarti jumlah yang harus di KPR adalah 166,5 juta. Dengan asumsi bunga KPR saat itu adalah 12%, dan tenor 15 tahun, maka cicilan yang harus kita bayarkan setiap bulan adalah 2 juta rupiah. Bank mensyaratkan maksimal cicilan adalah 30% dari gaji. Maka minimal gaji yang bisa disetujui oleh bank adalah 6 juta rupiah.
Berarti jika kita hanya bergaji UMP, lewat!!!
Gagal ditahap ini, biasanya bank menawarkam solusi yang namanya turun plafon, apakah menambah DP atau memperpanjang tenor. Anggaplah tenor menjadi 20 tahun. maka cicilan bisa berkurang menjadi 1,8 juta perbulan. Artinya, gaji kita harus minimal 5,4 juta. Hmm..Gaji UMP masih belum ngangkat tuh!!
Apakah angka cicilan itu flat selama 20 tahun? tentu tidak. Cicilan akan naik di tahun kedua atau ketiga karena bunga floating mengikuti suku bunga Bank Indonesia. Kecuali kita mengajukan di bank syariah, cicilan bisa flat selama 20 tahun. Itupun dengan bunga tertentu.
Oke, anggap saja semua syarat terpenuhi. Bank juga mensyaratkan usia debitur pada saat rumah lunas tidak melebihi usia pensiun. Jika usia pensiun adalah 55 tahun, artinya usia maksimal warga yang bisa mengajukan KPR dengan tenor 20 tahun adalah usia 35 tahun.
Anggaplah syarat yang ini juga terpenuhi. Sekarang kita masuk ke BI checking. Apakah anda pernah nunggak cicilan motor, mobil, kartu kredit atau kredit lain yang melibatkan bank? jika iya, segera urungkan niat mengambil rusun DP 0 rupiah daripada sia-sia mengumpulkan berkas…
Tetapi jika lolos, berarti kita bisa lanjutkan hitung-hitungan kita. Eits…jangan senang dulu!! Dengar-dengar, rumah ini hanya untuk warga yang sudah berdomisili selama 20 tahun di Jakarta. Jadi, jika kita adalah pendatang yang belum 20 tahun tidak dapat mengambil rumah ini meskipun telah ber KTP DKI Jakarta. Duh!!
Sehingga saya berkesimpulan rusun di samping kuburan ini adalah rusun untuk orang kaya yang bergaji diatas 10 juta, belum berusia 35 tahun pada saat akad kredit, sudah ber KTP DKI Jakarta sekurang-kurangnya 20 tahun, dan tidak memiliki riwayat kredit macet. Inipun masih hitungan kasar. Perkiraan saya, tidak ada harga rusun 185 juta tahun 2020 nanti kecuali disubsidi. Lha apakah gubernur Anies akan mensubsidi warga bergaji 10 juta rupiah? inipun masalah baru lagi…
Lebih dari itu, akan muncul pertanyaan, maukah anda seorang manager perusahaan yang bergaji 10 juta per bulan mencicil rumah susun satu kamar tidur, disamping kuburan, dengan ukuran 3×7 meter, yang akan lunas ketika anda menjadi seorang kakek atau nenek berusia 55 tahun?
Jikapun anda mau dan disetujui, pikirkanlah juga resiko kredit macet. Jangan sampai mandeg dan anda kehilangan rusun di samping kuburan yang anda idam-idamkan ini setelah “berdarah-darah” mencicil beberapa tahun.
Gubernur Anies memang berpihak, tetapi ingat bahwa bank tidak pernah memihak. Anda akan dicoret jika memang tidak layak mendapatkan fasilitas KPR!
Terakhir, pak Anies, ayolah jujur! sampaikan formula yang jelas agar kami dapat cermat berhitung mulai dari sekarang. Jangan kami sudah berharap banyak, namun harus kecewa dikemudian hari…
Selamat berpikir ulang!!