Indovoices.com– Memasuki era revolusi industri 4.0, peningkatan kualitas pendidikan di tanah air tak lagi bisa ditawar-tawar. Bahkan Presiden Jokowi menyebut, perlu adanya lompatan yang mengejutkan. Demi mampu mencetak SDM unggul yang berdaya saing, sebagai modal menuju Indonesia maju.
Berbekal alasan perlunya mempercepat peningkatan daya saing SDM itulah, beberapa pekan lalu, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir pun melontarkan rencananya untuk merekrut rektor perguruan tinggi dari warga negara asing. Menteri Nasir beralasan, para dosen di Indonesia perlu mendapatkan tantangan yang signifikan agar termotivasi melakukan inovasi di bidang pendidikan.
Pandangan Menteri Nasir langsung menuai beragam pendapat dari kalangan bidang pendidikan tinggi. Bahkan, tak sedikit pendapat kontra yang disampaikan oleh para pakar dan praktisi pendidikan. Mulai dari pandangan bahwa pemerintah terlalu memsimplifikasi persoalan rendahnya kualitas perguruan tinggi di Indonesia, hingga kecaman terhadap profesionalisme Menteri Nasir.
Padahal yang disampaikan Menteri Nasir sejatinya sudahlah sangat benderang. Di mana memang ada urgensi yang tak lagi bisa ditawar. “Bukan berarti dosen Indonesia tidak memiliki kualitas sebagai pimpinan universitas. Namun, agar memacu dosen di Indonesia dapat bersaing dengan tenaga pengajar dari luar negeri itu. “Mereka [dosen Indonesia] tidak pernah di-challenge, tidak pernah dikompetisikan dengan asing, maka tidak bergeliat,” tutur Menteri Nasir di kantornya, awal Agustus ini.
Tanpa ada kompetisi di antara dosen Indonesia dan asing, Menteri Nasir mengingatkan, daya saing tidak terbentuk. “Kalau kita tidak pernah mengkompetisikan ini di tingkat dunia, mana mungkin kita akan jadi perguruan tinggi kelas dunia. Apabila kita punya keinginan me-rating-kan perguruan tinggi kita di kelas dunia, berarti kita harus melihat dunia atau di negara-negara lain,” ucapnya.
Lantaran itulah, Menteri Nasir justru berharap rencana itu mendapat sambutan positif dari beragam kalangan. Apalagi nyatanya pihaknya telah menyiapkan sederet persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon rektor asing itu.
“Pertama, calon rektor asing harus memiliki jaringan yang banyak dan luas. Kemudian pengalaman dalam mengelola perguruan tinggi, sehingga mereka dapat menaikkan rating universitas yang ia pimpin kelak. Lalu ketiga, mereka bisa berinovasi dengan mencari dana untuk keperluan riset perguruan tinggi,” tuturnya.
Rencana Kemenristekdikti itu dilansir laman resmi kementerian itu pada penghujung Juli lalu. Disebutkan, kementerian itu merencanakan pada 2020 sudah ada perguruan tinggi negeri (PTN) yang dipimpin rektor terbaik luar negeri dan pada 2024 jumlahnya akan ditambah menjadi lima PTN.
Kini, pihak kementerian tengah melakukan pemetaan untuk menentukan mana perguruan tinggi yang paling siap. “Kalau banyaknya, dua sampai lima (perguruan tinggi dengan rektor luar negeri) sampai 2024. Tahun 2020 harus kita mulai,” tandasnya.
Upaya mengerek kualitas pendidikan tinggi dengan meng-hire rektor asing demi mengisi rangking 100 dunia memang serius dihelat pemerintah. Tak tanggung-tanggung, pemerintah pusat bahkan menyiapkan sejumlah insentif bagi perguruan tinggi dalam negeri yang mau dipimpin oleh rektor asing. Salah satu insentif yang akan diberikan adalah penambahan anggaran dari pusat ke kampus untuk perbaikan kualitas pengajaran.
“Anggaran itu juga diberikan agar kampus mau melakukan perbaikan kualitas sehingga peringkat perguruan tinggi di skala global ikut naik. Jadi budget (yang akan dinaikkan) untuk meningkatkan rating perguruan tinggi,” kata Nasir di Istana Bogor, Ahad (4/8/2019).
Bukan hanya itu, Menteri Nasir juga mengungkap rencana merevisi sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) yang dianggap menghambat kebijakan impor rektor. Alasannya, ada beleid yang mengharuskan rektor perguruan tinggi dalam negeri dijabat oleh Warga Negara Indonesia (WNI). “Harus diubah kalau mau. Saya ubah ini,” katanya.
Mendapat Restu
Rencana penempatan orang asing di sejumlah perguruan tinggi sendiri diketahui mendapat restu dari Wapres JK. Kendati begitu, JK menilai perlu pemberlakuan secara bertahap. “Setuju rektor asing tapi melalui tahapan sehingga mereka universitas tidak kaget, rektornya juga tidak kaget. Dimulai dari penasihat teknis, dekan baru kalau dimajukan jadi rektor,” kata JK di kantornya, Jl Merdeka Utara, Jakpus.
Persetujuan sendiri diberikan, menurut JK, karena wacana itu merupakan terobosan untuk perubahan sistem pendidikan tinggi. Bahkan dia menyarankan, kebijakan mendatangkan dosen-dosen asing juga perlu dipertimbangkan.
JK melanjutkan, mendatangkan dosen sampai rektor asing juga bisa menghemat biaya ketimbang mengirimkan tenaga pengajar ke luar negeri. “Kalau ditakutkan asing ya kenapa kita kirim orang ke luar negeri? Jauh lebih murah datangkan profesornya ke dalam negeri, lebih murah malah ongkosnya satu profesor atau satu rektor bisa mengajar 100 orang. Dibanding kirim orang 100 ke LN, berapa ongkosnya,” tandas JK.
Sinyal dukungan penuh juga diberikan secara tegas oleh Presiden Jokowi. Rabu (21/8/2019), Presiden Jokowi meminta masyarakat tidak perlu meributkan rencana penempatan rektor asing di sejumlah universitas di Indonesia. Apalagi, kata dia, jumlah perguruan tinggi di Indonesia sangat banyak dan yang akan rencananya dipimpin rektor dari luar negeri hanyalah beberapa saja.
“Kita ini kan mempunyai perguruan tinggi, politeknik, akademi. Kalau data yang saya miliki memiliki 4.700-an. Ya kalau kita memberikan ruang atau peluang untuk rektor asing kenapa tidak? Wong hanya satu, dua, tiga saja kok dari 4.700,” ujar Kepala Negara.
Jokowi juga mengingatkan, memang diperlukan langkah terobosan. “Lompatan yang sedikit mengejutkan seperti ini mau tidak mau harus jadi pilihan. Sebab, perguruan tinggi di Indonesia selama ini kurang mempersiapkan diri di dalam menghadapi tantangan global masa yang akan datang,” katanya.
Rektor dari luar negeri, lanjut Jokowi, dilakukan agar perguruan tinggi dapat melecut diri di dalam meningkatkan kualitasnya. “Kenyataan-kenyataan seperti ini yang harus kita pikirkan bersama-sama ada apa dan harus diapakan? Jangan, mohon maaf, hanya rutinitias, jangan linier, jangan monoton terus, enggak akan kita masuk ke angka seratus besar (perguruan tinggi terbaik di dunia),” ujar Jokowi.
Saat ini, Presiden mengakui, memang belum ada perguruan tinggi di Indonesia yang masuk ke dalam jajaran 100 besar perguruan tinggi terbaik di dunia. “Kita harus bicara apa adanya ya. Dari ribuan perguruan tinggi kita, yang masuk ke world class university seratus besar itu enggak ada. Kita harus ngomong apa adanya, enggak ada,” ujar Jokowi. (jpp)