Indovoices.com- Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) terus mengevaluasi pencapaian instrumen pembangunan manusia dan kebudayaan di kawasan perbatasan dengan menggelar rapat koordinasi antar kementerian dan lembaga.
Untuk itu, Kemenko PMK menggelar rapat persiapan di Kantor Kemenko PMK Jakarta, Kamis sore (29/08/2019) yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan terkait itu nantinya diharapkan dapat menjadi bahan diskusi saat rakor berlangsung, Senin 2 September mendatang.
Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan Strategis dan Khusus Kemenko PMK Wijanarko Setyawan mengatakan bahwa terdapat 784 kecamatan di wilayah perbatasan. Sementara dalam kurun lima tahun, 187 kecamatan sudah menyelesaikan tahapan pembangunan yang dikerjakan oleh 34 kementerian/lembaga. “Target kita 784 kecamatan perbatasan sudah kita selesaikan di tahun ini,” ujarnya saat memimpin rapat persiapan tersebut.
Wijanarko pun mengungkapkan, ide dari pemetaan masalah yang dilakukan kementerian/lembaga (K/L) terhadap sejumlah kawasan perbatasan adalah bagaimana memperkecil ketimpangan di desa. Untuk itu, dibutuhkan alat ukur yang objektif.
Adapun aspek dari pembangunan perbatasan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 kurang lebih menyebutkan perbatasan sebanyak 72 kali. Maka hal itu pun kemudian Kemenko PMK memandag perlu persoalan pembangunan perbatasan menjadi sorotan khusus.
Dari masukan dari K/L terkait, secara topografi, pada dasarnya beberapa kawasan perbatasan tidak terlalu sulit untuk membangun infrastruktur sehingga ada peluang untuk meningkatkan pembangunan di kawasan perbatasan. Namun dari dimensi pendidikan, masih terdapat permasalahan seperti belum terpenuhinya standar pelayanan minimal.
Data Kemenko PMK mengungkapkan, masih terdapat 60 desa yang tidak memiliki sekolah SD/MI dengan aksesibilitas sulit menjangkau dari desa ke sekolah di luar wilayah desa. Sebanyak 270 desa tidak punya SMP/MTS dan 650 desa tidak mempunyai SMA/SMK.
Dimensi kesehatan, masyarakat juga masih sulit mencapai akses RS. Walhasil, solusinya kembali ke persoalan pembangunan infrastruktur menuju fasilitas layanan kesehatan RS serta memastikan pelayanan Puskesmas di desa tersedia secara baik dan terjangkau.
“Salah satu yang tak kalah penting yaitu ketersediaan sumber air untuk minum karena menyangkut kesehatan. Selain itu, jumlah keluarga dengan penerangan tanpa listrik yang saat ini masih sangat terbatas harus segera diatasi,” tukas Wijanarko.(jpp)