Presiden Joko Widodo menggadang gadang Indonesia harus bisa beradaptasi menghadapi kemajuan Teknologi, karena Dunia sedang menghadapi Revolusi Industri 4.0. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan Revolusi Industri 4.0? Pengertian Revolusi 4.0 adalah tren di dunia industry yang menggabungkan teknologi Otomatisasi dan teknologi Cyber. Cyber yang dimaksud disini adalah Pertukaran data ini menyangkut Internet Digitalisasi, Komputasi awan dan Komputasi Kognitif. Teknologi ini tentunya akan terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia. Apakah ini akan menghilangkan SDM? Tentu saja tidak. Manusia masih tetap dibutuhkan, karena mereka akan bekerja sebagai Operator sistemnya, bukan untuk melakukan pekerjaan fisik yang berat. Pekerjaan fisik yang berat akan dipermudah dengan penggunaan Robotisasi dan Perhitungan Komputerisasi yang mumpuni, sehingga seperti yang sudah dijelaskan oleh Mendikbud 2019 Nadiem Makarim bahwa Manusia akan berfungsi sebagai Operator system, itu kenapa kita perlu tahu Bahasa Coding untuk melakukan tugas tugas yang akan dilakukan sistem computer itu.
E-Budgeting adalah bagian dari program e-government, ini adalah gagasan untuk mencapai Revolusi Industri 4.0 sesuai impian Presiden Joko Widodo sewaktu dia menjadi Gubernur Pemprov DKI Jakarta. E-Budgeting adalah program penyusunan anggaran yang didalamnya termasuk aplikasi Program computer berbasis web untuk memfasilitasi proses penyusunan Anggaran Belanja Daerah, ini menjadi aplikasi yang memudahkan kerja Pemprov DKI sejak zaman Jokowi sampai zaman Djarot saat Ahok menjadi pesakitan karena kasus Penistaan agama islam.
Dampak E-Budgeting ini sangat mumpuni karena bisa meminimalisasi korupsi tetapi juga menghemat anggaran hingga Rp 4 Trilliun dari masa ke masa, bahkan Warga DKI bahkan Warga diluar DKI pun bisa memantaunya dari manapun, itu kenapa E-Budgeting ini dipergunakan juga hampir di semua Kantor Pemerintahan di Indonesia tidak hanya di Pemprov DKI Jakarta saja. Masyarakat bisa ikut melakukan control dan koreksi terhadap anggaran DKI Jakarta, tidak ada anggaran yang tertutup, semua bisa melihat dan memantau. Apakah dipastikan E-Budgeting ini tidak ada kecurangan? Ya bisa saja, karena E-Budgeting memang dirancang oleh manusia dan yang menginput pun juga manusia. Basuki Tjahaya Purnama atau AHOK pernah memecat bawahannya lantaran asal asal an dalam mengelola anggaran dan memasukkannya ke dalam E-Budgeting.
Kedunguan muncul zaman Gubernur dipimpin Anies Baswedan.
Anies mengajukan anggaran diluar e-planning maka otomatis akan ditolak oleh system. Apalagi sistem ini terhubung dengan KPK dan BPK. Pelanggaran terhadap itu akan jadi target KPK.Tetapi kenapa KPK diam saja? Ya kita perlu tahu bahwa Petugas Senior disitu masih saudara Anies Baswedan yaitu Novel Baswedan, inilah kenapa sampai sekarang KPK masih bengong, walaupun bisa saja diciduk jika mau.
Tetapi sistem BTP / Ahok sudah ditest sejak jaman Jokowi dan sudah diterapkan juga di seantero Indonesia, jadi akan sangat mudah jika ada yang ingin mencoba menghancurkan Sistem, apalagi ini sudah di sambungkan tidak hanya ke KPK tetapi juga ke BPK.
Kalau anggaran yang disusun telah sesuai dengan e-planning maka masih ada lagi e-budgeting. Detail anggaran itu akan di uji oleh system database e-budgeting. Kalau tidak sesuai dengan aturan yang ada maka otomatis di tolak. Tidak boleh diajukan ke DPRD. Kalau anggaran sesuai dengan e-Budgeting , maka masih ada lagi e-procurement. Contoh, satu mata anggaran itu seharusnya seharga Rp. 100.000 tapi dianggarkan sebesar Rp. 500.000 maka otomatis akan ditolak oleh system database. Dan ini akan berdampak kepada semakin membesarnya sisa anggaran tidak terpakai karena tidak sesuai denga e-procurement. Apalagi Pejabat pemangku anggaran tidak mau masuk penjara alias takut sendiri. Karena sudah di detek oleh sistem adanya pelanggaran.
Kalau semua system database bisa dilewati maka masih ada lagi database pendapatan yang berkaitan dengan PAD dan pendapatan daerah. Anggaran belanja harus bisa memastikan pertumbuhan pendapatan Daerah. Untuk menguji belanja itu akan mendorong peningkatan pendapatan, ada lagi UU dan Permen yang mengatur sehingga secara trasfarance bisa di analisa oleh mendagri apakah belanja itu telah memenuhi unsur kepatutan atau tidak. Kalau tidak maka akan ditolak oleh Mendagri. Jadi memang ketat sekali.
Nah apa yang dilakukan Anies selama ini ? dia berusaha mengubah dengan cara memisahkan e-Planning dan ebudgeting. Akibatnya ebudgeting hanya berfungsi pengelektronikan data yang membutuhkan input data manual. Bukan sebagai sebuah sistem yang terintegrasi . Itu sebabnya Anies tidak mau ada transfaransi. Itu sebab data input di web beda dengan Planning. Sangat berbeda dengan era Ahok. di era Ahok, proses anggaran mulai dari penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah di eksekutif hingga pembahasannya di DPRD seluruhnya diunggah untuk publik. Mengapa ? Karena e-planning di Bappeda dan e-budgeting di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sudah terintegrasi, sehingga entri data tidak perlu lagi manual.
Jadi jika dia mengatakan bahwa E-Budgeting milik Jokowi Ahok Djarot kurang smart karena Teknologi harusnya sudah otomatis mengetahui semua data dengan akurat, ini adalah Jawaban yang sangat Goblok, karena Teknologi masih harus tergantung dengan manusia, Manusialah yang jadi Operator dan pemasok Data agar Komputerisasi Web dapat beroperasi dengan baik dan benar, dan jika sampai ada Data yang salah ataupun ngaco, maka Sistem itu akan menolaknya dengan baik, karena ada Prasyarat yang harus dipenuhi sejak sistem dasar Aplikasi itu terbentuk, dan akan sangat sulit dijebol jika Sistem itu sudah dipergunakan oleh semua sistem di Indonesia karena akan sangat mudah sekali diperiksa, bahkan oleh Pak Tito Karnavian sekalipun yang saat ini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
Anies Baswedan ini sudah tidak mungkin menyalahkan Anak buahnya di Pemprov DKI karena mereka memang salah, jadi sekarang ini satu satunya yang bisa disalahkan dan dimaki adalah Sistem Komputer, diibaratkan dia sumpah serapah kepada Mesin Pemeriksa hasil Cek darah yang memberikan hasil Kolesterol dan Gula darah dia tinggi lah kira kira begitulah.
Jadi mungkin Tuhan Allah memberikan Ridho kepada kita warga Indonesia untuk 2024, menentukan pilihan kepada calon pemimpin, kecuali manusia ini, karena jika sampai dia menjadi Presiden 2024-2029, Lupakan saja kelanjutan impian Presiden Joko Widodo agar Indonesia bisa maju di tahun 2050, karena untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0 saja, Indonesia tidak akan mampu karena jika calonnya Goblok, maka yang ada Indonesia akan kembali ke jaman Prehistorik dimana Manusia Goa pertama kali menemukan Api dari batu yang digosok gosok.
Akhir kata, Nasib Anies kali ini cukup tragis, karena kali ini terpaksa dia harus ditabok sama E-Budgeting Sistem hasil pemikiran Joko Widodo dan dilanjutkan oleh BTP dan Djarot Syaiful Hidayat. Benar benar tragis Nasibmu, Gabener