Untuk kesekian kali gubernur Anies menjilat ludahnya sendiri. Pernah mengatakan dirinya berbeda dengan Ahok yang suka main copot bawahan, kali ini gubernur Anies justru melakukan hal yang sama persis seperti yang Ahok lakukan, tiga kepala dinas sekaligus dipecat Anies secara mendadak tanpa alasan yang jelas.
Mereka yang dicopot Anies adalah Kepala Dinas Pendidikan Sopan Adrianto, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Agustino Darmawan, serta Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa Indrastuty Rosari Okita. Ketiganya adalah orang-orang terbaik Ahok.
Padahal Anies sering mengatakan bahwa bawahan yang kinerjanya kurang baik tidak akan dipecat tetapi akan didisipinkan. Tidak ingin terlihat heroik dengan pecat anak buah, nyatanya main pecat juga.
“Anda, tuh, ngebayangin pendisiplinan itu diberhentikan yah, dipecat, enggaklah. Pendisiplinan itu diberi tahu harus begini, ini caranya begini, itu saja,”
“Saya katakan disiplin dan itulah bahasa pendidikan, mendisiplinkan. Lain dengan menghukum, beda, loh, mendisiplinkan dengan menghukum. Mendisiplinkan itu membuat sesuai dengan yang diharapkan,” Anies Baswedan. Detik.com
Tetapi bukan Anies namanya kalau tidak penuh retorika. Kalau kita ikuti jejak politiknya sejak ikut konvensi partai Demokrat hingga terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta saat ini, sudah tidak terhitung retorikanya saling bertabrakan.
Sempat mencitrakan dirinya antitesis Ahok dalam hal pecat memecat, ternyata sama juga. Muncul pertanyaan, lalu apa bedanya Anies dengan Ahok? Saya mencatat ada dua perbedaan antara Anies dan Ahok dalam hal pemecatan anak buah :
Pertama, beda caranya.
Ibarat sekolah, ada dua cara bikin gaduh ruang kelas, yang pertama teriak-teriak dan yang kedua dengan cara kentut secara diam-diam. Anies dan Ahok merepresentasikan kedua cara tersebut. Ahok adalah siswa yang suka teriak-teriak dan ngomong apa adanya, sedangkan Anies adalah siswa yang santun tetapi sering memicu kegaduhan di kelas karena sering kentut diam-diam. Sudah baunya menyengat, tidak ngaku pula..!
Disinilah bedanya, bila Ahok bicara blak-blakan, apa adanya mengungkap alasan pemecatan, Anies pilih diam dan tidak menjelaskan alasan pemberhentian sehingga tercium aroma tidak sedap dibalik pemecatan tiga kepala dinas sekaligus ini.
Kedua, beda latar belakang
Jika Ahok memecat anak buah murni berdasarkan kinerja, Anies memecat bawahan berdasarkan rekomendasi dari anggota DPRD dari fraksi gerindra M Taufik.
Kalau kita ingat bulan lalu wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik sempat mengusulkan perombakan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan beberapa kepala dinas segera di-reshuffle. Taufik menilai beberapa kepala dinas tidak bisa bekerja dengan baik.
Ini aneh sebab kinerja orang-orang ini bagus di era Ahok. Saya menduga mereka bukannya tidak bekerja dengan baik, mereka hanya kesulitan menerjemahkan program Anies. Ya jelaslah bingung, lha gubernur Anies yang punya program saja bingung apalagi orang lain. Lihat saja rumah DP 0, untuk menjelaskan saja sewa biro jasa. Belum lagi target 250 ribu hunian, padahal tahun ini saja target sudah meleset. Mission impossible!
Terlepas benar ataukah tidak ini atas intervensi Gerindra, pemecatan memang seharusnya dilakukan manakala seorang kepala dinas tidak bekerja dengan baik. Namun demikian Anies sebagai seorang pemimpin juga musti menjelaskan kepada publik alasan pemecatan anak buahnya. Jangan sampai alasanya tidak jelas, akhirnya seperti kentut, tidak tampak oleh mata tetapi baunya menyengat kemana-mana.
Selamat kentut!!