Indovoices.com –Wacana pelonggaran atau relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi pro dan kontra di tengah pandemi COVID-19.
Sebab, angka kasus positif di Indonesia terus meningkat sejak Maret 2019. Tentu, wacana relaksasi ini membuat sejumlah tenaga kesehatan khawatir.
Salah satu relawan dari Ikatan Dokter Indonesia di RS Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakut, Falla Adinda mengatakan, harapannya pemerintah tidak serta merta mengambil kebijakan untuk menyelamatkan ekonomi dengan mengorbankan faktor lain.
“Jika memang ingin menyelamatkan ekonomi ya paralel menyelamatkan kesehatan, yang terjadi sekarang kebijakan yang cenderung tidak tegas terhadap warganya,” ujar Falla.
“Jika ada relaksasi [PSBB] mohon dipikirkan, rakyat diberikan amanah apa yang mereka lakukan selama relaksasi untuk menurunkan kurva,” tambahnya.
Falla sudah lima minggu ikut menangani pasien COVID-19 di RS Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet. Setiap hari ia bekerja sekitar 8-9 jam dengan memakai Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.
“Selama periode jaga, pakai hazmat tidak boleh pipis, poop, minum makan karena kita menghemat supply APD. Proses pemakaian dan pelepasan hazmat dan APD itu ribet lebih baik enggak ganti-ganti,” ujarnya.
Ia dan timnya bertugas baik di ruangan IGD hingga poli umum. Mulai dari menerima pasien, follow up, hingga visitasi ke pasien bersama dengan dokter spesialis.
“Beberapa hari terakhir ada tower baru yang dibuka karena memang ada ABK yang merapat, banyak juga kasus positif baru, jadi tower dibuka karena kedatangan ABK jumlah cukup banyak,” tambahnya.
“Kalau dari data jumlah pasien belum ada penurunan yang siginifikan, masih begitu-begitu aja, walaupun tidak bisa bilang kenaikan drastis, ada kenaikan drastis karena ABK yang merapat,” tegasnya.
Ia menambahkan, selama menjalankan tugas, stamina menjadi tantangan tersendiri karena ia harus bekerja di balik APD.
“Untuk saya lelah banget, panas pengap dehidrasi pula, jadi tantangannya ada di energi saya sendiri,” tambahnya.
Untuk beban pekerjaan, ia mengatakan hampir sama dengan ketika menjalankan di rumah sakit umum. Hanya saja kasusnya lebih banyak.
“Karena jumlahnya banyak di sini, kami 1 lantai 65 pasien, sekali jaga bisa pegang 2 lantai. Memegang puluhan hingga ratusan pasien itu not easy thing jadi, kalau ditanya tantangan kerja salah satu tantangan pakai hazmat,” pungkasnya. (msn)