Kengototan Pemprov DKI Jakarta melalui gubernur Anies dan Wagub Sandiaga yang sebelumnya tetap ingin menggelar shalat tarawih Akbar di area Monumen Nasional atau Monas memang mengundang segudang pertanyaan.
Selain ada masjid Istiqlal, masjid terbesar di Asia yang juga hanya berjarak selangkah kaki dari Monas, dari segi keamanan, kenyamanan, kekhusukan, kelancaran acara, atau alasan apapun jelas tidak masuk akal jika shalat tarawih akbar diadakan di lapangan Monas.
Sehingga jangan heran jika Ketua Komisi Dakwah MUI, Cholil Nafis mempertanyakan alasan Pemprov DKI Jakarta mengadakan acara tersebut di Monas karena memang sangat janggal. Orang dengan pemikiran normal pasti setuju dengan pak Cholil…
Beruntunglah akhirnya shalat tarawih akbar digelar di masjid Istiqlal sebagaimana rekomendasi MUI.
Sejak acara ini digagas, memang banyak kalangan khawatir jika tetap diadakan di Monas shalat tarawih akbar tersebut malah akan menjadi panggungnya Anies seperti acara acara keagamaan sebelumnya yang juga digelar di Monas. Acara keagamaan yang mustinya khidmad malah berasa nano nano lantaran bercampur baur dengan nuansa politis.
Lalu benarkah dugaan sebagian kalangan yang mencurigai ada motif politik dari gubernur Anies dengan acara ini? Bisa benar, bisa ajuga tidak. Tetapi jika kita jeli, ada sebuah rentetan peristiwa yang kalau ditarik benang merahnya mungkin bisa memjawab pertanyaan diatas.
Pertama, sebelumnya Anies dan Sandiaga ngotot ingin mengadakan acara ini di Monas bahkan mengatasnamakan ulama. Lalu atas desakan netizen dan kritikan lara ulama akhirnya acara shalat tarawih Akbar dialihkan ke masjid Istiqlal.
Setelah memastikan acara ini digelar di masjid Istiqlal, terkuak fakta bahwa Pemprov DKI Jakarta sempat mengusulkan gubernur Anies menjadi pembicara utama.
Hal ini di ungkap oleh Kepala Bagian Protokol Masjid Istiqlal Abu Huraiah yang mengatakan kepada media bahwa Anies sempat mengusulkan diri menjadi salah satu pembicara atau penceramah shalat tarawih di masjid Istiqlal Sabtu tanggal 26 Mei nanti.
Tetapi untunglah usulan tersebut ditolak keras lantaran jadwal pembicara masjid istiqlal selama sebulan penuh telah disusun panitia jauh-jauh hari dan tidak bisa lagi mengakomodir gubernur Anies.
“Iya (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) mengusulkan (Anis menjadi penceramah), cuma tidak bisa karena sudah ada jadwal (penceramah tarawih selama Ramadan),” kata Kepala Bagian Protokol Masjid Istiqlal Abu Hurairah ketika dihubungi Tempo hari ini, Selasa, 22 Mei 2018.
Dari sini bisa kita tarik kesimpulan bahwa memang Anies mengincar panggung ini untuk mencuri perhatian jamaah yang hadir.
Hal ini bukanlah hal yang sulit jika acara ini berlangsung di Monas. Tetapi karena acaranya di masjid Istiqlal, maka tentu panitia masjid Istiqlal selaku tuan rumah lah yang memilik kewenangan penuh. Gubernur Anies tidak bisa lagi intervensi. Nyatanya, usulan Anies menjadi pembicara ditolak panitia. Ha..ha..ha gagal maning, Son…
Sangat miris memang, panggung keagamaan yang sudah jelas milik para ulama pun ingin diserobot oleh gubernur Anies. Beruntunglah usulan ditolak karena kalau mau jujur, Anies memang tidak punya kapasitas untuk berbicara disana apalagi disejajarkan dengan para ulama…
Lalu apakah penolakan Anies menjadi pembicara di Istiqlal ini adalah karma karena dulu para pendukungnya mengusir Djarot shalat Jum’at di masjid, menghadang kampanye Ahok, bahkan menolak menshalatkan jenazah pendukung Ahok?
Coba kita bertanya pada Gusti yang ora Sare…
Selamat menuai karma!!