Jakarta – Ustazah Neno Warisman mengaku sedih dengan aksi sejumlah orang yang membawa spanduk berisi penolakan terhadapnya di Batam. Dia juga mempertanyakan kenapa aksi tersebut bisa dilakukan di bandara yang merupakan objek vital.
“Saya sedih sekali ya, karena kan kita ini satu hal ya, objek vital itu nggak boleh ya ada massa berkumpul banyak. Kenapa musti kayak gitu? Ya saya sedih karena apa, kayak ada yang janggal gitu,” kata Neno dalam sebuah video yang diterima detikcom, Sabtu (28/7/2018).
“Kita ini warga negara mau menyuarakan pendapat kita, ekspresi, dijamin oleh undang-undang, dan gerakan relawan ganti presiden ini konstitusional. Nggak melanggar apa-apa. Kenapa musti sampai kayak gini sih? Sekarang kita masih di bandara. Ada beberapa orang berusaha untuk, katanya, ada anggota DPRD mau tolong lewat belakang. Jadi kayak apa ya. Kayak sesuatu yang mengerikan gitu,” ujarnya.
Waddooowww…. Benar-benar mengerikan! Masyarakat Batam berani menolak Ustadzah Neno Warisman? Mantan artis terkenal yang sedang berekspresi sepenuh jiwa raga, memenuhi panggilan hati yang tidak sabar ingin cepat-cepat ganti presiden? Sebagai penonton, saya ikut jengah, kenapa orang yang datang dengan niat baik untuk mengisi acara Tabligh Akbar dan ceramah agama, harus dibentangkan spanduk penolakan agar segera minggat dari tanah tujuan. Miris sekali, kan?
Kaget? Sudah pasti. Lihat saja, Neno sampai tergeragap menjawab keheranannya sendiri. Mungkin dia tidak menyangka bakal dihadapkan pada kenyataan pahit sebagai satu-satunya perempuan yang masuk dalam daftar ‘black list’ ditanah orang. Neno boleh tidak percaya fakta, dan (seperti biasa) dia pasti menganggap hal ini sebagai ‘kerjaannya’ penguasa. Pasti dia akan bertahan diposisi sebagai korban, korban kedzaliman.
Padahal, setiap kejadian, kalau sudah masuk berita dimedia, tinggal lihat saja dikolom komentar, disitu secara tidak langsung ada jawaban yang mendekatkan kita pada akar permasalahan. Intinya, pasti ada sesuatu yang membuat orang berontak, merasa marah, atau sudah muak dengan kehadiran orang yang datang dengan membawa maksud-maksud terselubung. Kalau tujuan Neno hanya ingin berceramah dengan membawa pesan-pesan agama yang menyejukkan, mustahil dia dapat penolakan. Masyarakat Indonesia terkenal ramah tamah dan berbudi pekerti luhur, tidak mungkin tega berbuat semena-mena dengan mengusir tamu yang datang dari jauh.
Kalau sudah begini, introspeksi diri sendiri saja. Setiap akibat pasti ada sebab. Deklarasi Ganti Presiden memang belum waktunya diumbar, apalagi calonnya masih misterius begitu. Kampanye pilpres saja baru dimulai tahun 2019, tapi ini sudah ancang-ancang mau menjungkalkan presiden terpilih yang belum lagi siap digaris start. Kalau diingatkan jangan bawa-bawa agama dalam politik, nanti marah. Tapi ceramah kemana-mana sambil teriak-teriak, “Ganti Presiden! Ganti Presiden!”. Mungkin ini yang menyulut kemarahan sebagian orang, yang kebetulan telinganya sensitif terhadap suara-suara trouble. Daripada pekak telinga mending diusir saja. Jadi, jangan salahkan mereka yang menolak, karena mereka juga punya hak yang sama konstitusionalnya. Berat sama dijinjing _ Berat sama dipikul. Judulnya, sama-sama keberatan. Hahahaha….
Anggap saja ini latihan mental buat jadi seorang politisi. Tidak masalah kalau ada ustadzah yang rangkap profesi, dengan syarat harus tebal muka dan membuang jauh-jauh sifat baperan yang cuma jadi bahan olok-olok orang, karena didunia perpolitikan ada prinsip dasar tak tertulis yang harus dimiliki seorang politisi; Berani berseberangan, harus berani berbenturan. Demo penolakan adalah bagian dari seni berpolitik. Pentas besarnya sudah kita saksikan di Pilkada Jakarta, dengan tiga episode yang dijadikan angka-angka keramat. Saking fenomenalnya, sampai didirikan akademi yang sudah mencetak ribuan alumni. Begitu kira-kira.
Sedih mana, ditolak waktu masih di Bandara, atau ditolak dishalatkan padahal sudah waktunya masuk kubur? Pilih sendiri jawabannya.