Kesaktian Pancasila tidak hanya diperingati semalam pada tanggal 1 Oktober, melainkan juga diuji kesaktiannya. Pada hari kesaktian Pancasila, masih saja ada yang berusaha mengganggu orang melakukan acara dan kegiatan yang sudah diizinkan oleh pemerintah setempat hanya karena tidak sama pemahaman agamanya.
Ya, kelompok radikal kembali berulah dan merasa paling benar memahami agamanya dan melarang orang lain mengadakan kegiatan karena tidak sesuai dengan apa yang mereka yakini. Padahal kalau ditanya umat Islam yang lain, tidak terlalu mempersoalkannya. Mereka saja yang hepot tidak jelas dan merasa punya hak eksklusif melarang mereka yang berbeda tafsirnya.
Acara Asyura yang digelar penganut Syiah di Semarang mendapatkan penolakan dari ormas radikalis yang meminta supaya acara tersebut dibubarkan. Padahal acara yang dilakukan tidak di tempat terbuka dan mengganggu ketertiban umum. Acara Asyura dilakukan di ruang tertutup di Gedung UTC Jalan Kelud Raya Semarang.
Tetapi memang namanya sudah merasa paling benar dan punya hak mengatur bagaimana tafsir dan keyakinan seseorang, ormas radikalis ini mendatangi tempat acara berlangsung dan ingin melakukan pembubaran. Mereka menolak acara tersebut karena Syiah bukanlah Islam, sehingga aktivitasnya dengan membawa nama Islam tidak dibenarkan.
Permasalahan Syiah bukan Islam bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan alasan melarang acara penganut Syiah. Tidak juga bisa dijadikan alasan membenarkan sikap anarkis mereka mau membubarkan acara tersebut. Apalagi tidak ada juga secara gamblang di Indonesia yang melarang Syiah di Indonesia. Malah sekarang yang ada larangannya adalah model khilafah yang ingin mendirikan negara Islam.
Kaum radikalis inilah yang seharusnya tahu diri dan dilarang aktivitas dan keberadaannya di negeri ini. Mengganggu ketertiban dan seperti punya hak mengatur masalah hidup beragama di negeri ini. Padahal dalam Pancasila jelas tercantum cara-cara kita menyelesaikan setiap perbedaan. Tidak boleh anarkis dan tidak boleh persekusi.
Dan dengan cara yang Pancasilais, acara Asyura ini sudah disetujui. Ya, pemilihan tempat di gedung yang tertutup ini sendiri sesuai dengan hasil Rapat Kordinasi keamanan dengan beberapa pihak seperti Polri dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Semua sudah sepakat, cuman mereka saja yang aneh sendiri tidak bisa menerima perbedaan.
Kaum radikalis ini pada akhirnya harus gigit jari karena pengamanan bukan hanya dilakukan oleh pihak kepolisian tetapi juga oleh warga yang turut menjaga acara tersebut. Mereka hanya bisa teriak-terik saja seperti yang biasa mereka lakukan tetapi kini tidak bisa melakukan pembubaran. Sebuah hal yang positif ketika warga Semarang tidak tinggal diam dan ikut bersura seperti ini.
Sebagai warga negara kini kita tidak lagi bisa diam dan menyerahkan semuanya diselesaikan oleh aparat hukum. Peran serta masyarakat di lingkungannya sangat besar pengaruhnya. Intoleransi menjadi masalah bangsa saat ini bukan karena mereka kuat dan banyak, melainkan karena kita diam dan biarkan mereka melakukan sesuatu suka-sukanya.
Gerakan rakyat untuk melawan dan mengambil sikap sangat diperlukan. Apalagi sudah ada Perppu Ormas yang jadi dasar kita melawan mereka. Kalau mereka melakukan tindakan-tindakan merongrong kebebasan beragama dan melakukan tindakan anarkis dan radikal kita bisa laporkan dan bisa menjadi dasar kuat membubarkan mereka.
Perlawanan warga Semarang ini saya pikir harus disebar dan dilakukan di daerah-daerah lain. Jika mereka sedikit bisa membuat gaduh dan main bergerombol begitu, apa kita tidak lebih banyak untuk menghadang mereka?? Tetapi jujur saja, ini bukan masalah banyak-banyakan orang, tetapi mengenai keberanian dan keteguhan hati kita menyatakan sikap kepada mereka.
Cara mereka adalah melakukan intimidasi dan menekan secara psikologis dan juga fisik. Cara-cara yang sebenarnya tidak lagi bisa ditolerir dan sudah sangat mengganggu ketertiban umum dan juga kehidupan keberagaman kita. Presiden Jokowi sudah beri jalan dan bahkan sudah mengumandangkan untuk melawan habis radikalisme dan terorisme dalam segala bentuk. Kini kembali kepada kita maukah ikut terlibat atau cuman mengeluh saja.
Terima kasih Semarang! Sekali lagi buktikan diri bahwa radikalisme harus dihadang untuk berbuat semena-mena. Seperti kata Presiden Jokowi jangan diberi ruang sedikit pun.
Salam Hadang.