Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menuai kecaman. Setelah pemasangan bendera negara-negara peserta Asian Games dengan menggunakan bambu belah di pagar jalan raya di wilayah Jakarta Utara menjadi viral di media sosial, pihak Penanganan Prasarana dan Sarana Umum atau yang biasa disebut PPSU segera mengambil tindakan cepat dan tanggap dengan mencopot bendera dan tiang bambu tersebut. Netizen dan masyarakat bernapas lega. Namun kelegaan itu ternyata tak bertahan lama. Pada hari yang sama, Anies memerintahkan agar bendera yang diikat di tiang bambu tersebut dipasang lagi.
Astaga. Netizen melongo dan kehabisan kata. Dan seperti biasa, Anies begitu lihai memainkan kata-kata.
“Saya berharap, tiang bambu dan bendera sederhana inisiatif warga ini malah akan jadi inspirasi bagi warga kampung lainnya untuk mempercantik lingkungannya, menyambut tamu-tamu yang datang ke Jakarta yang ikut mereka rasakan sebagai rumah besar milik mereka. Saya instruksikan untuk dipasang kembali. Harap pastikan keamanan dan kerapiannya.”
“Pemasangan bendera itu adalah inisiatif warga. Jangan halangi, jangan rendahkan, dan mari kita izinkan rakyat merayakan Asian Games dengan kemampuannya, dengan ketulusannya.” kata Anies seperti yang dilansir oleh Detik.com.
Sepintas lalu mungkin ada sebagian kecil masyarakat yang terlena dan meleleh hatinya oleh bahasa Anies yang begitu santun, merangkul dan sangat mengayomi rakyat kecil. Anies terkesan sangat memperhatikan perasaan rakyat kecil, jangan sampai warga yang sudah berinisiatif memasang bendera dan tiang bambu tersebut sesuai dengan kemampuan mereka malah diremehkan dan direndahkan. Namun jika kita teliti lebih lanjut, ada hal yang sangat tidak sinkron alias tidak nyambung dalam pernyataan Anies tersebut. Hal apakah itu?
Anies terus mengulang bahwa pemasangan bendera dengan tiang bambu yang dianggap kurang tepat itu adalah inisiatif warga. Artinya, secara tidak langsung Anies tidak ingin disalahkan atas hal tersebut. Kok saya tiba-tiba jadi ingat pohon plastik di trotoar yah? Oops, back to topic.
Secara logika, adalah sangat tidak masuk akal jika warga biasa seperti saya, anda dan para pembaca sekalian, yang bukan merupakan pengurus RT, Kelurahan atau Kecamatan untuk membeli sekitar 30 bendera dari berbagai negara lalu memasangnya di pagar jalan raya. Dan ini bukan pagar di jalanan kampung, melainkan di jalan protokol di wilayah Jakarta Utara.
Untuk pemasangan spanduk saja diatur dalam peraturan daerah yang mengharuskan pemasang mendatangi kantor dinas perizinan setempat dan mengajukan permohonan izin serta melengkapi persyaratan dokumen yang diperlukan.
Dan ternyata benar, pihak kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, menjelaskan bahwa bendera-bendera tersebut dipasang untuk acara torch relay atau pawai obor Asian Games dan rencananya akan diangkut dari lokasi.
“Oh ini. Ini kemungkinan besar kayaknya dari kita (Kecamatan Penjaringan) deh. Kan kemarin kita lagi dari abis torch relay ya. Kita kemarin kan torch relay (cuma) belum dibersihkan, dirapikan,” kata staf Kecamatan Penjaringan, Umis Suripto, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (17/7/2018). Sumber : Detik.com
Umis bahkan memastikan bahwa bendera-bendera tersebut hanya terkait pawai obor saja dan akan segera dilepas.
“Iya dong. Kita lepas dong. Kita kan udah selesai. Kecuali kalau posisinya permanen di tiang-tiang (Mal) Emporium. Kalau itu (dipasang di pagar) kan minimal mengganggu ketertiban,” ujar dia.
Jadi pernyataan Anies kembali menunjukkan ketidaktahuannya atas hal-hal yang sedang terjadi di wilayah pemerintahannya. Pertama, Anies terkesan tidak tahu tentang pawai obor dan bahwa bendera-bendera tersebut adalah atribut milik kecamatan yang diberikan kepada kelurahan untuk dipasang. Jika kemudian ada petugas kelurahan yang memasang bendera tersebut di pagar jalan raya dengan tiang bambu, artinya mereka juga adalah bawahan Anies dan sudah seharusnya Anies mengambil tanggung jawab untuk membereskan hal tersebut dan bukan malah mengelak dengan menyebut hal tersebut adalah inisiatif warga.
Seandainya benar pun pemasangan bendera tersebut atas inisiatif warga, penggunaan tiang bambu yang tidak seragam karena ada yang dibelah, ada yang melengkung, secara estetika internasional memang dinilai banyak pihak kurang tepat. Tiang bambu dikenal baik di bangsa kita, benar, namun kita bukan sedang menyelenggarakan event olahraga daerah atau bahkan nasional di mana rakyat Indonesia sudah tak asing lagi dengan tiang bambu. Kita sedang menyelenggarakan event olahraga internasional di mana ada 45 negara peserta yang akan hadir di Indonesia. Ini ibarat menggunakan bahasa daerah untuk memperkenalkan negara kita kepada wisatawan mancanegara. Apakah mereka akan paham?
Kedua, saya terpaksa harus menuliskan pendapat saya bahwa seorang staf kecamatan seperti bapak Umis Suripto ternyata lebih memahami tata tertib dibanding seorang gubernur. Umis dengan gamblang menyebutkan bahwa bendera tiang bambu tersebut akan segera dilepas dan pemasangannya di pagar jalan raya mengganggu ketertiban, sementara seorang gubernur malah dengan lucunya memerintahkan agar bendera di tiang bambu tersebut dipasang kembali.
Apakah Anies ingin menantang para warga yang protes dengan menunjukkan bahwa tak peduli seberapa banyak dan sekeras apapun mereka bersuara, namun ia adalah orang yang berada di tampuk pimpinan saat ini dan memegang kendali? Apakah Anies merasa muak diejek dan ditertawakan mengenai pohon plastik di trotoar jalan Thamrin-Sudirman, dan kini saatnya menunjukkan taring kekuasaan? Atau Anies kembali ingin memoles dirinya dengan pencitraan berpihak kepada rakyat kecil? Atau Anies memang tidak peduli apakah penyelenggaraan Asian Games ini berjalan dengan sukses dan membanggakan bangsa Indonesia?
Apapun itu, Anies kali ini bukan hanya akan berhadapan dengan warga DKI Jakarta saja, melainkan dengan seluruh rakyat Indonesia yang ingin turut merasakan kebanggaan menjadi tuan rumah yang berhasil menyelenggarakan event olahraga terbesar se-Asia dengan lancar dan spektakuler. Yang dipertaruhkan saat ini adalah nama baik Indonesia, bukan hanya DKI Jakarta saja.
Sumber gambar : Brilio.net
Baca juga : Bayi Terlantar Hanya Boleh Diadopsi oleh Agama Mayoritas, Adilkah?