Semakin kesini semakin jelas gubernur Anies dan pelari Sandiaga hanya bersenda gurau saja membenahi Ibukota. Sulit membedakan mana pernyataan yang benar-benar serius dan mana pernyataan candaan terkait permasalahan Ibukota.
Gubernur Anies ingin mengawasi jumlah becak, daerah operasional becak dan becak urban yang datang ke Jakarta. Berapa sih jumlah personel satpol PP? Bukankah selama ini problema di Jakarta ini tak kunjung usai karena lemahnya pengawasan? Apa bisa mengawasi becak sehari semalam penuh diseluruh jakarta sedangkan mengawasi PKL tanah Abang seuprit saja tak mampu.
Dan akhirnya satpol PP malah menjadi “sahabat PKL” karena kalah jumlah personel. Dan saya yakin nanti Satpol-PP juga akan menjadi “sahabat becak”.
Setali tiga uang dengan gubernur Anies, Wagub Sandiaga juga tak mau kalah dengan program khusus kaitan dengan tukang becak yaitu kursus gowes.
Semula saya mengira pernyataan soal training gowes becak ini adalah candaan saja. Rupanya ini serius, ya sontak saja pernyataan Sandiaga ingin memberi pelatihan khusus bagaimana cara gowes becak ini membuat tukang becak Warti tertawa geli.
Lha apa tidak geli jika punya wagub yang dipilih 58% warga Jakarta kapasitasnya seperti ini, melontarkan ide lawak-lawak yang tidak jelas juntrungannya. Warti pun menolak halus ide Sandiaga tersebut :
Enggak usah, orang saya setiap hari gowes,” kata Warti, 54 tahun, saat ditemui di depan Pasar Jembatan Lima, Tambora, Jumat, 26 Januari 2018. Warti spontan tertawa geli saat mendengar adanya wacana pelatihan bagi pengemudi becak. Tempo.co
Saya yakin tukang becak Warti tertawa geli karena mendengar pernyataan itu sambil membayangkan Sandiaga sedang senam memakai celana lari yang mirip celana legging perempuan itu dan diiringi lagu “sayang” Via Vallen. Saya jadi ikut geli nih…
Seperti apa sih menggenjot becak yang benar dan yang salah sehingga diperlukan training khusus? Bukankah cukup andalkan otot betis, pancal, lalu becak jalan! Orang awam saja paham apalagi tukang becak itu sendiri.
Gowes becak jelaslah tidak bisa disamakan dengan Zumba dance yang memang ada tehnik khusus dimana ada beberapa gerakan-gerakan dasar agar tarian terlihat harmonis…
Juga berbeda dengan “senam malam” nya Grace Iskandar yang membutuhkan keahlian khusus bagaimana caranya agar gemulai meliuk-liukkan selangkangan. naik turun, ke kanan dan ke kiri. Yang begini memang harus ada tutorialnya, lain dengan gowes becak…
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah setelah ada pelatihan gowes terus dapat sertifikat lantas pendapatan bertambah? Jadi nanti kalau gowesnya lembut tarifnya 10.000 per kilometer tetapi kalau kasar 5.000 per kilometer dan jika gowesnya tidak stabil boleh DP 0 rupiah? Kan tidak!
Apakah ketika sudah ikut pelatihan standart pelayanan tukang becak lalu upah naik? Kan juga tidak. Upah pengemudi becak masihlah ditentukan oleh kepiawaian pengemudi melakukan tawar menawar dan juga atas rasa belas kasihan penumpang.
Lagipula bukankah becak hanya beroperasi diperkampungan dan kebanyakan yang menggunakan jasanya adalah ibu-ibu yang pergi ke pasar. Untuk apa ada standar pelayanan minimal??
Sehingga lagi-lagi kita dipaksa untuk curiga apakah ini hanya akal-akalan agar dana anggaran keluar lagi. Kalau begitu maulah saya daftar jadi instruktur nggenjot becaknya, sekalian pinjam celana leggingnya…
Masih sulit saya cerna dengan akal sehat. Apakah candaan, gurauan ataukah memang benar-benar sebuah keseriusan program dari seorang wagub Sandiaga. Sehingga ada benarnya juga apa yang dikatakan bos Indovoices kemarin bahwa Sandiaga ini seorang pelari jadi nalarnya suka lari kemana-mana. Huhh…
Selamat kursus nggenjot lah, Om!