Ananda Sukarlan adalah seorang pianis terkenal dari Indonesia. Selama kariernya, Ananda pernah masuk buku “The 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century”. Ananda juga pernah mendapatkan Penghargaan Diaspora RI pada 2013. Dua tahun berselang, dia mendapatkan Anugerah Kebudayaan RI.
Ananda juga mendirikan Mendirikan Yayasan Musik Sastra Indonesia (YMSI), yaitu yayasan pendidikan musik bagi anak-anak yang kurang mampu. Desember 2016, Ananda pernah meluncurkan karyanya yang kontroversi. Dalam karyanya itu, komposer yang tinggal di Spanyol ini mengkolaborasikan alunan adzan dengan lagu Natal.
Nama Ananda Sukarlan mendadak jadi pembicaraan publik akibat aksi walk out yang dilakukannya saat Anies Baswedan sedang berpidato di acara ulang tahun ke-90 Kolese Kanisius di Hall D JIExpo Kemayoran. Aksi walk out Ananda ini diikuti oleh hadirin yang hadir dalam acara tersebut. Namun, setelah gubernur Jakarta itu selesai berpidato dan meninggalkan acara, Ananda dan yang lainnya kembali ke tempat duduknya.
Ia menegaskan alasannya melakukan walk out sebagai kritik terhadap panitia yang mengundang seseorang dengan nilai-nilai serta integritas yang bertentangan dengan apa yang telah diajarkan kepadanya. Aksi walk out tersebut mendadak viral di dunia maya dan menjadi perbincangan hangat. Seperti biasa, pendapat publik langsung terbelah, banyak yang memuji namun tak sedikit pula yang menghujat.
Buat saya pribadi, keberanian Ananda memang jempolan, apalagi aksinya itu dilakukan secara spontan bukan ikut-ikutan. Ananda berani menyatakan sikapnya secara elegan tanpa perlu membuat keributan. Berbeda dengan mereka yang dulu melakukan penolakan terhadap Ahok dan Djarot yang dilakukan dengan teriakan hujatan bahkan lemparan yang memicu kericuhan.
Namun sekali lagi yang perlu dicatat bahwa aksi Ananda lantas tak sekadar menuai pujian, melainkan juga kecaman. Aksinya dianggap tak beretika dan tak beradab. Sudah beredar pula sebuah surat yang menyebut Ananda “Kurang ajar”. Surat ini banyak dibagikan oleh mereka yang kontra dengan aksinya. Kecaman demi kecaman harus diterimanya. Bahkan tudingan-tudingan yang tak masuk akal pun dialamatkan padanya.
Barangkali kemarin Ananda tak sempat berpikir konsekuensi dari aksi walk out nya akan seheboh ini. Atau mungkin pula ia sudah tahu, namun tak lagi memperdulikannya. Banyak hal yang sedang dipertaruhkannya ketika menyatakan sikap seberani ini. Mungkin karier, mungkin penghasilan ekonomi, dan sebagainya. Di satu sisi Ananda menuai banyak pujian, namun disisi lain kedepannya ia akan menghadapi ujian sebagai konsekuensi dari sikapnya kemarin. Pertanyaannya, sejauh mana ia akan mampu bertahan ?.
Ananda mengajarkan pentingnya keberanian dalam mengambil sikap. Meski sudah jelas akan didaulat sebagai salah satu penerima penghargaan, ia justru berani mengeritik langkah dan kebijakan panitia yang mengundang Anies. Sementara ada pilihan ia tinggal duduk manis sembari menunggu momen-momen penyerahan penghargaan tersebut, acara berjalan lancar, dan ia takkan menerima berbagai kecaman hingga hujatan yang menyebutnya “Kurang ajar”.
Ananda tak sekadar berani mengikrarkan nilai-nilai yang diyakininya. Namun ia juga sedang membela dan mempertahankan nilai-nilai integritas yang senantiasa diajarkan oleh almamaternya itu dari generasi ke generasi. Dan itu semua dilakukan dengan konsekuensi harus menerima segala macam tudingan dan hujatan.
Pada sisi yang lain, aksi walk out yang diinisiasi Ananda jelas merupakan pukulan telak bagi Anies Baswedan. Saya membayangkan, ketika Anies dengan gagahnya memenuhi undangan panitia tentu dengan persiapan sederet kalimat memukau paling manis dan indah untuk mencitrakan dirinya sebagai pemimpin buat semua. Namun akhirnya itu langsung sirna dan tercoreng oleh sebuah aksi penolakan. Kasihan