Akhirnya yang dinanti-nantikan oleh beberapa orang yang menunggu Monas bisa dijadikan kegiatana keagamaan terwujud juga. Gubernur Anies Baswedan mengumumkan penggunaan area Monas untuk beragam kegiatan dengan acara Tausiah Kebangsaan yang akan dilaksanakan, Minggu (26/11/2017).
Gubernur Anies mengakui bahwa dirinya tidak melakuan pencabutan larangan, melainkan menambahkan kegiatan apa saja yang diperbolehkan di kawasan Monas. Dalam Pergub, Gubernur Anies pun menambahkan boleh acara kebudayaan, pendidikan dan keagamaan.
Penambahan ini sebenarnya akan menjadi sebuah polemik bagi kehidupan bermasyarakat di Jakarta dalam hal memanfaatkan Monas untuk kegiatan keagamaan. Kalau boleh jujur, sebenarnya ada beberapa alasan mengapa Monas belum atau bahkan tidak bisa sama sekali dilakukan kegiatan keagamaan.
Alasan pertama (1) jelas bahwa acara-acara keagamaan saat ini sudah sering dipakai untuk orasi politik dan orasi makar. Bahkan dalam aksi 212 yang fenemonal, sempat tercium aksi makar, meski akhirnya bisa diantisipasi oleh Polri. Beberapa orang diamankankan supaya aksi 212 berjalan aman. Dan memang terbukti akhirnya berjalan dengan sangat aman.
Alasan kedua (2) adalah karena Jakarta baru saja melewati Pilkada SARA penuh ancaman dan perpecahan. Membuat Monas diperbolehkan digunakan kegiatan keagamaan akan menjadi sumber gesekan baru. Apalagi kita melihat di Jakarta kondisi toleransinya jauh menurun. Kalau dulu Gubernur non muslim bisa diterima, maka kini tidak bisa lagi. Dalam laporannya, Setara juga menyebut bahwa DKI Jakarta adalah juara 1 kota intoleran 2017.
Jakarta menurut saya setelah Pilkada Jakarta belum begitu siap untuk menerima lagi perbedaan. Bayangkan saja kalau kita melakukan kritik kepada Gubernur Anies dan membandingkannya dengan Ahok, sudah langsung para pendukungnya menyebut kita belum move on dan bahkan memberi stempel cebong. Dan sadar tidak sadar malah sedang promosiin jualannya Kaesang. Hehehe
Okelah kalau mengadakan acara tausiah yang tidak akan membuat para kaum intoleran merasa kepanasan. Nah bagaimana kalau mengadakan ibadah umat lain?? Apakah mereka rela Monas dipakai untuk acara kebaktian atau acara keagamaan agama lain?? Siapkah kaum yang merasa auto kafir dengan topi santa, tiba-tiba melihat monas dipakai untuk acara natal??
Hal seperti inilah yang nanti akan menjadi masalah. Lah mau buat rumah ibadah saja terkadang tidak diberi ijin. Pakai rumah sendiri saja untuk jadi tempat ibadah sebagai pengganti gereja pun kini sudah ada yang melarangnya. Bagaimana lagi kalau monas dipakai untuk acara keagamaan umat lain??
Apakah ini perlu dibuktikan?? Baiklah kalau perlu dibuktikan. Saya akan mendatangi pemprov dan menanyai bagaimana prosedur pemakaian monas untuk acara kegiatan keagamaan lain. Kalau mudah berarti tidak ada masalah, kalau dipersulit, maka berarti ada masalah kalau Monas dipakai untuk acara keagamaan umat lain.
Untuk itu, saya perlu dukungan. Jika ada yang bisa membantu, maka silahkan WA saya (ada di bawah). Nanti kita akan melihat bagaimana respon pemprov DKI. Dan kalau acara ini benar-benar bisa kita lakukan, maka kita tinggal melihat bagaimana respon dari kaum intoleran. Siapkah mereka melihat dan mendengar acara keagamaan lain??
Satu harapan saya, jangan sampai kebijakan ini malah diskriminastif dan bahkan jadi pemicu munculnya konflik horizontal baru. Kalau akhirnya bisa menjadi ajang rembuk kebhinekaan tentu akan sangat bagus. Siapkah FPIers, FUIers, 212ers, dll?? Mari kita buktikan.
Salam Monas Beragama.