Indovoices.com– Usaha kehutanan off farm yang terintegrasi dengan usaha kehutanan on farm didorong untuk memanfaatkan pembiayaan berupa Fasilitas Dana Bergulir (FDB) dari Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU-Pusat P2H) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tahun 2019 ini dialokasikan FDB sebesar RP150 miliar. Fasilitas pembiayaan tersebut diharapkan akan mendukung penguatan modal dan pengembangan usaha kehutanan off farm, sehingga akan semakin mendorong berkembangnya usaha kehutanan on farm.
“Kalau industri kehutanan di sisi hilirnya (off farm) ini berkembang, tentu akan menjadi lokomotif yang kuat untuk mengembangkan industri kehutanan di sisi hulunya (on farm),” ujar Kepala BLU-Pusat P2H KLHK, Agus Isnantio Rahmadi saat memberikan sambutan pada pembukaan Acara Temu Usaha Dalam Rangka Identifikasi dan Bimbingan Proposal Pembiayaan Usaha Kehutanan Off Farm, di Solo, Jawa Tengah, (22/8/2019).
Di hadapan sekitar 90 pelaku Usaha Industri Kehutanan Off Farm dari Pulau Jawa, Isnantio menjelaskan pemberian FDB kepada usaha kehutanan baik on farm maupun off farm memiliki prinsip, yaitu 1). Mendukung pemberdayaan ekonomi rakyat, 2). Mendukung pengentasan kemiskinan, 3). Mendukung perluasan kesempatan kerja, 4). Mendukung peningkatan produktivitas hutan dan perbaikan mutu lingkungan. Seluruh prinsip tersebut harus dikaitkan dengan dukungan pada kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
Secara rinci usaha kehutanan off farm yang dapat dibiayai FDB dari BLU – Pusat P2H KLHK yaitu: Usaha Pengolahan Hasil Hutan yang meliputi Pengolahan Hasil Hutan Kayu, seperti: 1).Penggergajian kayu dan/atau pengawetan kayu dengan ragam produk yaitu antara lain kayu gergajian, balken dan/atau palet kayu; 2). Panel kayu dengan ragam produk yaitu antara lain veneer, kayu lapis/plywood, laminated veneer lumber (LVL), plywood faced bamboo, barecore, blockboard, particle board, fibreboard dan/atau jenis panel kayu lainnya; 3). Wood chips dengan ragam produk yaitu serpih kayu; dan 4). Bioenergi berbasis kayu dengan ragam produk yaitu antara lain wood pellet, arang kayu, biofuel, biogas dan/atau bioenergi lainnya.
Kemudian yang terkait dengan Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), adalah: 1) Pengawetan rotan, bambu, dan sejenisnya; 2) Pengolahan rotan, bambu, dan sejenisnya; 3) Pengolahan pati, tepung, lemak dan sejenisnya; 4) Pengolahan getah, resin, dan sejenisnya; 5) Pengolahan biji-bijian dan/atau buah-buahan; 6) Pengolahan madu; 7) Pengolahan nira; 8) minyak atsiri; dan/atau 9)Industri karet remah (crumb rubber); serta usaha kehutanan berupa Jasa yang diatur dalam Peraturan Kepala Pusat P2H tersendiri.
Sementara itu, untuk Usaha Penyediaan Sarana Produksi yang dapat dibiayai FDB meliputi: 1) Usaha pengadaan bibit tanaman kehutanan yang bersertifikat; 2). Usaha pembuatan pupuk organik.
“Yang penting produk pokoknya jangan menggunakan bahan baku dari hutan alam, karena harapannya FDB ini dapat mendukung pertumbuhan hutan tanaman di Indonesia, itu yang jadi penekanan utama dalam persetujuan atas proposal permohonan mendapatkan FDB dari kami” imbuh Isnantio.
Sejalan dengan harapan dari upaya pemberian FDB kepada usaha kehutanan oleh KLHK, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah yang diwakili Kepala Bidang Penataan dan Pemanfaatan Hutan, Ammy Rita Manalu, sangat mendukung adanya fasilitas pembiayaan tersebut.
“Semoga FDB dari Pusat P2H KLHK dapat menarik minat lebih banyak lagi kalangan dunia usaha, dan agar FDB dapat diterimakan pada UMKM yang bergerak dalam bisnis off farm, antara lain industri hasil hutan kayu yang telah memiliki Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), dalam rangka mendorong ekspor produk kayu olahan dari Provinsi Jawa Tengah,” ujar Ammy Rita Manalu.
Skema FDB
BLU-Pusat P2H KLHK sendiri dalam memberikan FDB dapat menjangkau usaha kehutanan mulai dari sisi on farm, yaitu: usaha yang secara langsung memproduksi hasil hutan dan hasil lainnya melalui pola murni, seperti: pembuatan tanaman kehutanan, refinancing tanaman kehutanan, wanatani (agroforestry), pembibitan tanaman kehutanan, pemeliharaan tanaman kehutanan, tunda tebang tanaman kehutanan, komoditas non kehutanan, pemanenan tanaman kehutanan, dan pemungutan HHBK, sampai sisi off farm, yaitu: usaha yang secara tidak langsung mendukung dan atau berdampak positif dan atau menghasilkan nilai tambah terhadap kegiatan usaha kehutanan on farm.
Pemberian FDB kepada pelaku usaha kehutanan dilakukan dengan tiga skema, yaitu skema pinjaman, skema bagi hasil, dan skema syariah. Besaran FDB bagi pelaku usaha kehutanan tersebut digolongkan menjadi empat yaitu: Usaha Mikro dengan pinjaman FDB hingga Rp200 juta, Usaha Kecil dengan pinjaman FDB hingga Rp2 miliar, dan Usaha Menengah serta Korporasi dengan pinjaman FDB hingga Rp40 miliar. Penggolongan kriteria skala usaha ini didasarkan UU No.20/2008. Tarif layanan BLU Pusat P2H berdasarkan Permenkeu 112/PMK.05/2015 dengan besaran untuk masyarakat sebesar BI rate (maksimal 8%), Badan usaha sebesar BI Rate + 4% (maksimal 10%) dan Lembaga Perantara sebesar 50% dari BI Rate (maksimal 4%) serta tarif layanan pinjaman untuk usaha kehutanan di kawasan lindung sebesar 50% dari tarif pada kawasan produksi.
Sementara untuk perkembangan jumlah penyaluran FDB untuk usaha kehutanan off farm menurut data tahun 2017 mencapai Rp81,1 miliar dari komitmen pembiayaan Rp126,8 miliar, sedangkan tahun 2018 mencapai Rp53, 4 miliar dari komitmen pembiayaan Rp57,7 miliar. Target komitmen untuk tahun 2019 sebesar Rp150 miliar.
Acara Temu Usaha Dalam Rangka Identifikasi dan Bimbingan Proposal Pembiayaan Usaha Kehutanan Off Farm juga dihadiri oleh perwakilan pejabat Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Ditjen PHPL KLHK, Pejabat Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Wilayah Surakarta, Plt. Ketua Indonesian Light Wood Assosiation (ILWA) dan para undangan. (jpp)