Sandiaga Uno, Versi Lesmana Mandrakumara Jaman Now?
Kalau melihat Sandiaga Uno, entah kenapa saya jadi teringat pada tokoh pewayangan Lesmana Mandrakumara, putra pertama Raja Duryudana dari dinasti Hastinapura dan Dewi Banowati. Ayah Lesmana, Duryudana, sejak kecil sudah dikenal sebagai ksatria pemberani, licik, arogan dan temperamental. Sedang Lesmana adalah antitesis dari ayahnya, semua yang serba berlawanan. Dalam lakon apapun, Lesmana digambarkan sebagai ksatria berwajah idiot, lembeng (cengeng), dengan gerak-gerik agak kemayu. Matanya sayu bak damar kanginan, tapi tingkah lakunya benar-benar pethakilan *(cengengesan kalau istilah jaman sekarang).*
Berbanding bumi dan langit dengan putera-putera Pandawa, Lesmana kita ini pecundang yang kalah saing. Walau terkenal eksis dikalangan wanita, tapi dia selalu gagal merebut dewi idaman dari tangan sepupunya sendiri. Dendam karena merasa kalah hebat, Lesmana menjadikan sepupunya sebagai musuh Ā bebuyutan. Musuh Lesmana ini tidak lain adalah Abimanyu, putera Arjuna, dan Gatotkaca, putera Bima.
Sebagai putera raja, Lesmana Mandrakumara sangat disayang dan dimanja. Semua keinginannya harus terpenuhi. Ini yang membuat dia menjadi sosok yang tidak mandiri dan kekanak-kanakan, kerjaannya hanya mengobrol sambil memain-mainkan tangan, dengan bahasa yang ‘blepotan’. Alih-alih memenuhi harapan orang tuanya, Lesmana malah sering membuat ayahnya naik pitam.
Banyak versi yang menceritakan tentang latar belakang kehidupan Lesmana Mandrakumara, tentang kelahirannya yang selalu dikait-kaitkan dengan kisah cinta segitiga antara Raja Duryudana, Dewi Banowati dan Arjuna, juga tentang kematiannya yang tragis ditangan Abimanyu dalam perang Baratayudha. Tapi, sebagai antitesis dari Duryudana, Lesmana juga memiliki karakteristik yang tidak kalah ‘njehi’, yaitu gemar bicara tanpa makna, suka pamer, peragu, dan senang hura-hura. Tapi yang paling menyedihkan, dia selalu jadi bahan tertawaan karena kekonyolan dan ketololannya sendiri.
Lantas, apa hubungannya Sandi dengan Lesmana? Saya sendiri tidak punya gambaran yang jelas tentang keduanya. Apa ada persamaan? Saya tidak tahu. Mungkin ada tampilan fisik mereka yang serupa, atau ada karakter yang typical dari kedua tokoh ini? Saya juga tidak tahu. Saya sendiri heran, kenapa setiap melihat Sandi saya selalu teringat pada Lesmana. Membandingkan tingkah polah keduanya, baik Lesmana yang dalam rekaan, atau Sandi yang ada didunia nyata, selalu membuat saya tertawa.
Sebagai contoh, saat Sandi dilarang Anies berbicara soal reklamasi atau saat Anies melarang Sandi bicara soal Alexis, hal ini mengingatkan saya akan cerita Lesmana yang juga dikenal sebagai tokoh yang tidak memiliki kesaktian (ilmu/kemampuan) namun ingin tampil menonjol. Belum lagi ketika baru awal-awal memimpin Jakarta, banyak kata-katanya yang tidak tersusun dengan baik alias belepotan saat diwawancarai oleh awak media.
Belum lagi saat baru dilantik menjadi Wakil Gubernur dulu, dirinya sering memperagakan jurus bangau, entah apa maksud dan tujuannya? Mungkin ingin tampil beda atau pun reaksi spontan supaya bisa terlihat āexistā guna menutupi rasa gugupnya?. Lagi-lagi saya terpikir akan sosok Lesmana.
Dalam bayangan saya, seandainya film Mahabrata kembali dibuat ulang dengan versi Indonesia, dan Sandi diminta memerankan tokoh Lesmana. Bukanlah hal yang aneh bila Sandi dapat memperoleh penghargaan sebagai pemeran pria terbaik karena terlihat dirinya sangat menjiwai sifat maupun karakter Lesmana. Bila kisah Mahabrata bukanlah kisah fiksi, tentu saya sudah menganggap Sandi sebagai reinkarnasi Lesmana.
Cintakah saya pada Sandi? Rasa-rasanya tidak. Terobsesikah saya pada Lesmana? Rasanya tidak juga. Apa ini hanya efek samping dari kegemaran saya nonton wayang waktu kecil, yang membuat pikiran saya kacau dengan mencocok-cocokkan keduanya? Tidak tahu, bingung.Ā Biarlah para pembaca yang menilainya sendiri.