Setelah sempat heboh dan menjadi pembicaraan dimana-mana, akhirnya proses pembersihan Kali Sentiong atau yang kerap disebut Kali Item diambil alih oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hal ini disampaikan oleh Staf khusus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Day Air Firdaus Ali, Kamis 27 Juli 2018. Beliau juga menyebutkan bila pengambilalihan itu tidak melompati kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena memiliki dasar hukum.
“Kali Item di bawah Pemprov DKI. Tapi kemudian kami ambil alih karena tidak ada kemajuan. Pengambilalihan itu tentu saja ada dasar hukumnya karena Jakarta ini kan Ibukota sehingga memiliki kekhususan dalam penanganannya,” terangnya.
Mungkin karena geram dan menganggap gubernur DKI yang satu ini suka mengklaim hasil kerja orang lain. Firdaus Ali pun memberikan sindiran yang cukup menohok.
“Saya rasa dia tidak punya hak marah karena kewenangannya kami ambil. Justru harusnya berterima kasih. Silahkan saja kalau dia mau klaim ‘oh hanya di zaman saya lho Kali Item bersih’. Silahkan,” tandasnya.
Tindakan Anies yang menutup Kali Item (Sentiong) pun disindir oleh Firdaus.
“Saya pikir ajaib sekali ya. Sudah berbagai negara di lima benua saya kunjungi untuk belajar tata air dan lingkungan baru kali ini saya temui seperti itu,” cetusnya.
Kalau saya jadi Anies, entah mau ditaruh dimana muka ini mendengar sindiran yang begitu tajam. Untungnya saya bukan Anies, dan untungnya juga Anies bukan saya.
Jadi dengan muka tebalnya, tentu saja sindiran telak seorang Staf khusus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Day Air, Firdaus Ali hanya akan masuk kuping kanan keluar kuping kiri.
Selain Firdaus Ali, sindiran telak pun diberikan oleh seniman The Popo yang mengunggah gambar mural Anies dalam instagramnya. “Black River,” demikian gambar itu diberi judul. Gambar tersebut memperlihatkan sesosok karakter kartun berkepala Anies yang sedang menggunakan celemek. Sosok itu seakan membuka karpet untuk membuang kotoran yang telah disapu.
Seakan-akan The Popo ingin mengatakan bahwa Anies hanya menyembunyikan kotoran ke balik karpet, alih-alih membersihkan sampai ke akarnya.
Biasanya Torehan pena The Popo, selain berkonten kritik sosial, juga identik dengan orang bermata belo atau alpukat. Sementara gambar Anies, berbeda jauh dari karakter yang biasa ia gambar dan menjadi ciri khasnya itu. Mungkin The Popo khawatir bila yang disindir tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti.
Kembali ke masalah pengambil-alihan penanganan Kali Item oleh pemerintah pusat. Yang menjadi pertanyaan saya, lantas bagaimana dengan jaring-jaring yang dipakai untuk menutupi kali tersebut? Pengadaannya pun terbilang mahal, mencapai 580 juta rupiah.
Bila pemerintah pusat mencabut atau membuka semua waring yang sudah terpasang itu, bukankah pengadaannya menjadi sia-sia? Akhirnya uang 580 juta rupiah pun terbuang percuma hanya untuk memenuhi ide konyol Si Gubernur. Ujung-ujungnya waring hanya akan menjadi penghuni gudang. Bagaimana pula dengan pertanggungjawaban si gubernur? Tentu semua itu layak kita pertanyakan, apalagi mengingat pengadaan waring tersebut menggunakan uang APBD yang notabene merupakan uang masyarakat Jakarta.
Itu belum termasuk rencana Anies yang akan Bongkar Area Rumput di Trotoar Sudirman, dengan alasan area rumput yang ada di trotoar Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, tidak bersifat permanen. Setelah Asian Games selesai, rumput tersebut akan dibongkar dan diganti dengan trotoar keras. Lho emangnya pengadaan rumput itu tidak perlu pakai duit? Emangnya pembongkaran itu tidak menggunakan duit juga?
Belum lagi biaya pembongkaran Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Bundaran HI yang akan diganti dengan Pelican Cross. Dengan alasan menghalangi Patung Selamat Datang jika dilihat dari arah Monas dan tak ramah bagi penyandang disabilitas.
Lagi-lagi saya mau tanya, emangnya trotoar yang dibuat Anies selama ini ramah disabilitas?
Apa jalur khusus disabilitas yang tidak nyambung seperti gambar dibawah ini layak disebut ramah disabilitas?
Atau jalur khusus disabilitas yang mengarahkan penyandang disabilitas untuk menabrak lampu jalan ini layak disebut layak disabilitas?
Atau jangan-jangan jalur khusus yang mengarah ke got dengan tujuan agar penyandang disabilitas tercemplung ke dalamnya, layak disebut ramah disabilitas?
Ujung-ujungnya semua hasil kerja yang dia lakukan tidak ada yang beres, tidak ada yang tuntas, bahkan tidak ada yang benar selain menghambur-hamburkan uang APBD, jadi tidak heran bila penanganan Kali Item juga akhirnya diambil oleh pemerintah pusat. Bila ada kesempatan untuk bertemu, saya hanya ingin bertanya kepada si Gubernur, “PAK ANIES, EMANGNYA ITU UANG NENEK LOE!!!”