Berkali-kali Partai Gerindra menegaskan untuk kembali mengusung Prabowo sebagai Capres Pilpres 2019. Namun hingga kini deklarasi tak jua dilaksanakan. Prabowo Subianto sendiri mengakui sendiri dirinya saat ini belum memiliki tiket untuk pencapresan dirinya sebagaimana aturan PT 20 persen.
Bahkan Prabowo juga menegaskan, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang akan berlangsung tanggal 11 April 2018 nanti tidak akan ada pendeklarasian dirinya sebagai capres.
Sebab, untuk bisa mencalonkan diri sebagai capres, dia membutuhkan sedikitnya 112 kursi atau 20 persen dari total kursi di DPR RI. Sedangkan Partai Gerindra saat ini hanya memiliki 73 kursi saja atau 11,81 persen, artinya masih kurang minimal 9 persen lagi.
Sedangkan koalisi Gerindra yang terdekat saat ini hanya PAN dan PKS yang masing-masing memiliki suara 7,59 persen.
Masalahnya hingga kini PKS pun belum menentukan sikap untuk mendukung Prabowo atau tidak, hal ini sekaligus menjawab kenapa slogan yang mereka ramaikan saat ini adalah “2019 Ganti Presiden”, bukan “2019 Prabowo Presiden”. Artinya PKS pun tidak yakin dengan Prabowo atau jangan-jangan sudah berkhianat, pindah ke lain hati?.
Sebelas dua belas dengan PKS, demikian juga dengan PAN yang lebih memilih menyebut nama Lee Kuan Yew daripada nama Prabowo saat polemik cuitan Fadli Zon beberapa waktu yang lalu. Malah ketua umumnya Zulkifli Hasan memberikan signal bisa saja PAN berkoalisi ikut mendukung Jokowi, Nah lho.
Belum lagi mulai muncul nama baru seperti Gatot Nurmantyo yang juga sama-sama bernafsu untuk menjadi Capres. Berbeda dengan Prabowo yang sedang galau, Gatot Nurmantyo malah sudah mendeklarasikan dirinya untuk maju sebagai Capres, Jumat 6 April 2018 yang lalu, bersama dengan Relawan Gatot Nurmantyo untuk Rakyat (GNR).
Walau kuat secara logistik karena mendapat dukungan dari salah satu pengusaha, bahkan ada sebagian kelompok 212 yang memberikan dukungan, namun belum ada parpol yang secara resmi mendukung.
Jadi tidak heran bila dalam beberapa kali pidatonya akhir-akhir ini yang cukup kontroversial, terselip serangan yang membabi-buta, mulai dari Indonesia Bubar, Elite Goblok, Elite bermental maling serta tidak setia.
“Jangan-jangan karena elite kita yang goblok atau menurut saya campuran. Sudah serakah, mental maling, hatinya beku, tidak setia pada rakyat. Mereka hanya ingin kaya,” ujar Prabowo saat berpidato di Gedung Serbaguna Istana Kana Cikampek, Sabtu 31 Maret 2018.
Benarkah serangan itu sepenuhnya ditujukan kepada pemerintah? Atau mungkin serangan bersayap, selain kepada pemerintah juga sindiran kepada koalisinya yang dianggap tidak setia dan hanya ingin kaya?.
Entah siapa yang Prabowo maksud, Di artikel saya yang sebelumnya sudah pernah saya jelaskan dugaan tersebut. Silahkan bagi yang belum membacanya
https://www.Indovoices.com/analisis/mulai-dari-putin-hingga-lee-kuan-yiu-mungkin-sudah-waktunya-prabowo-berucap-see/
Terancam ditinggalkan oleh partai koalisi tentulah bukan hal yang diinginkan oleh Prabowo. Namun kondisinya memang dalam keadaan terjepit. Mau mengikat PKS dengan menerima salah satu dari sembilan cawapres yang ditawarkan PKS, toh elektabilitas cawapres yang ditawarkan sangat rendah, jangan-jangan malah elektabilitas Prabowo sendiri yang tergerus.
Mau menggandeng Gatot Nurmantyo, eh Gatotnya malah ngotot menginginkan posisi Capres, masa sih Prabowo harus mengalah?.
Jadi wajarlah kalau Prabowo merasa galau, lama mencari namun tak jua menemukan pasangan yang cocok.
Namun yang namanya politik, segalanya bisa saja terjadi. Bahkan pertemuan LBP (Luhut Binsar Panjaitan) dengan Prabowo disalah satu restauran ditengarai kuat membahas masalah pilpres ini.
Saya tidak akan terkejut bila tiba-tiba Prabowo menyatakan bersedia menjadi calon wakil Jokowi. Karena untuk saat ini, posisi tersebutlah yang paling menjanjikan setelah luntang-lantung kesana sini tanpa hasil.
Atau malah memajukan Gatot menggantikan dirinya? Mengingat tameng soal kesehatan dan elektabilitas sudah mulai ditiupkan untuk menutupi kurangnya logistik serta rasa tidak percaya diri bisa mengalahkan Jokowi.
Apalagi Jokowi sudah lebih dulu melakukan deklarasi dan sudah mengantongi dukungan dari lima partai politik, PDIP, Golkar, Hanura, Nasdem dan PPP. Selain itu, juga ada dua parpol non parlemen, PSI dan Perindo. Dan dikabarkan masih ada parpol yang akan merapat kedepannya.
Tetap ngotot bukanlah pilihan, walaupun saya pribadi masih berharap terjadi Re-Match Jokowi VS Prabowo seperti saat pilpres 2014 yang lalu. Karena kurang sreg rasanya melihat Jokowi berpasangan dengan Prabowo mengingat berbagai serangan yang telah mereka lakukan selama ini terhadap Jokowi.
Hati-hati lho Jenderal, rasa galau berkepanjangan bukan saja dapat membuat koalisi jadi bubar, bahkan partai pun bisa bubar lebih cepat dari cerita di novel fiksi.