Beginilah model para peserta 212 yang terlalu suka menganalogikan dirinya dengan sebuah organisasi, padahal dirinya tidaklah menghidupi betul jiwa dan jalan berpikirnya organisasi tersebut. Mengaku-ngaku seorang kader organisasi, tetapi malah tidak memahami betul apa yang menjadi jiwa organisasi tersebut.
Itulah mengapa banyak orang akhirnya dengan mudah melakukan aksi adu domba dan juga aksi pecah belah. Bayangkan saja, meski sudah tidak diakui oleh MUI, GNPF beberapa kali masih tampil membawa nama MUI. Maksud hati biar rame, tetapi karena memang tidak direstui oleh Ketua MUI, beberapa aksi memang akhirnya sepi peminat.
Dan begitu juga dengan aksi yang dilakukan pada tanggal 2 Desember kemarin. Para pemimpin beberapa organisasi Islam sudah meminta untuk tidak usah lagi membuat dan datang ke acara reuni 212. Pernyataan itu resmi dan dimuat di beberapa media. Tetapi memang dasar otaknya suka memecah belah dan mengadu domba, mereka tetap saja membawa-bawa nama organisasi tersebut.
Hal ini nampak saat seorang peserta membawa bendera NU dan disandingkan dengan spanduk khilafah. Seolah-olah ingin menyatakan bahwa NU hadir dan mendukung acara reuni 212 tersebut. Padahal sudah jelas, NU tidak mendukung acara tersebut. Bahkan berharap dana untuk acara tersebut dipakai untuk menolong rakyat miskin dan juga korban bencana.
Tetapi namanya kaum suka memecah belah dan selalu menggunakan pendekatan penuh tipu muslihat, mereka selalu saja berusaha memakai nama dan simbol NU untuk menarik massa. Bagaimana tidak, massa NU memang yang paling banyak di Jawa dan masih sangat mungkin untuk ditarik mengikuti mereka. Kalau ada oknum yang ditarik NU dan mengikuti mereka tidak masalah, tetapi jangan membawa-bawa nama NU.
Apalagi, yang tampak dalam gambar tersebut, sudah jelas mereka ingin menyatakan bahwa NU mendukung acara reuni dan mendukung apa yang ada dalam spanduk tersebut. Padahal sudah jelas, bagi NU, tidak ada lagi pembicaraan khilafah dan pendirian negara Islam. NU sudah sepakat dengan konsep NKRI.
Kalau Amien Rais menyebut Presiden Jokowi memecah belah Islam, maka dengan munculnya gambar ini malah semakin memperlihatkan siapa sebenarnya yang memecah belah. Menuding Presiden Jokowi memecah belah padahal dirinya sendiri menunggangi kelompok 212 yang intoleran dan memecah belah ini.
Propaganda yang terus mereka lakukan ini mau tidak mau harus terus membuat kita waspada dan antisipatif. NU harus mengantisipasi betul gerakan-gerakan mereka yang masih saja suka pakai strategi pecah belah. Lihat saja bagaimana pentolan mereka, Bupati Lampung Selatan, melakukan pidato provokatif dan pecah belah NU. Kini, mencoba memakai bendera NU sebagai propaganda bahwa NU mendukung aksi mereka dan khilafah.
Kalau aksi begini tidak segera diantisipasi, maka bisa semakin besar. NU harus menjaga jati dirinya sebagai penjaga keutuhan NKRI dan jangan sampai terpecah belah. Dan NU harus dengan tegas menyatakan sikapnya kalau ada orang-orang bawa bendera NU untuk ikut aksi-aksi seperti ini. Karena akan selalu saja ada orang yang dulunya mondok tetapi masih mengaku NU, padahal sudah terkontaminasi gerakan khilafah.
Karena itu, perlu hati-hati tidak semua orang yang mondok itu ujung-ujungnya selalu NU. Apalagi kalau gerakannya sudah jadi Wahabbi garis keras. Apa iya kita percaya dia masih NU?? Yang ada malah bawa-bawa nama NU hanya untuk merekrut anggota saja. Kelakuan kaum pemecah belah memang begini, negara pecah dia suka-suka saja. Lah memang tujuannya itu.
Sebagai salah satu anak bangsa, saya menaruh harapan besar bagi NU sebagai salah satu ormas penjaga NKRI.
Salam Pemecah Belah.