Sepertinya memang Jakarta sudah tidak ada harapan lagi untuk semakin maju bahkan boleh dibilang mengalami kemunduran. Pesimisnya saya ini cukup beralasan kalau melihat kinerja Gubernur Anies dan wakilnya Sandiaga ini seperti tidak serius membenahi dan menata kota Jakarta. Programnya mgawang-awang, payah menyusun anggaran dan lebih banyak berhalusinasi ketimbang mengerjakan apa yang sudah ada didepan mata.
Memang biasanya kalau banyak duit, orang akan banyak berhalusinasi. Sebagai contoh saya misalnya, kalau selepas gajian biasanya membayangkan makan di restoran yang mewah. Padahal belum tengah bulan uang juga sudah habis. Ya kan tidak ada salahnya sekali-kali menikmati jamuan makan yang lezat meski hanya berupa angan-angan.
Mungkin sangking melimpahnya uang anggaran DKI Jakarta, sehingga angan-angan Sandi untuk menciptakan mobil terbang muncul kembali, kali ini malah untuk menggantikan MRT. Bayangkan saja, lha MRT saja belum selesai dibangun, dan kemungkinan baru akan beroperasi tahun depan, malah sudah berencana menggantikannya. Benar-benar sebuah terobosan yang sangat visioner.
Sandiaga ini sebenarnya salah satu pengusaha muda yang sukses di Indonesia. Dengan dana yang ia miliki, sebenarnya bisa saja dia mengabdi untuk masyarakat, mengadakan seminar-seminar, pelatihan-pelatihan dan mencetak wirausahawan, membangun sekolah dan rumah sakit yang diperuntukkan untuk masyarakat kurang mampu di Jakarta ini tanpa harus menjadi Gubernur atau Wakil gubernur. Pasti dia akan lebih terhormat, disegani dimana-mana, bahkan dikenang orang sepanjang masa. Tetapi karena tergiur kekuasaan, Sandi malah terjun ke dunia politik yang bukanlah kapasitasnya sehingga larutlah ia dalam angan-angan.
Karena memang bukan keahliannya, akibatnya kinerjanya pun tidak bisa diandalkan. Lebih banyak berimajinasi daripada kerja nyata. Menyatakan dirinya akuntan tetapi tidak cermat dalam menyusun anggaran, yang penting semua uang terserap. akhirnya APBD rawan kebobolan seperti saat menganggarkan air mancur 620 juta. Saya khawatir target pemerintahan Gubernur Anies dan Sandiaga ini hanya sekedar semua anggaran terserap 100%, semua mendapat bagian, semua senang dan mendapat predikat WTP atau Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK. ini terlihat dibeberapa kesempatan Sandiaga mengkritik era Ahok yang serapannya anggaranya rendah, dan selama lima tahun Jakarta tidak pernah mendapatkan predikat WTP.
Jika targetnya hanya penyerapan anggaran, ya sudah uang 77 triliun itu di bagi-bagi saja ke warga DKI, pasti akan habis terserap. Perlu diketahui bahwa tempo hari mereka sudah saya beri predikat BTP. Bukan Bersih, Transparan, Profesional tetapi Bagi-bagi Tanpa Pengecualian.
Ketidakseriusan Sandiaga kembali muncul, kali ini soal penataan Pasar Tanah Abang. Sandiaga mengatakan kepada wartawan bahwa kawasan Pasar Tanah Abang yang dia lihat tampak rapi dan bersih, tidak semrawut seperti yang diberitakan media. Menggelikan bukan! Apa tidak geli, Sandi meninjau Tanah Abang dipagi hari, ya jelaslah rapi. Selain PKL belum bangun tidur, kemungkinan saat itu petugas PPSU juga baru saja selesai menyapu jalan.
Dan benar saja, kompas.com yang dua kali melakukan pemantauan ke kawasan Pasar Tanah Abang mendapati suasana yang jauh berbeda. Pada pagi hari memang belum tampak PPKL di trotoar. Tentu saja karena memang PKL belum berjualan dan ada belasan petugas satpol PP berjaga di setiap jarak 15 meter di trotoar Stasiun Tanah Abang. Tetapi sore hari Tanah Abang memperlihatkan keadaan yang sesungguhnya. Macet, semrawut, berantakan, kacau, dan pejalan kaki banyak seperti laler. Kemana petugas satpol PP? Ya pastilah sudah pulang ke rumah istrinya masing-masing.
Investigasi dan monitoring Ombudsman pun setali tiga uang dengan pantauan kompas. Dua pekan Ombudsman memantau, terlihat tingkat kesemrawutan makin parah terjadi di Pasar Tanah Abang.
Mereka menengarai ada oknum satpol PP yang membekingi para PKL liar ini. Ada transaksi “dibawah tangan” diantara mereka. Di bantu para preman, mereka meminta uang keamanan kepada PKL agar bebas berjualan di trotoar. Jadi kalau PKL masih “mgasih makan” aparat yang seharusnya tegas menegakkan aturan, niscaya kesemrawutan yang terjadi di Pasar Tanah Abang tidak akan pernah terselesaikan. Dibutuhkan keseriusan Gubernur untuk menata dan menertibkan Tanah Abang.
Berkali-kali sandiaga mengatakan bahwa penataan tanah abang akan revolusioner, out of the box artinya akan diluar perkiraan banyak orang, eh ga taunya bener, tanpa ditertibkan sudah rapi sendiri.
Apa ini berarti Sandiaga tidak akan melakukan penertiban di Tanah Abang karena sudah rapi? Bagaimana dengan rencana ingin menjadikan Tanah Abang menjadi pusat perbelanjaan seperti Grand Bazaar di Istanbul, Turki ?
Mungkin karena Sandi ini sering mempraktekkan jurus bangau terbang sehingga pemikirannya pun seperti bangau, terbang liar kemana-mana. Buktinya, menertibkan PKL saja tidak mampu tetapi ingin membuat Tanah Abang seperti Grand Bazaar di Turki dan menjadi pusat perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara. Lagi-lagi Sandiaga berhalusinasi.
Luar biasa ajaib! Belum 100 hari kepemimpinan Gubernur Anies dan sandi, Tanah Abang sudah rapi dengan sendirinya tanpa penertiban. Semula saya menduga bahwa membengkaknya jumlah Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan atau TGUPP dengan anggaran yang fantastis tersebut adalah untuk mencari solusi dan berpikir keras memterjemahkan sejumlah program Gubernur Anies termasuk menata tanah Abang seperti Turki. Tetapi jika sudah rapi tanpa penertiban, untuk apa lagi 74 personel TGUPP bergaji total 28,572 Miliar per tahun? apakah supaya kehidupan mereka terpancur? Entahlah…
Selamat, Tanah Abang sudah rapi dengan sendirinya!
Lihat tulisan saya yang lain disini : https://www.Indovoices.com/author/danang-setiawan/