Indovoices.com– Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berkomitmen dalam menggencarkan sertifikasi dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) perikanan. Tujuannya untuk mengeliminasi eksploitasi tenaga kerja bidang usaha perikanan, melindungi tenaga kerja bidang perikanan (asuransi ABK), dan memberikan kepastian hukum (baik pengusaha dan ABK) dalam bentuk Perjanjian Kerja Laut (PKL), serta meningkatkan nilai tawar harga produk ekspor perikanan.
Dalam ketersngan tertulis, Selasa (20/08/2019), Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M. Zulficar Mochtar selaku Ketua Tim HAM Perikanan lingkup KKP mengatakan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus dalam meningkatkan pemahaman pelaku usaha perikanan tentang prinsip-prinsip HAM perikanan. Pada tahun ini, KKP menargetkan penilaian terhadap 90 perusahaan perikanan di 3 lokasi yaitu Ambon, Kendari dan Sibolga.
“Selain itu, tahun ini KKP juga melaksanakan pelatihan HAM Perikanan kepada 180 orang perwakilan perusahaan perikanan di 5 titik, yaitu Jakarta, Banyuwangi, Bitung, Tegal, dan Makassar. Hingga Agustus, sebanyak 120 orang perwakilan perusahaan telah dilatih agar bisa mengimplementasikan prinsip-prinsip HAM Perikanan dalam menjalankan aktifitas bisnisnya di sektor perikanan,” jelasnya saat memberikan arahan pada pelatihan sistem dan sertifikasi HAM perikanan di Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Bitung yang diikuti 30 perwakilan perusahaan.
Zulficar melanjutkan, perusahaan perikanan tersebut tidak hanya bidang penangkapan ikan (baik perusahaan maupun perorangan) namun juga unit pengolahan ikan (UPI). Mereka yang dilatih merupakan wakil dari perusahaan dalam menyiapkan dokumen dan persyaratan dalam pengajuan sertifikasi HAM Perikanan, sekaligus sebagai inisiator dan penanggungjawab dalam implementasi HAM di masing masing perusahaan.
Gandeng BPJS Ketenagakerjaan
KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap juga telah dan terus mendorong seluruh pelabuhan perikanan untuk bekerjasama dengan penyedia asuransi dalam pelayanan kepada pemilik kapal untuk memudahkan akses asuransi. Hingga akhir tahun 2019, ditargetkan 22 unit pelaksana teknis (UPT) pelabuhan pusat telah tersedia layanan penyedia asuransi bagi awak kapal perikanan.
Pada waktu yang sama, Zulficar juga menyaksikan penandatanganan kerja sama antara Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung dengan BPJS Ketenagakerjaan. Kerja sama ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk memberikan akses pelayanan perlindungan tenaga kerja bagi awak kapal perikanan di wilayah operasional PPS Bitung.
“Tercatat jumlah awak kapal yang telah diasuransikan di PPS Bitung mencapai 9.860 orang. Dengan adanya sosialisasi dan keterlibatan BPJS Ketenagakerjaan, saya percaya angka ini dapat terus meningkat. Berdasarkan data per 16 Agustus 2019, jumlah awak kapal yg sudah diasuransikan (secara mandiri oleh pemilik kapal selaku pemberi kerja) seluruh Indonesia telah mencapai 72.840 orang di 31 pelabuhan perikanan,” ungkapnya optimis.
Begitu juga halnya dengan Perjanjian Kerja Laut (PKL), seluruh pelabuhan UPT Pusat akan menerapkan dan mempersyaratkan PKL sebagai persyaratan dalam penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Implementasi PKL telah mencapai 22.351 orang di 14 pelabuhan perikanan. PKL dan asuransi bagi awak kapal perikanan merupakan bentuk nyata perlindungan kepada pekerja pada kapal penangkap ikan dalam upaya menerapkan prinsip-prinsip HAM pada usaha perikanan tangkap.
“Harapannya, perusahaan perikanan di Indonesia dapat memahami prinsip HAM perikanan dan mengasuransikan para awak kapal perikanan demi terwujudnya hak dasar awak kapal perikanan dalam mendapatkan perlindungan saat bekerja diatas kapal. Implementasi PKL dapat memastikan terpenuhinya kerja, kondisi kerja, upah, jaminan kesehatan, jaminan asuransi kecelakaan, musibah, kematian, jaminan hukum, serta jaminan keamanan bagi awak kapal perikanan,” imbuh Zulficar.
DJPT juga melakukan peningkatan kompetensi awak perikanan melalui Sertifikasi Ahli Alat Penangkapan Ikan (AAPI) dan Sertifikasi Keterampilan Penanganan Ikan (SKPI). Sertifikasi AAPI merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh awak kapal/nelayan untuk dapat mengoperasikan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dengan baik dan efektif sesuai kaidah FAO. Sedangkan SKPI adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh awak kapal/nelayan untuk dapat melakukan penanganan, pengolahan, penyimpanan dan refrigerasi ikan sesuai dengan kaidah keamanan pangan. Data per 16 Agustus 2019 mencatat sebanyak 11.187 awak kapal perikanan telah tersertifikasi yang terdiri dari 3.060 AAPI dan 8.127 SKPI.
“Baru-baru ini, KKP juga melakukan Sosialisasi HAM Perikanan yang menggandeng IOM (International Organization for Migration) terkait peningkatan kesadaran Hak Asasi Manusia dan Bahaya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada sektor perikanan dalam kerangka implementasi sistem HAM Perikanan di Makassar. Upaya ke depan, kolaborasi dengan berbagai instansi pemerintah, instansi pendidikan serta swasta akan terus ditingkatkan agar implementasi HAM perikanan dapat diterapkan dengan optimal,” pungkas Zulficar. (jpp)