Akhirnya gubernur Anies menginstruksikan untuk memasang kembali bendera negara peserta Asian Games yang diikat pada bambu belah yang sempat viral dan akhirnya dicopot oleh pak camat.
Ketika banyak warga yang mengkritisi bambu belah untuk memasang bendera peserta Asian Games, Anies justru melihat fenomena ini sebagai inspirasi…
“Saya berharap, tiang bambu dan bendera sederhana inisiatif warga ini malah akan jadi inspirasi bagi warga kampung lainnya untuk mempercantik lingkungannya, menyambut tamu-tamu yang datang ke Jakarta yang ikut mereka rasakan sebagai rumah besar milik mereka. Saya instruksikan untuk dipasang kembali. Harap pastikan keamanan dan kerapiannya”.
“Saya baru membaca bahwa tiang bambu bendera peserta Asian Games di Penjaringan diturunkan oleh PPSU. Pemasangan bendera itu adalah inisiatif warga. Jangan halangi, jangan rendahkan, dan mari kita izinkan rakyat merayakan Asian Games dengan kemampuannya, dengan ketulusannya,”
Jangan sekali-kali anggap rendah tiang bendera dari bambu. Itulah tiang yang ada di rumah-rumah rakyat kebanyakan. Penjualnya rakyat kecil. Perajinnya pengusaha kecil. Penanamnya ada di desa-desa. Biarkan hasil panen rakyat kecil, hasil dagangan rakyat kecil ikut mewarnai Ibu Kota. Jangan hanya gunakan tiang besar buatan pabrik yang ukuran kekayaannya sudah raksasa”.
Gubernur Jakarta, Anies Baswedan- detik.com
Hal ini membuktikan bahwa cara pandang Anies memang lain dengan cara pandang orang kebanyakan. Berbeda dengan warga Jakarta yang menginginkan Jakarta menjadi kota modern, terpandang dan disegani di dunia internasional melalui Asian Games ini, gubernur Anies malah menganggap Asian Games ini sebagai pesta rakyat yang pantas dirayakan dengan penuh kesederhanaan dengan menonjolkan kearifan lokal.
Asian Games jelas berbeda dengan pesta rakyat. Asian Games adalah event olahraga multi cabang terbesar di dunia setelah olimpiade sedangkan pesta rakyat lebih kepada perayaan adat dan budaya daerah setempat…
Ditunjuknya Jakarta-Palembang menjadi tuan rumah sesungguhnya tidaklah mudah dan melalui proses yang panjang. Indonesia harus bersaing dengan banyak negara sebelum akhirnya dipilih. Delegasi kita harus mampu meyakinkan panitia Asian Games bahwa Jakarta-Palembang siap menggelar event ini.
Sarana olahraga, infrastruktur penunjang, kapasitas stadion, kelayakan venue, tempat tinggal atlet, hotel dan akomodasi yang tersedia termasuk juga situasi politik dan keamanan menjadi bahan pertimbangan dipilihnya Jakarta-Palembang sebagai tuan rumah. Bisa dibayangkan bagaimana alotnya negosiasi untuk menjadi tuan rumah Asian Games ditengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Maka terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah jelaslah sebuah kebanggaan besar…
Untuk itulah stadion diperbaiki, venue-venue cabor baru dibangun, MRT dan LRT dikebut, wisma atlet dibuat senyaman mungkin, trotoar dirapikan, tempat-tempat wisata seperti Monas, lapangan banteng steril dari PKL, Kota Tua bersolek semua demi nama Jakarta dan Indonesia dimata dunia.
Bayangkan apa yang terjadi jika saat negosiasi untuk menjadi tuan rumah delegasi kita mempromosikan tiang bendera bambu belah sederhana dengan alasan bambu dijual oleh rakyat miskin, pengrajinnya pengusaha kecil, bambunya ditanam di desa-desa seperti retorika gubernur Anies, sudah pastilah ditolak.
Dan kalau dengan alasan yang sama pula, maka di semua venue PKL bebas berjualan, makanan yang dijual tidak usah diuji kelayakannya, biarkan kuda-kuda memenuhi Monas dengan aroma kotorannya yang khas agar warga miskin ikut menikmati gegap gempita Asian Games…
Wisma atlet tidak usah dibangun, suruh saja atlet dari Jepang, Korea, Uzbekistan tinggal di losmen atau kost-kost an sederhana milik warga dan biarkan warga ikut pesta kecil demam Asian Games.
Pertandingan berbagai cabang juga menggunakan bola plastik yang ada di warung-warung, nett bola voley dirajut dengan menggunakan tali rafia, cabang olahraga anggar memakai stick dari bambu, lompat galah menggunakan tongkat Pramuka dan cabang lempar lembing menggunakan bambu runcing buatan pengusaha Ok-Oce…
Tentu bukan seperti itu yang kita harapkan, bukan? Betapa naifnya gubernur Anies membawa-bawa nama rakyat kecil dan rakyat miskin ke ranah event internasional bernama Asian Games.
Saya malah menduga instruksi untuk memasang kembali bendera bambu belah ini hanyalah usaha Anies untuk menutupi kelalaian dan ketidakmampuannya mengkoordinasi seluruh jajaran aparat pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta menyambut Asian Games. Selain itu juga untuk mengalihkan isu perbaikan trotoar di jalan Sudirman yang belum juga beres…
Tetapi jika benar itu adalah cara Anies berpihak kepada warga miskin, rasanya kok kurang tepat sebab Asian Games jelas beda dengan pesta rakyat. Asian Games adalah soal gengsi dan tidak ada kaitannya dengan upaya menghidupkan UMKM…
Hancur sudah wibawa Jakarta dan Indonesia dimata dunia. Kok tidak malu sama Palembang, kotanya kecil APBD kecil tetapi lebih meriah menyambut Asian Games. Betapa malangnya kota Jakarta setelah kehilangan Ahok…
Selamat merayakan Asian Games di Jakarta dengan penuh kesederhanaan!
Om bambu belah Om!