Sandiaga Uno yang kini menjadi cawapres Prabowo, berencana untuk mengangkat program OK-OCE (One Kecamatan One Center for Entrepreneurship) menjadi program nasional bila terpilih nanti.
Bagi saya tentu itu bukanlah masalah, apalagi bila program yang diusungnya bagus dan memiliki nilai jual, toh bila berbicara soal pilpres yang sehat, tentu adu program dan adu gagasanlah yang dikedepankan. Dengan demikian masyarakat bisa memilih mana calon pemimpin yang memiliki program terbaik untuk memimpin mereka kelak dengan harapan program-programnya bisa diimplementasikan untuk kebaikan masyarakat tentunya.
Namun apa jadinya bila program yang dipergunakan adalah program gagal seperti OK-OCE? Apakah masih layak buat diusung? Mari kita bedah dari awal dimana letak kegagalan program ini, agar jelas bagi masyarakat Indonesia lainnya yang masih asing dengan istilah program tersebut.
Program OK-OCE pertama kali disampaikan oleh cagub-cawagub tersebut adalah pada saat kampanye pilkada DKI 2017 yang lalu, ketika itu Sandiaga Uno mengatakan akan memberikan lahan luas untuk pelaku ekonomi apabila dirinya terpilih. Menurut Sandi, dirinya bersama Anies Baswedan memiliki program Oke-Oce.
Dalam program tersebut warga akan diberikan modal, lahan usaha, serta pengembangan SDM. “Oke Oce itu akan membidik setiap kecamatan bagi pelaku ekonomi baru. Jadi semua punya usaha pelatihan pendampingan modal. UKM juga akan diberikan modal sampai Rp 300 juta,” kata Sandi saat kampanye ke wilayah, Bangka, Mampang, Jakarta Selatan, Senin 12 Desember 2016.
(https://m.merdeka.com/politik/sandi-punya-program-oke-oce-warga-bakal-diberi-modal-tempat-usaha.html)
Pernyataan itu diulangi lagi dalam debat kandidat gubernur dan wakil gubernur pada 15 Desember 2016, Sandi menyebut akan memberikan modal sekaligus pendampingan.
“Kami ingin juga modal yang selama ini menjadi momok. Kita melihat bahwa modal kita bisa memberikan antara Rp0, Rp15 juta, Rp20 juta, sampai Rp300 juta. Kita berikan pendampingan kepada mereka,” ucapnya saat itu.
(http://mediaindonesia.com/read/detail/152989-anies-akui-ok-oce-tidak-sesuai-janji)
Ini pernyataan yang disampaikan oleh Sandi SEBELUM mereka menang. SETELAH mereka menang dan menjabat, berbeda lagi pernyataannya, menjadi:
“Yang membutuhkan modal, silakan datang ke kecamatan, di situ difasilitasi. Jadi nanti kami sandingkan, ada Bank DKI, ada beberapa bank juga yang sangat tertarik untuk bergabung,” ucap Sandiaga.
(http://megapolitan.kompas.com/read/2017/12/15/09590711/sandiaga-dari-awal-sekali-kami-tak-pernah-berjanji-beri-modal-ok-oce)
Dari dimodalin menjadi ‘silakan datang ke kecamatan, di situ difasilitasi’. Atau dengan kata lain, DITEMANIN MINJAM DUIT SAJA.
Jadi sampai disini sudah jelas apa yang dimaksud dengan OK-OCE ya pembaca, itu kegagalan yang pertama, dari janji dimodalin menjadi cuma didampingi pinjam duit ke bank.
Baiklah, kita lanjut lagi menuju Kegagalan kedua. Kali ini yang menyebut program tersebut adalah program gagal, keluar dari mulut seorang Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Bestari Barus.
Bestari menilai bahwa OK-OCE adalah program gagal, hal ini disampaikan oleh beliau setelah menerima keluhan masyarakat yang kecewa terhadap program tersebut.
“Di beberapa tempat reses, masyarakat kecewa, ‘masak saya diajari bikin kue. Kalau mau bikin modal,” kata Bestari.
Bestari juga menambahkan, OK-OCE tidak lebih dari program seminar yang tidak menyelesaikan substansi kewirausahaan yaitu permasalahan permodalan.
(Https://www.jpnn.com/news/nasdem-nilai-ok-oce-program-gagal)
Dan ternyata jauh sebelum Bestari Barus menyebut program itu sebagai program gagal. Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Nur Afni Sajim dari Fraksi Demokrat, pun sudah mengkritik pelatihan OK OCE yang dijalankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dia menyebut pelatihan tersebut aneh karena pelatih hanya memberikan pelatihan secara lisan tanpa praktik.
“Saya bingung, ini aneh, ini pelatihan paling aneh yang pernah saya datangi. (OK OCE) ini pelatihan cuap-cuap, Pak. Saya kontrol betul di Jakarta Barat,” ujar Afni saat rapat Komisi B bersama Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI di Gedung DPRD DKI, Selasa 9 Januari 2018.
Afni bahkan menyebutkan, peserta pelatihan direkrut secara asal-asalan oleh lurah. Akibatnya, banyak peserta yang tidak mengerti pelatihan yang mereka ikuti. Inilah kegagalan Ketiga.
(https://megapolitan.kompas.com/read/2018/01/09/14223421/ok-oce-ini-pelatihan-paling-aneh-ini-pelatihan-cuap-cuap)
Dan terakhir, kegagalan keempat. Ternyata program OK OCE pun tidak lepas dari kritikan partai pendukung mereka juga, Sekretaris Fraksi Gerindra Fajar Sidik menilai program pelatihan kewirausahaan OK OCE tidak bisa mengatasi angka pengangguran usia produktif di Jakarta.
Fajar Sidik menyampaikan hal tersebut dalam rapat paripurna mengenai raperda tentang rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) DKI Jakarta tahun 2017-2022.
(https://megapolitan.kompas.com/read/2018/04/02/19182321/fraksi-gerindra-nilai-ok-oce-tak-bisa-atasi-pengangguran-di-jakarta)
Jadi kesimpulan secara keseluruhan mengenai program OK-OCE ini adalah kegiatan atau program wirausaha dimana pesertanya tidak mendapat tempat usaha, tidak dimodalin, cuma ditemani/difasilitasi pinjam duit ke bank saja, dilatih cuap-cuap setelah itu Anda sudah bisa buka usaha sendiri, tentu dengan modal yang Anda pinjam dari Bank tadi. Lantas dimana letak keunggulannya?
Dan yang perlu diketahui, untuk latihan cuap-cuap khusus di DKI saja, anggarannya mencapai Rp 82 Miliar. Jadi silahkan pembaca perkirakan saja bila program gagal ini dijadikan program nasional, berapa puluh triliun dana yang harus disiapkan untuk program tersebut.
Sementara dari pemaparan di atas, hasilnya pun tidak ada, atau tidak sepadan dengan anggaran yang harus dikeluarkan.
Apa calon pemimpin model begini yang harus kita pilih? Calon pemimpin yang programnya sudah terbukti gagal, namun memaksakan program gagalnya itu untuk diterapkan pada tingkat nasional. Bagi saya calon pemimpin semacam itu sama dengan calon pemimpin yang miskin ide dan kreatifitas. Ujung-ujungnya duit APBN habis tak bersisa untuk memfasilitasi berbagai program tak berguna, sementara hasilnya tidak ada. Kalau ide dan kreatifitas saja sudah rendah, bagaimana mau membangun Indonesia ke depannya?
Sementara disisi lain ada Jokowi yang sudah terbukti hasil kerjanya, dengan pembangunan berbagai infrastruktur yang bisa kita lihat dan nikmati saat ini. Dari mulai Sabang hingga Merauke, Miangas hingga Pulau Rote, semua tidak ada yang luput dari hasil kerjanya.
Jadi daripada coba-coba dan memilih calon pemimpin pengusung program gagal, kenapa tidak pilih Jokowi saja? Yang sudah pasti dan terbukti berhasil, program kerjanya.
Trailer Program Gagal OK-OCE
http://m.tribunnews.com/metropolitan/2018/02/01/pedagang-nasi-uduk-di-kebon-jeruk-sebut-ok-oce-itu-program-hantu?page=2
Wah Pak Tisna, aku gak ketemu artikel itu, kalau ketemu, sudah saya masukin tuh, hahaha, trims infonya, akan saya ingat-ingat utk masukin ke artikel bila ada nulis soal ok oce ini lagi
Mudahan virus gak waras JKT58 gagal mengkontaminasi kehidupan berbangsa & bernegara secara nasional saat pilpres 2019