Sungguh menarik melihat Pemandangan Politik hari hari ini, Jokowi dan Surya Paloh, tokoh Nasional Demokrat, satunya dalam bentuk Presiden yang membawa cita cita Nasional dan menjunjung Demokrat, satunya memang menjadi Ketua Umum Partai Nasional Demokrat yang disingkat NasDem. Tahun 2014 – 2019, Hubungan mereka mesra sekali seperti Dua Sejoli yang baru saja melangsungkan Pernikahan dan sedang Honeymoon.
Tadi malam adalah pembukaan Kongres Partai NasDem, Ada Gubernur Ibukota, sementara tidak ada Jokowi sebagai Presiden NKRI, alasannya mengundang Tuan Rumah karena Kongres partai diadakan di ibukota jadi harus mengundang tuan rumahnya. Didalam kongres, Surya Paloh mengolok Megawati dan Jokowi mungkin karena Jokowi menggandeng Prabowo atau sebab lain entahlah. Tapi, Nasdem menjadi besar juga sebenarnya karena Jokowi, tapi sudahlah, tulisan ini tidak menjelaskan kenapa jokowi tidak diundang dan kenapa mengolok.
Tulisan ini membahas bahwa dalam Kongres agung itu, Surya Paloh sudah mengundang Anaconda Lokal. Anaconda adalah Gubernur hasil jualan ayat dan mayat, menyinggung SARA, Kosakata dan Komunis dalam Pidatonya sementara visi misi NASDEM dari awal adalah menjunjung tinggi Nasionalisme, Persatuan dan Unitas dan Demokrasi di Indonesia, jadi penyalahgunaan SARA sebenarnya tidak nyambung dengan cita cita luhur NASDEM.
Pendukung Jokowi yang mendukung Nasdem jelas akan kecewa dengan pilihan Anies. Apalagi kini Nasdem dibawa Surya Paloh merangkul PKS. Mungkin sebagai balasan PDIP dan Pemerintah merangkul Gerindra. Tapi, jelas jauh berbeda karena Gerindra dimasukkan ke dalam. Sedang Nasdem yang sudah berada di dalam malah seakan akan bersifat nyeleneh agar dikeluarkan. Padahal jatah 3 kementrian sudah dikantongi SP. Tinggal tunggu saja bagaimana perolehan Nasdem ke depannya.
Presiden Jokowi bersama KH Maruf Amin memang banyak orang berpendapat bahwa sedang bermain main dengan api. Sebagai Pendahulu menggandeng Mantan lawan, mereka memang Pioneer sehingga diikuti jejaknya oleh Surya Paloh.
Penunjukkan Prabowo sebagai Menhan tentunya sudah melalui pertimbangan-pertimbangan yang masak dari yang memiliki hak prerogatif itu sendiri, dalam hal ini presien Joko Widodo. Pertimbangannya tentu saja atas dasar kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar. Dan yang mengetahui apa pertimbangan dan alasan presiden terpilih Joko Widodo menunjuk Prabowo sebagai Menhan adalah presiden sendiri. Jadi jika ada pihak-pihak di luar presiden yang menunjukkan apa dan bagaimana alasan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai menteri, itu hanyalah sebuah pendapat yang hanya berdasar tebak-tebak saja. Walaupun Pak Prabowo sudah mulai sumringah dan sudah mulai cerah dan tidak meledak Ledak saat kampanye kemerin.
Akankah Prabowo sebagai Menhan mampu menunjukkan gebrakan di 100 hari pertamanya sebagai menteri, seperti yang dituntut oleh Eggi Sudjana ataupun ormas-ormas yang pernah mendukungnya?Jika Prabowo memenuhi permintaan ormas memulangkan HRS pelarian yang di Arab Saudi, maka Prabowo melakukan gol bunuh diri di bidang pertahanan. Akan tetapi, jika dalam 100 hari pertamanya sebagai menteri, Prabowo berani memberangus benih-benih radikalisme yang mengganggu pertahanan dan keamanan negara, maka Prabowo telah menunjukkan bahwa pertahanan dan keamanan negara semakin kuat. Dan ini prestasi di awal jabatannya sebagai Menhan, sekaligus membungkam yang menganggapnya omong doang dan Pintu kemenangan Pilpres di 2024 di depan mata.
Trus apa yang membedakannya?
Yang membedakannya adalah pada tahun 2024, Prabowo dan Jokowi tidak akan duel head-on-head karena Jokowi sudah 2x jadi presiden dan UU melarangnya untuk melakukan yang ketiga, ya kecuali mungkin berikutnya Jokowi diangkat jadi Wakil Prabowo pas pilpres 2024, tetapi jikalaupun Jokowi pensiun, Prabowo sudah tumbuh berkembang menjadi tokoh positif. Jokowi sudah sukses merombaknya dari Kucing Liar menjadi Panther, dan jika dia senyawa dengan Jokowi, bisa saja dia melakukan tugas dan cita cita Jokowi, sang sahabat.
Bagaimana dengan Anies?
Ini yang menyedihkan. Sejak dipecat jadi Mendikbud era Jokowi Periode pertama, bukannya semakin benar, dia malah semakin menyedihkan. Kemenangannya diawali dengan Propaganda Ayat dan Mayat, dia mengiyakan dan tidak menolak, bahkan Pidatonya penuh kenyinyiran dan tuduhan. Hasil kerja juga parah, Tidak ada transparansi dalam RAPBD 2020, ide ide sinting digelontorkan walaupun dipuja oleh pendukungnya sendiri, tetapi mayoritas warga menangis dan dia tidak perduli. Surya Paloh menempatkan dia sebagai adik angkat di partainya sendiri. Pak Surya Paloh harus belajar memelihara Anaconda seperti diri Anies, karena jika tidak teliti dan salah langkah, bisa saja, NASDEM yang akan ditelannya. Cita cita mulia NASDEM bisa kena virus kepongahan, Radikalisme dan NASDEM bisa dikenal sebagai Partai baru di jalur menghalalkan segala cara termasuk memainkan SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan).
Mana yang riskan?
Dua duanya Riskan, karena dua duanya punya masa lalu yang bermasalah. Yang satu jika dilihat selintas sudah mulai bertobat, tetapi yang satunya lagi yang di Jakarta, sampai sekarang liciknya belum sembuh sembuh. Tinggal waktu yang menjawab, apakah Kucing Liar bisa benar benar menjadi Panther yang membawa Jiwa Garuda Pancasila seperti yang sang calon Panther ini selalu banggakan sebagai Logo Partainya? ataukah Kucing Liar ini menyerahkan sang Garuda Pancasila ini kepada Kadal Gurun dan Kucing Liarnya berubah jadi Kadal Gurun juga?
Sementara di sisi NASDEM, Surya Paloh juga berjudi apakah dia akan setia sampai akhir 2024 nanti tetap membawa cita cita luhur Garuda Pancasila? Ataukah tertelan Anaconda yang dipeliharanya dan berubah menjadi Kadal Gurun juga?
Siapakah yang akan tersesat? Surya Paloh atau prabowo kah? Time will tell.
Prabowo memegang kartu Truff hidupnya sendiri untuk merubah menjadi Nasionalisme asli, sementara Surya Paloh cukup setia sama Visi misi dasar berdirinya NASDEM. Sama sama mudah sebenarnya solusinya