Pada masa Jokowi-Ahok dan Ahok-Djarot memimpin sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, video setiap rapat, pertemuan, acara dan sebagainya selalu diupload Ahok agar dapat diketahui oleh masyarakat. Bahkan untuk hal tersebut beliau sampai menerbitkan Pergub. Alasan beliau kenapa harus meng-upload video tercantum di dalam Pergub Nomor 159 Tahun 2016 tentang Penayangan Rapat Pimpinan dan Rapat Kedinasan Pengambilan Keputusan Terkait Pelaksanaan Kebijakan pada Media Berbagi Video.
Pada Pasal 2 poin kedua pergub tersebut tertulis tujuan penayangan video untuk menjamin hak warga agar bisa mengetahui proses kebijakan publik, pengambilan keputusan, dan alasannya.
Selain itu, untuk mendorong partisipasi masyarakat dan pengambilan keputusan kebijakan publik. Penayangan video rapat juga bertujuan menciptakan pemerintahan yang transparan, efektif, efisien, akuntabel, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada Pasal 4 pergub itu, diatur mekanisme penayangannya. Penayangan video dilaksanakan paling lama tiga hari setelah pelaksanaan rapat pimpinan dan rapat kedinasan.
Namun ketika jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur beralih kepada Anies dan Sandi, kegiatan mengupload video tersebut dihentikan dengan alasan kebanyakan mudaratnya daripada manfaatnya, bisa memecah belah warga, takut dijadikan meme. What?
Ok, sampai disini saya stop dulu sebelum saya sampai kepada kesimpulan akhir.
Seperti yang pembaca ketahui, kami termasuk saya adalah penulis di media Indovoices. Dari mulai berdirinya sampai sekarang, sudah ada ratusan artikel, bahkan mungkin sudah mencapai angka ribuan dan terus bertambah setiap harinya. Artikel artikel yang kami publish tak jarang harus mengalami serangan, umpatan, ejekan, caci maki. Dari mulai sanggahan baik-baik dari pembaca, yang ngajak debat, sampai yang paling kasar dicaci-maki dengan kata-kata kasar pun ada. Bahkan sampai akun penulis diserang pun pernah.
Apakah karena mengalami hal-hal tersebut lantas kami menyerah untuk menulis?
Apakah umpatan-umpatan itu lantas membuat kami menjadi cemen, ketakutan dan tidak berani mem-publish tulisan kami? Tentu saja tidak. Terlintas dipikiran pun tak pernah, karena sejak awal kami memiliki tekad untuk menyuarakan melalui tulisan, apa yang kami anggap benar. Karena sejak awal kami memiliki tekad untuk membongkar apa yang disebut dengan ketidakadilan. Dan karena kami sejak awal memiliki tekad berjuang melalui tulisan untuk keutuhan NKRI.
Cemohan, ejekan dan caci-maki yang kami terima, bahkan semakin membakar semangat kami untuk terus menulis, karena kami yakin telah berdiri di jalur yang benar. We stands on the right track
Jadi lucu kalau Anies Sandi berhenti mengupload video hanya dengan alasan takut terjadi perpecahan, takut videonya dijadikan meme, takut dikritik masyarakat. Apakah hanya seperti itu mental kedua pasang pemimpin Jakarta itu?
Saya rasa mental mental cepat menyerah, tidak tahan dikritik, takut dijadikan meme, bukanlah sifat seorang pemimpin. Sifat-sifat seperti itu biasanya hanya dimiliki anak-anak manja yang terbiasa bersenang-senang, hidup berkecukupan tanpa pernah merasakan susah.
Sifat-sifat seperti itu lebih cocok dimiliki oleh orang-orang yang takut bersaing secara sehat tapi mau menang walau harus menggunakan cara curang.
Jujur saja, saya malu punya gubernur dan wakil gubernur seperti itu. Pemimpin itu harusnya bisa jadi panutan, digugu dan ditiru, tapi saya tidak melihat sifat cengeng, cemen, takut dikritik itu sebagai sifat-sifat yang layak ditiru.
Atau mungkin apa yang saya sampaikan salah? Bisa jadi penjelasan diatas hanyalah kamuflase?.
Dengan tidak mengupload video maka pembahasan rapat menjadi remang-remang, seremang Balaikota yang tertutup gorden?.
Inikah yang disering disebut Anies Sandi saat kampanye dulu sebagai Open Goverment? Dimana menurut Anies, Open Goverment adalah praktik tata kelola pemerintahan yang dijalankan dengan transparan. Lantas kalau begini, dimana letak transparannya Anies?.